Konspirasi Yahudi: Perjanjian Versailles dan Kisah Tragis Roza Luxemburg
loading...
A
A
A
Tujuannya ialah untuk melumpuhkan kapal-kapal sekutu, meskipun untuk itu Jerman akan kehilangan sebagian besar kapal perangnya. Setelah itu, Jerman akan mengadakan serangan udara di pantai-pantai Inggris yang tidak terlindung oleh armada sekutu.
Para penyebar kabar burung itu terus melakukan agitasi kasak-kusuk, dan mengadakan api pembangkangan dengan dalih, bahwa rencana serbuan gila seperti itu sama saja dengan bunuh diri secara konyol, dan akan mengakibatkan kehancuran fatal.
Desas-desus itu terutama difokuskan pada bayangan yang mengerikan yang akan terjadi, apabila saat itu pesawat sekutu menjatuhkan bom-bom kimia paling modern terhadap pasukan Jerman. Maka nasib pasukan Jerman sudah bisa dibayangkan.
Desas-desus itu mencapai puncaknya, ketika para agitator mengumumkan secara terbuka dari atas kapal Jerman, tentang satu-satunya jalan untuk menyelamatkan diri dari nasib yang bakal menimpa, apabila panglima angkatan bersenjata meneruskan rencana serbuan itu.
Pada tanggal 3 November angkatan laut Jerman benar-benar mengeluarkan pernyataan pembangkangan terhadap panglima tertinggi angkatan bersenjata.
Kemudian disusul oleh pembangkangan unit armada kapal selam pada tanggal 7 November, yang sedang berada dalam perjalanan menuju arah front Barat. Tiba-tiba tersiar desas-desus yang lain, bahwa mereka sedang berjalan pergi untuk melarikan diri dari misi serbuan bunuh diri yang didesas-desuskan itu.
Pada saat yang sama di Jerman terjadi kekacauan besar di berbagai pabrik amunisi dan senjata, yang menyebabkan macetnya produksi. Sejumlah orang keluar untuk menyebarluaskan tuntutan, agar Jerman menyerah kepada sekutu.
Perkembangan selanjutnya makin bertambah kacau dan keruh, sehingga Kaisar Jerman terpaksa turun tahta pada tanggal 9 November 1918. Kemudian segera berdiri sebuah pemerintahan Republik Sosialis. Langkah pertama yang dilakukan adalah menandatangani gencatan senjata, hanya beberapa hari berselang kemudian, yaitu pada tanggal 11 November 1918.
Akan tetapi, kerusuhan itu tidak juga kunjung reda. Bahkan kali ini banyak orang bertambah sengit menentang tokoh-tokoh Republik Sosialis.
Roza Luxemburg telah memainkan kartu pentingnya, ketika ia mengajukan persyaratan kepada pemerintahan Republik Sosialis, untuk melepas angkatan bersenjata dan menggantikan panglimanya, sebagai imbalan untuk meredakan kerusuhan.
Namun ketika Jerman tidak lagi mengandalkan pasukan regulernya yang mampu menumpas kerusuhan dan kekacauan, Roza Luxemburg beserta kelompoknya kembali memihak kaum republik sosialis dan bergabung ke dalamnya.
Kemudian mereka mengeluarkan pengumuman tentang revolusi di kota Berlin pada bulan Januari 1919, dan berhasil merebut kekuasaan bersama para pendukungnya, yang mayoritas adalah orang Yahudi.
Lenin dan Trotsky
Namun revolusi ini sempat menimbulkan dampak ke luar yang tidak disangka-sangka. Di Moskow terjadi perpecahan tajam antara dua tokoh revolusi Komunis Rusia, yaitu Lenin dan Trotsky.
Lenin menolak mentah-mentah membantu Roza Luxemburg, sedang Trotsky bersedia membantu dengan segala kekuatan yang dimiliki Uni Sovyet Rusia.
Penolakan Lenin itu menjadi faktor penentu bagi perkembangan selanjutnya. Roza dan kawan-kawan Yahudinya menjadi terisolir. Sementara kaum nasionalis Jerman bangkit untuk menyerang Roza dan para pendukungnya.
Mereka dikejar-kejar, dan terjadilah pembantaian besar-besaran atas orang Yahudi. Seorang kolonel muda dari angkatan bersenjata Jerman berhasil menangkap Roza beserta pembantu utamanya Kari Lickenht.
Para penyebar kabar burung itu terus melakukan agitasi kasak-kusuk, dan mengadakan api pembangkangan dengan dalih, bahwa rencana serbuan gila seperti itu sama saja dengan bunuh diri secara konyol, dan akan mengakibatkan kehancuran fatal.
Desas-desus itu terutama difokuskan pada bayangan yang mengerikan yang akan terjadi, apabila saat itu pesawat sekutu menjatuhkan bom-bom kimia paling modern terhadap pasukan Jerman. Maka nasib pasukan Jerman sudah bisa dibayangkan.
Desas-desus itu mencapai puncaknya, ketika para agitator mengumumkan secara terbuka dari atas kapal Jerman, tentang satu-satunya jalan untuk menyelamatkan diri dari nasib yang bakal menimpa, apabila panglima angkatan bersenjata meneruskan rencana serbuan itu.
Pada tanggal 3 November angkatan laut Jerman benar-benar mengeluarkan pernyataan pembangkangan terhadap panglima tertinggi angkatan bersenjata.
Kemudian disusul oleh pembangkangan unit armada kapal selam pada tanggal 7 November, yang sedang berada dalam perjalanan menuju arah front Barat. Tiba-tiba tersiar desas-desus yang lain, bahwa mereka sedang berjalan pergi untuk melarikan diri dari misi serbuan bunuh diri yang didesas-desuskan itu.
Pada saat yang sama di Jerman terjadi kekacauan besar di berbagai pabrik amunisi dan senjata, yang menyebabkan macetnya produksi. Sejumlah orang keluar untuk menyebarluaskan tuntutan, agar Jerman menyerah kepada sekutu.
Perkembangan selanjutnya makin bertambah kacau dan keruh, sehingga Kaisar Jerman terpaksa turun tahta pada tanggal 9 November 1918. Kemudian segera berdiri sebuah pemerintahan Republik Sosialis. Langkah pertama yang dilakukan adalah menandatangani gencatan senjata, hanya beberapa hari berselang kemudian, yaitu pada tanggal 11 November 1918.
Akan tetapi, kerusuhan itu tidak juga kunjung reda. Bahkan kali ini banyak orang bertambah sengit menentang tokoh-tokoh Republik Sosialis.
Roza Luxemburg telah memainkan kartu pentingnya, ketika ia mengajukan persyaratan kepada pemerintahan Republik Sosialis, untuk melepas angkatan bersenjata dan menggantikan panglimanya, sebagai imbalan untuk meredakan kerusuhan.
Namun ketika Jerman tidak lagi mengandalkan pasukan regulernya yang mampu menumpas kerusuhan dan kekacauan, Roza Luxemburg beserta kelompoknya kembali memihak kaum republik sosialis dan bergabung ke dalamnya.
Kemudian mereka mengeluarkan pengumuman tentang revolusi di kota Berlin pada bulan Januari 1919, dan berhasil merebut kekuasaan bersama para pendukungnya, yang mayoritas adalah orang Yahudi.
Lenin dan Trotsky
Namun revolusi ini sempat menimbulkan dampak ke luar yang tidak disangka-sangka. Di Moskow terjadi perpecahan tajam antara dua tokoh revolusi Komunis Rusia, yaitu Lenin dan Trotsky.
Lenin menolak mentah-mentah membantu Roza Luxemburg, sedang Trotsky bersedia membantu dengan segala kekuatan yang dimiliki Uni Sovyet Rusia.
Penolakan Lenin itu menjadi faktor penentu bagi perkembangan selanjutnya. Roza dan kawan-kawan Yahudinya menjadi terisolir. Sementara kaum nasionalis Jerman bangkit untuk menyerang Roza dan para pendukungnya.
Mereka dikejar-kejar, dan terjadilah pembantaian besar-besaran atas orang Yahudi. Seorang kolonel muda dari angkatan bersenjata Jerman berhasil menangkap Roza beserta pembantu utamanya Kari Lickenht.