Hadis tentang Amil dan Mualaf, Golongan yang Berhak Menerima Zakat
loading...
A
A
A
Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi dalam Kitab "Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Panduan Fiqih Lengkap" (Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, 2007M) mengutip Ibnu Katsir menyebutkan beberapa hadis yang berkaitan dengan 8 golongan yang berhak menerima zakat . Berikut ini adalah 2 diantara 8 golongan tersebut, yakni amil zakat dan mualaf .
Amil Zakat
Mereka adalah petugas yang mengumpulkan dan menarik zakat. Mereka berhak menerima sejumlah harta zakat sebagai ganjaran atas kerja mereka dan tidak boleh mereka termasuk dari keluarga Rasulullah SAW yang diharamkan atas mereka memakan sedekah , sebagaimana yang diriwayatkan dalam Shahiih Muslim dari ‘Abdul Muththalib bin Rabi’ah bin al-Harits, bahwasanya ia dan al-Fadhl bin al-‘Abbas pergi menemui Rasulullah SAW untuk meminta agar mereka berdua dijadikan sebagai amil zakat, maka Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya zakat itu tidak halal bagi Muhammad dan keluarga Muhammad, karena ia sebenarnya adalah kotoran manusia.”[[Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 1664)], Shahiih Muslim (II/752, no. 1072), Sunan Abi Dawud (VII/205, no. 2969), Sunan an-Nasa-i (V/105)]
Muallaf (Orang-Orang Yang Dilunakkan Hatinya)
Mereka ada beberapa macam. Ada yang diberikan harta zakat agar mereka masuk Islam, sebagaimana Rasulullah SAW telah memberikan Shafwan bin Umayyah harta dari hasil rampasan perang Hunain, dan dia ikut berperang dalam keadaan masih musyrik, ia bercerita, “Rasulullah SAW tidak henti-hentinya memberiku harta rampasan hingga akhirnya beliau menjadi manusia yang paling aku cintai, padahal sebelum itu beliau adalah manusia yang paling aku benci.”[[Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 1588)], Shahiih Muslim (II/754, no. 1072 (168)), Sunan Abi Dawud (VIII/205-208, no. 2969), Sunan an-Nasa-i (V/ 105-106)]
Dan di antara mereka ada yang sengaja diberikan harta zakat agar mereka semakin bagus keislamannya dan semakin kuat hatinya dalam Islam, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW ketika perang Hunain, beliau memberikan seratus ekor unta kepada sekelompok pemuka kaum ath-Thulaqa’ (orang-orang kafir Quraisy yang tidak diperangi di saat penaklukan Makkah), kemudian beliau bersabda:
“Sesungguhnya aku memberi (harta) pada seseorang, padahal yang lainnya lebih aku cintai daripadanya, hanya saja aku takut Allah akan memasukkannya ke dalam Neraka.”[Muttafaq ‘alaihi: Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (I/79, no. 27), Shahiih Muslim (I/132, no. 150), Sunan Abi Dawud (XII/440, no. 4659), Sunan an-Nasa-i (VIII/103)].
Dalam ash-Shahiihain diriwayatkan dari Abu Sa’id, bahwasanya ‘Ali menyerahkan kepada Rasulullah SAW emas mentah batangan dari Yaman, kemudian beliau membagikannya kepada empat orang, al-Aqra’ bin Habis, ‘Uyainah bin Badar, ‘Alqamah bin ‘Ulatsah dan Zaid al-Khair, lalu beliau bersabda, “Aku ingin melunakkan hati mereka.”[Muttafaq ‘alaihi: Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (VIII/67, no. 4351), Sha-hiih Muslim (II/741, no. 1064), Sunan Abi Dawud (XIII/109, no. 4738)].
Di antara mereka ada yang diberikan zakat dengan maksud agar orang-orang yang seperti mereka ikut masuk Islam. Juga ada yang diberikan harta zakat supaya nantinya bisa mengumpulkan harta zakat dari orang-orang yang setelahnya atau untuk mencegah bahaya dari beberapa negeri terhadap kaum muslimin.
Allaahu a’lam.
Apakah harta zakat masih diberikan kepada orang-orang yang dilunakkan hatinya setelah Rasulullah SAW meninggal?
Ibnu Katsir berkata, “Dalam masalah ini terjadi perbedaan pendapat:
Diriwayatkan dari ‘Umar, ‘Amir, Sya’bi dan sejumlah ulama lainnya, bahwasanya mereka tidak diberikan harta zakat setelah Rasulullah SAW wafat, karena Islam dan kaum muslimin telah jaya dan mereka telah menguasai beberapa negara, serta telah ditundukkan bagi mereka banyak kaum.
Dan pendapat yang lain mengatakan bahwasanya mereka tetap berhak menerima zakat, karena Rasulullah SAW tetap memberikan mereka zakat setelah penaklukan Makkah dan Hawazin. Dan perkara ini terkadang dibutuhkan sehingga harta zakat diberikan kepada mereka.”
Amil Zakat
Mereka adalah petugas yang mengumpulkan dan menarik zakat. Mereka berhak menerima sejumlah harta zakat sebagai ganjaran atas kerja mereka dan tidak boleh mereka termasuk dari keluarga Rasulullah SAW yang diharamkan atas mereka memakan sedekah , sebagaimana yang diriwayatkan dalam Shahiih Muslim dari ‘Abdul Muththalib bin Rabi’ah bin al-Harits, bahwasanya ia dan al-Fadhl bin al-‘Abbas pergi menemui Rasulullah SAW untuk meminta agar mereka berdua dijadikan sebagai amil zakat, maka Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ الصَّدَقَةَ لاَتَحِلُّ لِمُحَمَّدٍ وَلاَ ِلآلِ مُحَمَّدٍ, إِنَّمَا هِيَ أَوْسَاخُ النَّاسِ.
“Sesungguhnya zakat itu tidak halal bagi Muhammad dan keluarga Muhammad, karena ia sebenarnya adalah kotoran manusia.”[[Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 1664)], Shahiih Muslim (II/752, no. 1072), Sunan Abi Dawud (VII/205, no. 2969), Sunan an-Nasa-i (V/105)]
Muallaf (Orang-Orang Yang Dilunakkan Hatinya)
Mereka ada beberapa macam. Ada yang diberikan harta zakat agar mereka masuk Islam, sebagaimana Rasulullah SAW telah memberikan Shafwan bin Umayyah harta dari hasil rampasan perang Hunain, dan dia ikut berperang dalam keadaan masih musyrik, ia bercerita, “Rasulullah SAW tidak henti-hentinya memberiku harta rampasan hingga akhirnya beliau menjadi manusia yang paling aku cintai, padahal sebelum itu beliau adalah manusia yang paling aku benci.”[[Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 1588)], Shahiih Muslim (II/754, no. 1072 (168)), Sunan Abi Dawud (VIII/205-208, no. 2969), Sunan an-Nasa-i (V/ 105-106)]
Dan di antara mereka ada yang sengaja diberikan harta zakat agar mereka semakin bagus keislamannya dan semakin kuat hatinya dalam Islam, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW ketika perang Hunain, beliau memberikan seratus ekor unta kepada sekelompok pemuka kaum ath-Thulaqa’ (orang-orang kafir Quraisy yang tidak diperangi di saat penaklukan Makkah), kemudian beliau bersabda:
Baca Juga
إِنِّي َلأُعْطِيَ الرَّجُلَ، وَغَيْرَهُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْهُ, خَشْيَةَ أَنْ يَكُبَّهُ اللهُ عَلَى وَجْهِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ.
“Sesungguhnya aku memberi (harta) pada seseorang, padahal yang lainnya lebih aku cintai daripadanya, hanya saja aku takut Allah akan memasukkannya ke dalam Neraka.”[Muttafaq ‘alaihi: Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (I/79, no. 27), Shahiih Muslim (I/132, no. 150), Sunan Abi Dawud (XII/440, no. 4659), Sunan an-Nasa-i (VIII/103)].
Dalam ash-Shahiihain diriwayatkan dari Abu Sa’id, bahwasanya ‘Ali menyerahkan kepada Rasulullah SAW emas mentah batangan dari Yaman, kemudian beliau membagikannya kepada empat orang, al-Aqra’ bin Habis, ‘Uyainah bin Badar, ‘Alqamah bin ‘Ulatsah dan Zaid al-Khair, lalu beliau bersabda, “Aku ingin melunakkan hati mereka.”[Muttafaq ‘alaihi: Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (VIII/67, no. 4351), Sha-hiih Muslim (II/741, no. 1064), Sunan Abi Dawud (XIII/109, no. 4738)].
Di antara mereka ada yang diberikan zakat dengan maksud agar orang-orang yang seperti mereka ikut masuk Islam. Juga ada yang diberikan harta zakat supaya nantinya bisa mengumpulkan harta zakat dari orang-orang yang setelahnya atau untuk mencegah bahaya dari beberapa negeri terhadap kaum muslimin.
Allaahu a’lam.
Baca Juga
Apakah harta zakat masih diberikan kepada orang-orang yang dilunakkan hatinya setelah Rasulullah SAW meninggal?
Ibnu Katsir berkata, “Dalam masalah ini terjadi perbedaan pendapat:
Diriwayatkan dari ‘Umar, ‘Amir, Sya’bi dan sejumlah ulama lainnya, bahwasanya mereka tidak diberikan harta zakat setelah Rasulullah SAW wafat, karena Islam dan kaum muslimin telah jaya dan mereka telah menguasai beberapa negara, serta telah ditundukkan bagi mereka banyak kaum.
Dan pendapat yang lain mengatakan bahwasanya mereka tetap berhak menerima zakat, karena Rasulullah SAW tetap memberikan mereka zakat setelah penaklukan Makkah dan Hawazin. Dan perkara ini terkadang dibutuhkan sehingga harta zakat diberikan kepada mereka.”
(mhy)