Jadi Khatib Idulfitri? Jangan Lupa Beberapa Sunah Nabi Berikut Ini
loading...
A
A
A
Setelah menunaikan Salat Id , khatib segera melangkah menuju mimbar untuk memberikan khotbah . Ini adalah saat di mana khatib, atau penceramah, memperkuat makna ibadah yang baru saja dilaksanakan dengan memberikan panduan, nasihat , dan dorongan kepada jamaah.
Berikut beberapa Sunah Nabi SAW yang dianjurkan dalam prosesi khotbah Idul Fitri:
Hanya Satu Kali Khotbah
Laman PP Muhammadiyah menyebutkan khotbah ini hanya disampaikan satu kali, tanpa diselingi dengan duduk antara dua khotbah. Praktik ini sesuai dengan tuntunan yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW , sebagaimana yang tertera dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Sa‘id al-Khudri.
“Diriwayatkan dari Abu Sa‘id al-Khudri bahwa ia berkata: Rasulullah SAW keluar pada hari raya Idulfitri dan Iduladha menuju lapangan tempat salat, maka hal pertama yang dia lakukan adalah salat, kemudian manakala selesai beliau berdiri menghadap orang banyak yang tetap duduk dalam saf-saf mereka, lalu Nabi SAW menyampaikan nasihat dan pesan-pesan dan perintah kepada mereka; lalu jika beliau hendak memberangkatkan angkatan perang atau hendak memerintahkan sesuatu beliau laksanakan, kemudian lalu beliau pulang.” [HR Muttafaq ‘alaih, dan ini lafal al-Bukhari].
Dalam hadis di atas disebutkan bahwa Rasulullah SAW selalu keluar pada Idulfitri dan Iduladha menuju lapangan tempat pelaksanaan salat. Setelah menyelesaikan salat, beliau berdiri menghadap orang banyak yang tetap duduk dalam barisan mereka, untuk menyampaikan nasihat, pesan-pesan, dan perintah kepada mereka. Jika beliau hendak memberangkatkan angkatan perang atau hendak memerintahkan sesuatu, beliau akan melaksanakannya sebelum pulang.
Dari hadis ini, tergambar dengan jelas bahwa setelah menunaikan Salat ‘Id, Nabi SAW langsung memberikan khutbah tanpa adanya istirahat atau duduk di antara dua khotbah. Praktik ini menjadi contoh yang diikuti oleh umat Muslim dalam menjalankan ibadah Salat ‘Id hingga saat ini.
Khotbah Dimulai dengan Tahmid
Khotbah ‘Id dimulai dengan tahmid (membaca al-hamdu lillah), bukan dengan takbir. Hal ini didasarkan pada hadis yang juga menggambarkan praktik Rasulullah SAW dalam memberikan khotbah pada Hari Raya.
Dalam hadis yang diriwayatkan dari Jabir, disebutkan bahwa Nabi SAW memulai salat pada Hari Raya tanpa adanya azan dan iqamat sebelum khotbah. Setelah menyelesaikan salat, beliau berdiri bersandar kepada Bilal, lalu memulai dengan tahmid dan memuji Allah, serta memberikan nasihat, peringatan, dan dorongan kepada jamaah untuk patuh kepada-Nya.
“Diriwayatkan dari Jabir bahwa ia berkata: Saya menghadiri salat pada suatu hari raya bersama Rasulullah SAW: sebelum khotbah beliau memulai dengan salat tanpa azan dan tanpa qamat. Lalu manakala selesai salat beliau berdiri dengan bersandar kepada Bilal. Lalu ia bertahmid dan memuji Allah, menyampaikan nasihat dan peringatan untuk jamaah, serta mendorong mereka supaya patuh kepada-Nya …” [HR. an-Nasa’i].
Dengan demikian, praktik memulai khotbah dengan tahmid menjadi bagian dari tuntunan yang diberikan oleh Nabi SAW kepada umatnya. Ini juga mencerminkan kesempurnaan kepatuhan terhadap sunnah Rasulullah Saw dalam menjalankan ibadah Hari Raya.
Takbir di Sela-sela Khotbah
Tidak hanya itu, dalam hadis yang diriwayatkan dari Sa‘ad al-Mu’adzdzin, disebutkan bahwa Nabi Saw melakukan takbir di sela-sela khotbah, bahkan beliau memperbanyak takbir dalam khotbah pada dua Hari Raya. Ini menunjukkan bahwa walaupun takbir diperbanyak dalam khotbah, namun khotbah dimulai dengan tahmid, sesuai dengan tuntunan yang telah ditetapkan oleh Nabi Saw.
“Diriwayatkan dari Sa‘ad al-Mu’adzdzin bahwa ia berkata: Nabi saw bertakbir di sela-sela khotbah, beliau memperbanyak takbir di dalam khotbah dua hari raya.” [HR. Ibnu Majah].
Khotbah Diakhiri dengan Doa dan Mengangkat Jari Telunjuk
Setelah memberikan khotbah pada Hari Raya, khotbah tersebut diakhiri dengan doa. Imam mengangkat tangan jari syahadat (telunjuk) tangan kanan, serupa dengan yang dilakukan dalam khotbah Jumat. Hal ini sesuai dengan tuntunan yang diberikan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Hushain.
“Diriwayatkan dari Hushain, bahwa Basyir bin Marwan mengangkat kedua tangannya pada khotbah Jumuah di atas mimbar, kemudian dimarahi oleh Amarah Ruwaibah ats-Tsaqafi dan berkata: Rasulullah saw tidak menambah ini, dengan mengisyaratkan jari telunjuknya.” [HR. an-Nasa’i].
Dalam hadis tersebut, disebutkan bahwa Basyir bin Marwan mengangkat kedua tangannya pada khotbah Jumuah di atas mimbar. Namun, ia kemudian dimarahi oleh Amarah Ruwaibah ats-Tsaqafi karena perbuatannya tersebut. Amarah menyatakan bahwa Rasulullah Saw tidak melakukan hal tersebut, melainkan hanya mengisyaratkan dengan jari telunjuknya.
Dari hadis ini, tergambar bahwa dalam mengakhiri khotbah, Rasulullah SAW tidak mengangkat kedua tangannya seperti dalam doa, melainkan hanya mengisyaratkan dengan jari telunjuknya. Praktik ini kemudian diikuti oleh umat Islam dalam melaksanakan khotbah, baik pada Hari Raya maupun pada khotbah Jumuah.
Dengan demikian, penutupan khotbah dengan doa dan mengangkat tangan jari syahadat merupakan bagian dari tuntunan Rasulullah SAW kepada umatnya. Ini juga menjadi momen terakhir dalam ibadah Salat Id di mana umat Muslim berdoa bersama-sama untuk memohon keberkahan dan rahmat dari Allah SWT.
Berikut beberapa Sunah Nabi SAW yang dianjurkan dalam prosesi khotbah Idul Fitri:
Hanya Satu Kali Khotbah
Laman PP Muhammadiyah menyebutkan khotbah ini hanya disampaikan satu kali, tanpa diselingi dengan duduk antara dua khotbah. Praktik ini sesuai dengan tuntunan yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW , sebagaimana yang tertera dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Sa‘id al-Khudri.
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَاْلأَضْحَى إِلَى الْمُصَلَّى فَأَوَّلُ شَيْءٍ يَبْدَأُ بِهِ الصَّلاَةُ ثُمَّ يَنْصَرِفُ فَيَقُومُ مُقَابِلَ النَّاسِ وَالنَّاسُ جُلُوسٌ عَلَى صُفُوفِهِمْ فَيَعِظُهُمْ وَيُوصِيهِمْ وَيَأْمُرُهُمْ فَإِنْ كَانَ يُرِيدُ أَنْ يَقْطَعَ بَعْثًا قَطَعَهُ أَوْ يَأْمُرَ بِشَيْءٍ أَمَرَ بِهِ ثُمَّ يَنْصَرِفُ. [متفق عليه واللفظ للبخاري]
“Diriwayatkan dari Abu Sa‘id al-Khudri bahwa ia berkata: Rasulullah SAW keluar pada hari raya Idulfitri dan Iduladha menuju lapangan tempat salat, maka hal pertama yang dia lakukan adalah salat, kemudian manakala selesai beliau berdiri menghadap orang banyak yang tetap duduk dalam saf-saf mereka, lalu Nabi SAW menyampaikan nasihat dan pesan-pesan dan perintah kepada mereka; lalu jika beliau hendak memberangkatkan angkatan perang atau hendak memerintahkan sesuatu beliau laksanakan, kemudian lalu beliau pulang.” [HR Muttafaq ‘alaih, dan ini lafal al-Bukhari].
Dalam hadis di atas disebutkan bahwa Rasulullah SAW selalu keluar pada Idulfitri dan Iduladha menuju lapangan tempat pelaksanaan salat. Setelah menyelesaikan salat, beliau berdiri menghadap orang banyak yang tetap duduk dalam barisan mereka, untuk menyampaikan nasihat, pesan-pesan, dan perintah kepada mereka. Jika beliau hendak memberangkatkan angkatan perang atau hendak memerintahkan sesuatu, beliau akan melaksanakannya sebelum pulang.
Dari hadis ini, tergambar dengan jelas bahwa setelah menunaikan Salat ‘Id, Nabi SAW langsung memberikan khutbah tanpa adanya istirahat atau duduk di antara dua khotbah. Praktik ini menjadi contoh yang diikuti oleh umat Muslim dalam menjalankan ibadah Salat ‘Id hingga saat ini.
Khotbah Dimulai dengan Tahmid
Khotbah ‘Id dimulai dengan tahmid (membaca al-hamdu lillah), bukan dengan takbir. Hal ini didasarkan pada hadis yang juga menggambarkan praktik Rasulullah SAW dalam memberikan khotbah pada Hari Raya.
Dalam hadis yang diriwayatkan dari Jabir, disebutkan bahwa Nabi SAW memulai salat pada Hari Raya tanpa adanya azan dan iqamat sebelum khotbah. Setelah menyelesaikan salat, beliau berdiri bersandar kepada Bilal, lalu memulai dengan tahmid dan memuji Allah, serta memberikan nasihat, peringatan, dan dorongan kepada jamaah untuk patuh kepada-Nya.
عَنْ جَابِرٍ قَالَ شَهِدْتُ الصَّلاَةَ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي يَوْمِ عِيدٍ فَبَدَأَ بِالصَّلاَةِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلاَ إِقَامَةٍ فَلَمَّا قَضَى الصَّلاَةَ قَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى بِلاَلٍ فَحَمِدَ اللهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَوَعَظَ النَّاسَ وَذَكَّرَهُمْ وَحَثَّهُمْ عَلَى طَاعَتِهِ … … … [رواه النسائي]
“Diriwayatkan dari Jabir bahwa ia berkata: Saya menghadiri salat pada suatu hari raya bersama Rasulullah SAW: sebelum khotbah beliau memulai dengan salat tanpa azan dan tanpa qamat. Lalu manakala selesai salat beliau berdiri dengan bersandar kepada Bilal. Lalu ia bertahmid dan memuji Allah, menyampaikan nasihat dan peringatan untuk jamaah, serta mendorong mereka supaya patuh kepada-Nya …” [HR. an-Nasa’i].
Dengan demikian, praktik memulai khotbah dengan tahmid menjadi bagian dari tuntunan yang diberikan oleh Nabi SAW kepada umatnya. Ini juga mencerminkan kesempurnaan kepatuhan terhadap sunnah Rasulullah Saw dalam menjalankan ibadah Hari Raya.
Takbir di Sela-sela Khotbah
Tidak hanya itu, dalam hadis yang diriwayatkan dari Sa‘ad al-Mu’adzdzin, disebutkan bahwa Nabi Saw melakukan takbir di sela-sela khotbah, bahkan beliau memperbanyak takbir dalam khotbah pada dua Hari Raya. Ini menunjukkan bahwa walaupun takbir diperbanyak dalam khotbah, namun khotbah dimulai dengan tahmid, sesuai dengan tuntunan yang telah ditetapkan oleh Nabi Saw.
عَنْ سَعْدٍ الْمُؤَذِّنِ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكَبِّرُ بَيْنَ أَضْعَافِ الْخُطْبَةِ يُكْثِرُ التَّكْبِيرَ فِي خُطْبَةِ الْعِيدَيْنِ. [رواه ابن ماجه]
“Diriwayatkan dari Sa‘ad al-Mu’adzdzin bahwa ia berkata: Nabi saw bertakbir di sela-sela khotbah, beliau memperbanyak takbir di dalam khotbah dua hari raya.” [HR. Ibnu Majah].
Khotbah Diakhiri dengan Doa dan Mengangkat Jari Telunjuk
Setelah memberikan khotbah pada Hari Raya, khotbah tersebut diakhiri dengan doa. Imam mengangkat tangan jari syahadat (telunjuk) tangan kanan, serupa dengan yang dilakukan dalam khotbah Jumat. Hal ini sesuai dengan tuntunan yang diberikan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Hushain.
عَنْ حُصَيْنٍ أَنَّ بشر بن مروان رَفَعَ يَدَيْهِ يَوْمَ اْلجُمْعَةِ عَلَى اْلمِنْبَرِفَسَبَّهُ عَمَّارَةُ رُوَيْبَةَ الثَّقَفِى وَقَالَ مَا زَادَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى هَذَا وَأَشَارَ بِإِصْبِعِهِ االسَّبَابَةَ. [رواه ابن النسائى]
“Diriwayatkan dari Hushain, bahwa Basyir bin Marwan mengangkat kedua tangannya pada khotbah Jumuah di atas mimbar, kemudian dimarahi oleh Amarah Ruwaibah ats-Tsaqafi dan berkata: Rasulullah saw tidak menambah ini, dengan mengisyaratkan jari telunjuknya.” [HR. an-Nasa’i].
Dalam hadis tersebut, disebutkan bahwa Basyir bin Marwan mengangkat kedua tangannya pada khotbah Jumuah di atas mimbar. Namun, ia kemudian dimarahi oleh Amarah Ruwaibah ats-Tsaqafi karena perbuatannya tersebut. Amarah menyatakan bahwa Rasulullah Saw tidak melakukan hal tersebut, melainkan hanya mengisyaratkan dengan jari telunjuknya.
Dari hadis ini, tergambar bahwa dalam mengakhiri khotbah, Rasulullah SAW tidak mengangkat kedua tangannya seperti dalam doa, melainkan hanya mengisyaratkan dengan jari telunjuknya. Praktik ini kemudian diikuti oleh umat Islam dalam melaksanakan khotbah, baik pada Hari Raya maupun pada khotbah Jumuah.
Dengan demikian, penutupan khotbah dengan doa dan mengangkat tangan jari syahadat merupakan bagian dari tuntunan Rasulullah SAW kepada umatnya. Ini juga menjadi momen terakhir dalam ibadah Salat Id di mana umat Muslim berdoa bersama-sama untuk memohon keberkahan dan rahmat dari Allah SWT.
(mhy)