Pra Islam: Ketika Orang-Orang Arab Menjadi Penyekat antara Romawi dan Persia
loading...
A
A
A
Pada masa pra-Islam, orang-orang Arab sudah banyak merantau ke Syam dan ke Irak . Mereka menetap di wilayah tersebut, terutama di perbatasan daerah-daerah pemukiman Irak dan Syam.
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Abu Bakr As-Siddiq" yang diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah (PT Pustaka Litera AntarNusa, 1987) mengatakan orang-orang Arab yang migrasi ke Syam dan Irak ini akhirnya mendirikan pemerintahan sendiri.
Mereka berhimpun dalam dua keamiran (kedaulatan) Arab yakni keamiran Banu Lakhm dan keamiran Banu Gassan. Dua keemiran inilah nantinya yang banyak berjasa dalam perluasan dan kedaulatan Islam pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq .
Migrasi orang-orang Arab dari selatan ke utara itu terjadi sejak sebelum pecahnya bendungan Ma'rib dan sebelum Romawi mengalihkan jalur perdagangannya dari darat ke laut.
Migrasi ini sebenarnya sudah ada jauh sebelum terjadinya kedua peristiwa itu, dengan bahaya luar biasa yang harus mereka hadapi dalam kehidupan di negeri-negeri Arab itu.
Ahli-ahli geneanologi menyebutkan bahwa kabilah-kabilah yang suka berpindah-pindah itu sudah sering terjadi sejak sebelum kedatangan Islam. Sudah tentu kejadian ini berjalan sejak lama sekali.
Orang-orang Arab itu sudah saling mengadakan hubungan dagang dengan negeri-negeri tetangganya dengan membawa komoditas dari Timur Jauh ke Syam, Mesir dan Romawi . Demikian juga sebaliknya, mereka membawa komoditas itu dari Syam, Mesir dan Romawi ke Timur Jauh.
Perdagangan yang melintasi Semenanjung Arab ini melalui dua jalur: jalur Hadramaut ke Bahrain di Teluk Persia kemudian ke Syam, dan jalur Hadramaut ke Yaman, lalu Hijaz terus ke Syam. Makkah ketika itu berada di pertengahan jalur kedua itu.
Penduduk selatan terdiri atas orang-orang Hadramaut, Yaman, Oman dan Bahrain. Mereka itulah yang mula-mula sekali mengadakan hubungan dagang demikian, sebab mereka lebih maju dan lebih makmur daripada penduduk utara, karena tanah mereka yang subur serta hubungannya dengan Persia yang langsung.
Itu sebabnya, kebanyakan kabilah yang pindah ke Irak dan ke Syam dan menetap di sana itu dari kabilah-kabilah selatan.
Banu Gassan yang mendirikan kerajaannya di sebelah timur Syam dari suku Azd, yakni salah satu kabilah Oman yang masih keturunan Kahlan di Yaman.
Begitu juga kabilah-kabilah Quda'ah, Tanukh dan Kalb yang tinggal di perbatasan Syam masih keturunan Himyar di Yaman.
Menurut Haekal, sudah wajar bila kabilah-kabilah selatan itu akan menetap di Irak, karena Irak berdekatan dengan Hadramaut serta segala hubungannya dengan kabilah-kabilah Hanifah, Taglib dan sebagainya.
Beberapa suku dari kabilah-kabilah ini sejak dahulu kala sudah bermigrasi ke pedalaman Syam. Mereka tinggal di sana bebas dan jauh dari kekuasaan yang ada di daerah pemukiman Irak atau pemukiman Syam.
Setelah bendungan Ma'rib roboh kemudian jalur perdagangan terbagi antara jalan pedalaman dengan jalan laut, beberapa suku dan kabilah lain juga pindah ke Hijaz, kemudian sebagian suku ini pindah lagi ke Syam, mencari penghasilan yang lebih besar dan peradaban yang lebih menyenangkan daripada peradaban di pedalaman.
Persia dan Romawi
Kala itu, kekuasaan di Irak dan di Syam silih berganti antara kedua imperium Persia dan Romawi. Adakalanya Persia merebut Syam dari Romawi lalu digabung dengan Irak yang ada di bawah kekuasaannya.
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Abu Bakr As-Siddiq" yang diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah (PT Pustaka Litera AntarNusa, 1987) mengatakan orang-orang Arab yang migrasi ke Syam dan Irak ini akhirnya mendirikan pemerintahan sendiri.
Mereka berhimpun dalam dua keamiran (kedaulatan) Arab yakni keamiran Banu Lakhm dan keamiran Banu Gassan. Dua keemiran inilah nantinya yang banyak berjasa dalam perluasan dan kedaulatan Islam pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq .
Migrasi orang-orang Arab dari selatan ke utara itu terjadi sejak sebelum pecahnya bendungan Ma'rib dan sebelum Romawi mengalihkan jalur perdagangannya dari darat ke laut.
Migrasi ini sebenarnya sudah ada jauh sebelum terjadinya kedua peristiwa itu, dengan bahaya luar biasa yang harus mereka hadapi dalam kehidupan di negeri-negeri Arab itu.
Ahli-ahli geneanologi menyebutkan bahwa kabilah-kabilah yang suka berpindah-pindah itu sudah sering terjadi sejak sebelum kedatangan Islam. Sudah tentu kejadian ini berjalan sejak lama sekali.
Orang-orang Arab itu sudah saling mengadakan hubungan dagang dengan negeri-negeri tetangganya dengan membawa komoditas dari Timur Jauh ke Syam, Mesir dan Romawi . Demikian juga sebaliknya, mereka membawa komoditas itu dari Syam, Mesir dan Romawi ke Timur Jauh.
Perdagangan yang melintasi Semenanjung Arab ini melalui dua jalur: jalur Hadramaut ke Bahrain di Teluk Persia kemudian ke Syam, dan jalur Hadramaut ke Yaman, lalu Hijaz terus ke Syam. Makkah ketika itu berada di pertengahan jalur kedua itu.
Penduduk selatan terdiri atas orang-orang Hadramaut, Yaman, Oman dan Bahrain. Mereka itulah yang mula-mula sekali mengadakan hubungan dagang demikian, sebab mereka lebih maju dan lebih makmur daripada penduduk utara, karena tanah mereka yang subur serta hubungannya dengan Persia yang langsung.
Itu sebabnya, kebanyakan kabilah yang pindah ke Irak dan ke Syam dan menetap di sana itu dari kabilah-kabilah selatan.
Banu Gassan yang mendirikan kerajaannya di sebelah timur Syam dari suku Azd, yakni salah satu kabilah Oman yang masih keturunan Kahlan di Yaman.
Begitu juga kabilah-kabilah Quda'ah, Tanukh dan Kalb yang tinggal di perbatasan Syam masih keturunan Himyar di Yaman.
Menurut Haekal, sudah wajar bila kabilah-kabilah selatan itu akan menetap di Irak, karena Irak berdekatan dengan Hadramaut serta segala hubungannya dengan kabilah-kabilah Hanifah, Taglib dan sebagainya.
Beberapa suku dari kabilah-kabilah ini sejak dahulu kala sudah bermigrasi ke pedalaman Syam. Mereka tinggal di sana bebas dan jauh dari kekuasaan yang ada di daerah pemukiman Irak atau pemukiman Syam.
Setelah bendungan Ma'rib roboh kemudian jalur perdagangan terbagi antara jalan pedalaman dengan jalan laut, beberapa suku dan kabilah lain juga pindah ke Hijaz, kemudian sebagian suku ini pindah lagi ke Syam, mencari penghasilan yang lebih besar dan peradaban yang lebih menyenangkan daripada peradaban di pedalaman.
Persia dan Romawi
Kala itu, kekuasaan di Irak dan di Syam silih berganti antara kedua imperium Persia dan Romawi. Adakalanya Persia merebut Syam dari Romawi lalu digabung dengan Irak yang ada di bawah kekuasaannya.