Jejak Gerakan Freemason di Indonesia, Tercium tapi Tak Banyak Dibahas
loading...
A
A
A
Menurut A.S. Carpentier Alting sejak sebelum tahun 1756 sudah banyak Mason Bebas (Vrijmetselarij) di Hindia Timur (Indonesia). Pada awal penjajahan Belanda hanya orang Eropa yang menjadi anggotanya.
Fase berikutnya mulailah orang pribumi direkrut untuk menjadi anggota terutama dari kaum ningrat.
Namun sejarah Freemasonry di Hindia-Belanda (Indonesia) dimulai sejak berdirinya Loji Freemason dengan nama Lodge La Choise, di Batavia pada tahun 1762. Orang yang pertama kali mendirikan Loji Freemasonry di Indonesia adalah seorang pegawai VOC bernama Jacobus Cornelis Matthieu Radermacher.
Gedung yang dulunya milik organisasi Freemasonry ini sekarang dijadikan sebagai gedung Museum Nasional Jakarta. Di Hindia-Belanda dahulu, Loge (dalam bahasa Belanda) atau Loji dalam bahasa Indonesia yang berarti rumah pertemuan kaum Freemason atau Vrijmetselari j (dalam bahasa Belanda), sering disebut sebagai “Rumah Setan”.
Pada masa-masa awal berdirinya, organisasi Freemasonry terpusat di Jawa. Namun seiring dengan usaha perluasan wilayah kolonialisasi Pemerintah Belanda ke wilayah yang berada di luar pulau Jawa, maka keberadaan organisasi ini juga meluas ke sebagian wilayah seperti Sumatera yakni di Medan.
Keberadaan organisasi ini di luar pulau Jawa mengikuti gerak kolonialisasi, karena banyak dari anggota Freemasonry pada masa itu juga menjabat sebagai pegawai kolonial dan tentara Belanda. Sehingga mereka juga mendirikan cabang organisasi ini di wilayah yang baru saja mereka duduki.
Kedok
Sepanjang perjalanan sejarahnya, organisasi Freemasonry selalu menggunakan berbagai kedok baik itu sebagai lembaga ilmu pengetahuan, lembaga amal, kelompok kebatinan, ataupun perkumpulan-perkumpulan resmi yang mengkampanyekan persamaan, kebebasan, dan persaudaraan umat manusia tanpa perbedaan apapun.
Organisasi Freemasonry selalu menciptakan organisasi baru dengan mengubah namanya sesuai dengan tempat di mana ia berada agar masyarakat tertarik untuk menjadi anggota organisasi ini. Namun pada hakikatnya, di dalam selubung yang tak kasat mata, Freemasonry juga merupakan sebuah aliran pemikiran yang menyebarkan paham materialisme dan humanisme sekuler, yang merupakan suatu filsafat keliru yang patut ditinjau ulang.
Seiring dengan perubahan keadaan sosial politik di dunia pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, organisasi Freemasonry mulai menciptakan bentuk-bentuk lain dari wujud aslinya. Seperti munculnya Gerakan Theosofi, Lions Club dan Rotary Club di Amerika yang di kemudian hari menyebar hingga ke Indonesia.
Munculnya varian-varian dari Freemasonry bertujuan untuk menciptakan citra positif pada masyarakat umum yang mulai menaruh curiga pada organisasi Freemasonry. Gerakan Theosofi Internasional didirikan oleh seorang wanita Rusia berdarah Yahudi bernama Helena Petrovna Blavatsky pada 7 September 1875 di New York.
Gerakan Theosofi adalah sebuah gerakan kebatinan Yahudi. Gerakan ini secara resmi berdiri di Semarang pada tahun 1901 dan diresmikan langsung oleh Presiden Theosofi Internasional pada saat itu yakni Kolonel Henry Steel Olcott pada tanggal 7 September 1901.
Gerakan ini mendapat sambutan yang hangat di Jawa karena adanya kesamaan pandangan dalam hal kebatinan.
Sedangkan Rotary Club masuk ke Hindia-Belanda pertama kali pada tahun 1927. Asas Rotary Club adalah humanisme dan menghamba pada humanisme, seperti umumnya organisasi Freemason lainnya.
Organisasi ini menyuarakan soal pengabdian kepada masyarakat dan mengedepankan aksi amal. Sebagai organisasi elit yang menjalankan misi kemanusiaan, Rotary Club sepenuhnya dikendalikan oleh Freemason, dan setidaknya harus ada dua orang Yahudi dalam kepengurusan.
Orang Yahudi ini berfungsi sebagai pengawas dan menjaga hubungan kontak dengan jaringan mereka di tingkat pusat. Pada tahun 1962, Presiden Soekarno sendirilah yang membubarkan Freemansonry karena dinilai tidak sesuai dengan kepribadian bangsa.
Fase berikutnya mulailah orang pribumi direkrut untuk menjadi anggota terutama dari kaum ningrat.
Namun sejarah Freemasonry di Hindia-Belanda (Indonesia) dimulai sejak berdirinya Loji Freemason dengan nama Lodge La Choise, di Batavia pada tahun 1762. Orang yang pertama kali mendirikan Loji Freemasonry di Indonesia adalah seorang pegawai VOC bernama Jacobus Cornelis Matthieu Radermacher.
Gedung yang dulunya milik organisasi Freemasonry ini sekarang dijadikan sebagai gedung Museum Nasional Jakarta. Di Hindia-Belanda dahulu, Loge (dalam bahasa Belanda) atau Loji dalam bahasa Indonesia yang berarti rumah pertemuan kaum Freemason atau Vrijmetselari j (dalam bahasa Belanda), sering disebut sebagai “Rumah Setan”.
Pada masa-masa awal berdirinya, organisasi Freemasonry terpusat di Jawa. Namun seiring dengan usaha perluasan wilayah kolonialisasi Pemerintah Belanda ke wilayah yang berada di luar pulau Jawa, maka keberadaan organisasi ini juga meluas ke sebagian wilayah seperti Sumatera yakni di Medan.
Keberadaan organisasi ini di luar pulau Jawa mengikuti gerak kolonialisasi, karena banyak dari anggota Freemasonry pada masa itu juga menjabat sebagai pegawai kolonial dan tentara Belanda. Sehingga mereka juga mendirikan cabang organisasi ini di wilayah yang baru saja mereka duduki.
Kedok
Sepanjang perjalanan sejarahnya, organisasi Freemasonry selalu menggunakan berbagai kedok baik itu sebagai lembaga ilmu pengetahuan, lembaga amal, kelompok kebatinan, ataupun perkumpulan-perkumpulan resmi yang mengkampanyekan persamaan, kebebasan, dan persaudaraan umat manusia tanpa perbedaan apapun.
Organisasi Freemasonry selalu menciptakan organisasi baru dengan mengubah namanya sesuai dengan tempat di mana ia berada agar masyarakat tertarik untuk menjadi anggota organisasi ini. Namun pada hakikatnya, di dalam selubung yang tak kasat mata, Freemasonry juga merupakan sebuah aliran pemikiran yang menyebarkan paham materialisme dan humanisme sekuler, yang merupakan suatu filsafat keliru yang patut ditinjau ulang.
Seiring dengan perubahan keadaan sosial politik di dunia pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, organisasi Freemasonry mulai menciptakan bentuk-bentuk lain dari wujud aslinya. Seperti munculnya Gerakan Theosofi, Lions Club dan Rotary Club di Amerika yang di kemudian hari menyebar hingga ke Indonesia.
Munculnya varian-varian dari Freemasonry bertujuan untuk menciptakan citra positif pada masyarakat umum yang mulai menaruh curiga pada organisasi Freemasonry. Gerakan Theosofi Internasional didirikan oleh seorang wanita Rusia berdarah Yahudi bernama Helena Petrovna Blavatsky pada 7 September 1875 di New York.
Gerakan Theosofi adalah sebuah gerakan kebatinan Yahudi. Gerakan ini secara resmi berdiri di Semarang pada tahun 1901 dan diresmikan langsung oleh Presiden Theosofi Internasional pada saat itu yakni Kolonel Henry Steel Olcott pada tanggal 7 September 1901.
Baca Juga
Gerakan ini mendapat sambutan yang hangat di Jawa karena adanya kesamaan pandangan dalam hal kebatinan.
Sedangkan Rotary Club masuk ke Hindia-Belanda pertama kali pada tahun 1927. Asas Rotary Club adalah humanisme dan menghamba pada humanisme, seperti umumnya organisasi Freemason lainnya.
Organisasi ini menyuarakan soal pengabdian kepada masyarakat dan mengedepankan aksi amal. Sebagai organisasi elit yang menjalankan misi kemanusiaan, Rotary Club sepenuhnya dikendalikan oleh Freemason, dan setidaknya harus ada dua orang Yahudi dalam kepengurusan.
Orang Yahudi ini berfungsi sebagai pengawas dan menjaga hubungan kontak dengan jaringan mereka di tingkat pusat. Pada tahun 1962, Presiden Soekarno sendirilah yang membubarkan Freemansonry karena dinilai tidak sesuai dengan kepribadian bangsa.