Kebiadaban Israel: Ketika Nasib Jutaan Warga Palestina Ditentukan Netanyahu dan Biden
loading...
A
A
A
Kedengarannya sulit dipercaya, tampaknya nasib jutaan warga Palestina akan terus ditentukan hanya oleh dua orang: Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden AS Joe Biden .
Demikian ditulis Dr Alain Gabon, Associate Professor Studi Perancis dan ketua Departemen Bahasa & Sastra Asing di Virginia Wesleyan University di Virginia Beach, AS.
Dalam artikel berjudul "War on Gaza: Israel's eight methods of genocide" yang dilansir Middle East Eye atau MEE, Alain Gabon menjelaskan kini memasuki bulan ketiga, serangan Israel di Gaza . Tindakan brural itu telah menyebabkan kerusakan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap manusia, infrastruktur dan habitat.
"Tindakan Israel ini tampaknya tidak dapat dihentikan," tuturnya.
Tekanan AS agar Israel membatasi korban sipil maupun retorika negara-negara Arab – yang bahkan tidak bisa menyepakati tindakan bersama, seperti embargo minyak atau pemutusan hubungan diplomatik formal untuk sementara – tidak berhasil menghentikan, atau bahkan memoderasi, kebiadaban Israel itu.
Resolusi PBB dan protes massal global juga terbukti tidak efektif. "Kedengarannya sulit dipercaya, tampaknya nasib jutaan warga Palestina akan terus ditentukan hanya oleh dua orang: Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden AS Joe Biden," ujarnya.
Israel telah menyatakan bahwa serangannya atas Palestina akan berlangsung selama beberapa bulan lagi, mungkin tanpa periode gencatan senjata tambahan, tanpa peduli berapa orang Palestina yang tewas. Israel meningkatkan serangannya sejak gencatan senjata singkat di bulan November.
Tidak diragukan lagi bahwa Israel telah melakukan serangkaian kejahatan perang. Hal ini tidak mengherankan bagi sebuah negara yang, selama beberapa dekade, telah mengembangkan dan memupuk kebiasaan tersebut – terlebih lagi jika kita mengingat bahwa Israel didirikan atas dasar pembersihan etnis.
Gabon mengatakan kejahatan perang, diskriminasi terhadap non-Yahudi, dan penghinaan terhadap hukum internasional telah menjadi bagian utama dari DNA Israel sejak negara ini didirikan pada tahun 1948, dan bahkan sebelumnya, jika kita mengingat paramiliter Zionis seperti Irgun dan Haganah. Namun kini terdapat perdebatan mengenai apakah pembantaian yang dilakukan Israel telah mencapai tingkat genosida dalam pengertian hukum.
Demikian ditulis Dr Alain Gabon, Associate Professor Studi Perancis dan ketua Departemen Bahasa & Sastra Asing di Virginia Wesleyan University di Virginia Beach, AS.
Dalam artikel berjudul "War on Gaza: Israel's eight methods of genocide" yang dilansir Middle East Eye atau MEE, Alain Gabon menjelaskan kini memasuki bulan ketiga, serangan Israel di Gaza . Tindakan brural itu telah menyebabkan kerusakan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap manusia, infrastruktur dan habitat.
"Tindakan Israel ini tampaknya tidak dapat dihentikan," tuturnya.
Tekanan AS agar Israel membatasi korban sipil maupun retorika negara-negara Arab – yang bahkan tidak bisa menyepakati tindakan bersama, seperti embargo minyak atau pemutusan hubungan diplomatik formal untuk sementara – tidak berhasil menghentikan, atau bahkan memoderasi, kebiadaban Israel itu.
Resolusi PBB dan protes massal global juga terbukti tidak efektif. "Kedengarannya sulit dipercaya, tampaknya nasib jutaan warga Palestina akan terus ditentukan hanya oleh dua orang: Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden AS Joe Biden," ujarnya.
Israel telah menyatakan bahwa serangannya atas Palestina akan berlangsung selama beberapa bulan lagi, mungkin tanpa periode gencatan senjata tambahan, tanpa peduli berapa orang Palestina yang tewas. Israel meningkatkan serangannya sejak gencatan senjata singkat di bulan November.
Tidak diragukan lagi bahwa Israel telah melakukan serangkaian kejahatan perang. Hal ini tidak mengherankan bagi sebuah negara yang, selama beberapa dekade, telah mengembangkan dan memupuk kebiasaan tersebut – terlebih lagi jika kita mengingat bahwa Israel didirikan atas dasar pembersihan etnis.
Gabon mengatakan kejahatan perang, diskriminasi terhadap non-Yahudi, dan penghinaan terhadap hukum internasional telah menjadi bagian utama dari DNA Israel sejak negara ini didirikan pada tahun 1948, dan bahkan sebelumnya, jika kita mengingat paramiliter Zionis seperti Irgun dan Haganah. Namun kini terdapat perdebatan mengenai apakah pembantaian yang dilakukan Israel telah mencapai tingkat genosida dalam pengertian hukum.
(mhy)