Awalnya Salat di Garasi Rumah, Kini Islam Bersemi di Samudera Atlantik Utara
loading...
A
A
A
Kepulauan Canaria telah menjadi tujuan utama wisatawan dari kawasan belahan utara, seperti Eropa dan Amerika Utara. Terlebih saat bumi belahan utara sedang musim dingin, tujuh pulau di kepulauan yang terletak di tengah samudera Atlantik utara itu dipenuhi wisatawan.
Karena maraknya wisatawan, maka bisnis kuliner juga tumbuh pesat di kawasan itu. Di sinilah magnet bagi imigran dari India, Pakistan, Bangladesh, Sinegal dan Maroko. Selain menjadi pekerja di sektor pariwisata dan perkebunan pisang, banyak juga imigran itu yang telah sukses membangun usaha sendiri seperti mendirikan rumah makan di kawasan wisata. (
)
Pada titik itulah, komunitas Islam mulai tumbuh dan terus berkembang. Seperti diceritakan oleh Amir Husein, Presiden Masjid As Suna Los Crostianos, Tenerife, Canaria bahwa gelombang imigran itu dimulai pertengahan 1990-an."Seperti di KotaLos Crostianos dan sekitarnya ada enam masjid karena di sini pusat pariwisata dan kesempatan untuk mencari uang bagi imigran," katanya.
Amir Husein menuturkan, di Los Cristianos dipenuhi turis hingga 80% dari total populasinya. Tujuh masjid yang dimaksud adalah Al Muhsinin yang merupakan masjid pertama di pulau Tenerife, As Suna masjid terbesar di Tenerife, Atattwa, Assidik, Nour, Al Karama. "Jadi Total Masjid di Tenerife saat ini 11. Sedangkan umat Islam telah mencapai 20.000," ungkapnya.
Selain itu, kata dia, kawasan Santiago Del Tiede yang menjadi tujuan wisata alam juga terdapat tiga masjid yakni Masjid Arrahma, El Kods dan Al Huda. Di pulau ini kata dia, masih ada dua masjid lagi yakni di Ibu Kota Tenerife, Santa Cruz dan La Orotova. "Tapi kedua masjid itu tidak besar hanya menyewa ruang apartemen. Kita tahu di Santa Cruz pusat pemerintahan sehingga tidak banyak turis di sana," jelas Amir yang sehari-hari membuka rumah makan di Las Americas, kawasan wisata 10 KM dari Los Cristianos.
Tumbuh berkembangnya komunitas Islam di pulau di tengah Atlantik Utara tersebut telah dirintis sejak akhir tahun 1970-an. Saat itu baru baru hitungan jari jumlah muslim di sana. Seperti diceritakan oleh sesepuh muslim di Tenerife Ahmed Al Lal. Presiden yang juga pendiri Masjid Al Muhsinin, Los Cristianos, Tenerife, Kepulauan Canaria ini menceritakan bahwa Spanyol datang dari Maroko pada tahun 1978.
"Saat itu usia saya baru menginjak 21 tahun, hanya ada 100 orang Islam yang saya kenal," kisahnya. ( )
Namun, masih menurut Ahmed, umat Islam di Tenerife hanya melakukan ibadah salat di rumahnya masing-masing. Kondisi itu berlangsung sampai tahun 1999. "Saya dan sembilan orang lainnya salah satunya Syeikh dari Maroko mulai merintis menyewa ruangan untuk dijadikan masjid," kata dia.
Tentu saja diperlukan perubahan ijin peruntukan dari ruang bisnis menjadi masjid . "Sulit juga memang awalnya sebab tidak ada yang mengenal Islam dengan baik. Kalaupun tahu mereka hanya tahu dari sudut pandang ‘berita dari televisi’ yang cenderung dengan propaganda negetaif," jelasnya.
Tapi 10 orang itu tidak menyerah begitu saja, garasi rumah salah satu muslim dipakai sebagai masjid. Letaknya hanya 150 meter dari Pantai Los Cristianos. "Untuk mendapatkan ijin menjadi masjid terus kami upayakan, sehingga ditinjaulah oleh pegawai pemerintah Kota Tenerife. Saat dia datang kami sedang Salat Zuhur dengan pintu tertutup. Petugas itu hanya melihat puluhan pasang sepatu dipintu dan diipotret oleh mereka,” kata dia.
Setelah itu mereka berkesimpulan masjid itu hanya deretan sepatu di luar pintu dengan kondisi tenang. "Usai Survei itu, ijin peruntukan turun," tuturnya.
Setelah mendapat ijin, dia dan rekan rekannya aktif memberitahu imigran muslim lainnya yang mulai menyemut. Karena jamaah tidak tertampung lagi, Ahmed dan kawan-kawannya kemudian menyewa ruangan di kawasan apartemen di pusat kota Los Crostianos. "Tapi tempat kedua itu tidak kondusif," kata dia.
Sambil beribadah, umat Islam mengumpulkan sadaqah untuk membeli ruangan seluas 700 meter persegi di lantai dasar apartemen Comodoro di jalan Juan Carlos No 30. "Jadi tempat ini sudah menjadi milik umat Islam sejak tahun 2000 dan menjadi masjid pertama di Tenerife," kata dia.
Rupanya, imigran dari Maroko, Bangladesh, Pakistan, Tunisia, Senegal dan India terus berdatangan ke pulau ini. Sehingga jumlah umat Islam pun kian bertambah. Seiring dengan itu, kebutuhan akan ruangan untuk beribadah juga mendesak. Sehingga pada tahun 2013, komunitas Bengali yakni Imigran dari Bangladesh yang saat itu berjumlah 150 orang mulai merintis pembukaan ruangan baru untuk masjid .
"Tahun 2013 kami merubah garasi menjadi masjid dengan nama As Suna," kata Amir Husein.
Tak hanya komunitas Bengali, saja yang tertarik mendirikan masjid kedua, imigran dari Maroko, Pakistan, India juga urunan. Hasilnya pada 2017 mereka menyewa ruangan lantai dasar 1000 meter persergi di pusat bisnis Los Cristianos yang hanya 200 meter dari terminal bus. "Jadilah masjid ini terbesar di Los Cristianos," kata dia.
Seperti Masjid Muhsinin, operasional masjid dibiayai dari infak dan sadaqah jamaah. Tapi pengeluaran Masjid As Suna tergolong besar saban bulannya karena mesti membayar uang sewa. Paling tidak butuh 2.000 Euro setiap bulan yang harus dikumpulkan Amir dan rekan rekan untuk mempertahankan masjid itu.
"2000 Euro itu sudah termasuk gaji imam masjid, listrik, air, telepon dan sewa ruangan itu," kata dia.
Dengan berdirinya dua masjid itu di kota itu, juga sangat membantu umat Islam yang berstatus karyawan. Sebab jam kerja di Tenerife dan juga wilayah kerajaamn Spanyol lainnya mulai pukul 9 pagi hingga 5 sore dan jam istrahat pukul 12.00-13.00. Tentunya salat Jumat pukul 13.30 tidak menguntungkan umat. Sehingga dibuat kebijakan untuk membedakan waktu salat Jumat. Untuk Masjid Assuna yang jaraknya hanya 1 kilometer dari Al Muhsinin itu pukul 13.30 dan untuk Masjid Al Muhsinin mulai pukul 14.30.
"Jadi bagi yang belum sempat salat Jumat pukul 13.30 bisa mendatangi Masjid Al Muhsinin pukul 14.30," kata dia.
Lebih maju dari muslim di Andalusia, Spanyol daratan, kedua masjid itu telah memiliki ruang madrasah di samping ruang utama masjid. "Anak-anak kami sudah dapat belajar mengaji dan bahasa Arab dengan bimbungan Imam Masjid Syeikh Ibrahim Marwani setiap malam Jumat, Sabtu dan Minggu," kata Ahmed.
Uniknya, setiap usai salat Jumat di Masjid Muhsinin, jamah dan warga lokal tergolong miskin dapat menghadiri makan siang gratis di ruang Madrasah Al Muhsinin. Tentunya hidangan yang disajikan khas Maroko.
Tak heran, beberapa penduduk warga lokal mulai tertarik satu persatu memeluk agam Islam . Paling tidak 10 orang menjadi muallaf setiap tahunnya. "Kalau kau datang dua minggu lalu, kita bisa menyaksikan sahadat wanita asli Spanyol di masjid ini," kata Ahmed. (
)
Tulisan ini dikirim oleh Abdul Aziz
Karena maraknya wisatawan, maka bisnis kuliner juga tumbuh pesat di kawasan itu. Di sinilah magnet bagi imigran dari India, Pakistan, Bangladesh, Sinegal dan Maroko. Selain menjadi pekerja di sektor pariwisata dan perkebunan pisang, banyak juga imigran itu yang telah sukses membangun usaha sendiri seperti mendirikan rumah makan di kawasan wisata. (
Baca Juga
Pada titik itulah, komunitas Islam mulai tumbuh dan terus berkembang. Seperti diceritakan oleh Amir Husein, Presiden Masjid As Suna Los Crostianos, Tenerife, Canaria bahwa gelombang imigran itu dimulai pertengahan 1990-an."Seperti di KotaLos Crostianos dan sekitarnya ada enam masjid karena di sini pusat pariwisata dan kesempatan untuk mencari uang bagi imigran," katanya.
Amir Husein menuturkan, di Los Cristianos dipenuhi turis hingga 80% dari total populasinya. Tujuh masjid yang dimaksud adalah Al Muhsinin yang merupakan masjid pertama di pulau Tenerife, As Suna masjid terbesar di Tenerife, Atattwa, Assidik, Nour, Al Karama. "Jadi Total Masjid di Tenerife saat ini 11. Sedangkan umat Islam telah mencapai 20.000," ungkapnya.
Selain itu, kata dia, kawasan Santiago Del Tiede yang menjadi tujuan wisata alam juga terdapat tiga masjid yakni Masjid Arrahma, El Kods dan Al Huda. Di pulau ini kata dia, masih ada dua masjid lagi yakni di Ibu Kota Tenerife, Santa Cruz dan La Orotova. "Tapi kedua masjid itu tidak besar hanya menyewa ruang apartemen. Kita tahu di Santa Cruz pusat pemerintahan sehingga tidak banyak turis di sana," jelas Amir yang sehari-hari membuka rumah makan di Las Americas, kawasan wisata 10 KM dari Los Cristianos.
Tumbuh berkembangnya komunitas Islam di pulau di tengah Atlantik Utara tersebut telah dirintis sejak akhir tahun 1970-an. Saat itu baru baru hitungan jari jumlah muslim di sana. Seperti diceritakan oleh sesepuh muslim di Tenerife Ahmed Al Lal. Presiden yang juga pendiri Masjid Al Muhsinin, Los Cristianos, Tenerife, Kepulauan Canaria ini menceritakan bahwa Spanyol datang dari Maroko pada tahun 1978.
"Saat itu usia saya baru menginjak 21 tahun, hanya ada 100 orang Islam yang saya kenal," kisahnya. ( )
Namun, masih menurut Ahmed, umat Islam di Tenerife hanya melakukan ibadah salat di rumahnya masing-masing. Kondisi itu berlangsung sampai tahun 1999. "Saya dan sembilan orang lainnya salah satunya Syeikh dari Maroko mulai merintis menyewa ruangan untuk dijadikan masjid," kata dia.
Tentu saja diperlukan perubahan ijin peruntukan dari ruang bisnis menjadi masjid . "Sulit juga memang awalnya sebab tidak ada yang mengenal Islam dengan baik. Kalaupun tahu mereka hanya tahu dari sudut pandang ‘berita dari televisi’ yang cenderung dengan propaganda negetaif," jelasnya.
Tapi 10 orang itu tidak menyerah begitu saja, garasi rumah salah satu muslim dipakai sebagai masjid. Letaknya hanya 150 meter dari Pantai Los Cristianos. "Untuk mendapatkan ijin menjadi masjid terus kami upayakan, sehingga ditinjaulah oleh pegawai pemerintah Kota Tenerife. Saat dia datang kami sedang Salat Zuhur dengan pintu tertutup. Petugas itu hanya melihat puluhan pasang sepatu dipintu dan diipotret oleh mereka,” kata dia.
Setelah itu mereka berkesimpulan masjid itu hanya deretan sepatu di luar pintu dengan kondisi tenang. "Usai Survei itu, ijin peruntukan turun," tuturnya.
Setelah mendapat ijin, dia dan rekan rekannya aktif memberitahu imigran muslim lainnya yang mulai menyemut. Karena jamaah tidak tertampung lagi, Ahmed dan kawan-kawannya kemudian menyewa ruangan di kawasan apartemen di pusat kota Los Crostianos. "Tapi tempat kedua itu tidak kondusif," kata dia.
Sambil beribadah, umat Islam mengumpulkan sadaqah untuk membeli ruangan seluas 700 meter persegi di lantai dasar apartemen Comodoro di jalan Juan Carlos No 30. "Jadi tempat ini sudah menjadi milik umat Islam sejak tahun 2000 dan menjadi masjid pertama di Tenerife," kata dia.
Rupanya, imigran dari Maroko, Bangladesh, Pakistan, Tunisia, Senegal dan India terus berdatangan ke pulau ini. Sehingga jumlah umat Islam pun kian bertambah. Seiring dengan itu, kebutuhan akan ruangan untuk beribadah juga mendesak. Sehingga pada tahun 2013, komunitas Bengali yakni Imigran dari Bangladesh yang saat itu berjumlah 150 orang mulai merintis pembukaan ruangan baru untuk masjid .
"Tahun 2013 kami merubah garasi menjadi masjid dengan nama As Suna," kata Amir Husein.
Tak hanya komunitas Bengali, saja yang tertarik mendirikan masjid kedua, imigran dari Maroko, Pakistan, India juga urunan. Hasilnya pada 2017 mereka menyewa ruangan lantai dasar 1000 meter persergi di pusat bisnis Los Cristianos yang hanya 200 meter dari terminal bus. "Jadilah masjid ini terbesar di Los Cristianos," kata dia.
Seperti Masjid Muhsinin, operasional masjid dibiayai dari infak dan sadaqah jamaah. Tapi pengeluaran Masjid As Suna tergolong besar saban bulannya karena mesti membayar uang sewa. Paling tidak butuh 2.000 Euro setiap bulan yang harus dikumpulkan Amir dan rekan rekan untuk mempertahankan masjid itu.
"2000 Euro itu sudah termasuk gaji imam masjid, listrik, air, telepon dan sewa ruangan itu," kata dia.
Dengan berdirinya dua masjid itu di kota itu, juga sangat membantu umat Islam yang berstatus karyawan. Sebab jam kerja di Tenerife dan juga wilayah kerajaamn Spanyol lainnya mulai pukul 9 pagi hingga 5 sore dan jam istrahat pukul 12.00-13.00. Tentunya salat Jumat pukul 13.30 tidak menguntungkan umat. Sehingga dibuat kebijakan untuk membedakan waktu salat Jumat. Untuk Masjid Assuna yang jaraknya hanya 1 kilometer dari Al Muhsinin itu pukul 13.30 dan untuk Masjid Al Muhsinin mulai pukul 14.30.
"Jadi bagi yang belum sempat salat Jumat pukul 13.30 bisa mendatangi Masjid Al Muhsinin pukul 14.30," kata dia.
Lebih maju dari muslim di Andalusia, Spanyol daratan, kedua masjid itu telah memiliki ruang madrasah di samping ruang utama masjid. "Anak-anak kami sudah dapat belajar mengaji dan bahasa Arab dengan bimbungan Imam Masjid Syeikh Ibrahim Marwani setiap malam Jumat, Sabtu dan Minggu," kata Ahmed.
Uniknya, setiap usai salat Jumat di Masjid Muhsinin, jamah dan warga lokal tergolong miskin dapat menghadiri makan siang gratis di ruang Madrasah Al Muhsinin. Tentunya hidangan yang disajikan khas Maroko.
Tak heran, beberapa penduduk warga lokal mulai tertarik satu persatu memeluk agam Islam . Paling tidak 10 orang menjadi muallaf setiap tahunnya. "Kalau kau datang dua minggu lalu, kita bisa menyaksikan sahadat wanita asli Spanyol di masjid ini," kata Ahmed. (
Baca Juga
Tulisan ini dikirim oleh Abdul Aziz
(rhs)