UU Anti-Muslim India: Orang Islam Tak Akan Pernah Memiliki Hak yang Sama

Senin, 18 Maret 2024 - 02:00 WIB
loading...
UU Anti-Muslim India:...
Demo UU anti-Muslim di India. Foto/Ilustrasi: al Jazeera
A A A
Apoorvanand mengatakan Pemerintah Partai Bharatiya Janata (BJP) mengeluarkan undang-undang Anti-Muslim bukan untuk membantu kelompok minoritas yang teraniaya, namun untuk meyakinkan basisnya bahwa umat Islam tidak akan pernah memiliki hak yang sama dengan umat Hindu di bawah pemerintahannya.

Kolomnis Al Jazeera yang adalah mengajar bahasa Hindi di Universitas Delhi ini menyebut India selangkah lebih dekat untuk meresmikan dirinya sebagai negara mayoritas dengan diumumkannya peraturan untuk menerapkan Undang-Undang Amandemen Kewarganegaraan (CAA), yang disahkan pada tahun 2019 dengan banyak kontroversi.

"Ini adalah satu lagi langkah pemerintah India yang dipimpin oleh BJP yang menganut supremasi Hindu untuk mengobarkan api komunal yang sedang membara," tulisnya dalam artikel berjudul "India’s Citizenship Amendment Act is a devious anti-Muslim dog whistle" yang dilansir al Jazeera pada 15 Maret 2024.



Langkah ini telah menghidupkan kembali perdebatan mengenai tujuan dari UU itu sendiri.

Disahkan pada tahun 2019, CAA dikritik oleh para ahli hukum dan pihak lain karena bersifat diskriminatif terhadap komunitas tertentu, terutama Muslim.

Undang-undang tersebut mengklaim memberikan jalur yang lebih cepat untuk mendapatkan kewarganegaraan India bagi umat Hindu, Sikh, Kristen, Jain, Budha, dan kelompok minoritas lainnya yang datang ke India secara ilegal dari Pakistan, Bangladesh, dan Afghanistan.

Absennya umat Islam dalam daftar ini telah menyebabkan kemarahan dan ketegangan komunal sejak lahirnya UU tersebut.

Hal ini jelas merupakan pelanggaran terhadap Konstitusi India, yang menuntut semua orang diperlakukan setara di mata hukum. CAA mengubah konsep kewarganegaraan India dan menjadikannya berdasarkan agama. Hal ini membuka jalan baru menuju kewarganegaraan India bagi semua orang, kecuali umat Islam.

CAA adalah pengulangan ideologi BJP, yang menyatakan bahwa umat Islam tidak berada di India seperti halnya umat Hindu.



Pemerintah mengklaim bahwa dengan amandemen ini, pihaknya hanya berupaya membantu mereka yang harus meninggalkan ketiga negara tersebut karena penganiayaan agama.

Umat Islam tidak ada dalam daftar tersebut, karena diasumsikan bahwa umat Islam tidak dapat dianiaya secara agama di negara-negara mayoritas Muslim.

Namun para kritikus menyatakan bahwa komunitas Muslim seperti Hazara dan Ahmadi, yang tidak diragukan lagi menghadapi penganiayaan karena agama di tanah air mereka, tidak akan diabaikan, jika tujuannya adalah untuk membantu para korban penganiayaan karena agama di negara-negara tersebut.

Menarik juga bahwa amandemen tersebut bertujuan untuk membantu migran dari ketiga negara tersebut saja dan mengecualikan migran dari negara-negara seperti Sri Lanka, Myanmar dan Bhutan.

Banyak umat Hindu Tamil, yang harus meninggalkan Sri Lanka karena penganiayaan, mendekam di India sebagai pengungsi tanpa dukungan negara selama beberapa dekade.

Hal ini disebabkan karena India tidak memiliki kebijakan yang jelas mengenai pengungsi dan bahkan bukan negara penandatangan Kovenan Internasional tentang Pengungsi.

"Jadi pernyataan pemerintah mengenai empati terhadap orang-orang yang teraniaya di negara-negara tetangga terdengar hampa," ujar Apoorvanand.

(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2356 seconds (0.1#10.140)