Profil Syaikh Imran Nazar Hosein yang Pendapatnya soal Kiamat Sering Kontroversial
loading...
A
A
A
Syaikh Imran Nazar Hosein adalah cendekiawan muslim , pengarang dan filsuf Trinidad dan Tobago dalam bidang eskatologi Islam (Ilmu Akhir Zaman ). Beliau lahir pada tahun 1942 di Kepulauan Karibia, di Trinidad. Orang tua dan leluhurnya berasal dari India dan berpindah ke sana sebagai pekerja kontrak.
Dalam buku "The Gold Dinar and the Silver Dirham: Islam and the Future of Money" (San Fernando: Masjid Jami’ah, 2007) disebutkan dalam mempelajari Islam, ia dibimbing oleh seorang sarjana tersohor dan juga seorang Syaikh Sufi, Maulana Dr Fadhlur Rahman Ansari (al Qaderi), di Aleemiyah Institute of Islamic Studies, Karachi, Pakistan .
Syaikh Imran juga menyelesaikan kajian Falsafah di University of Karachi dan juga International Relations (Hubungan Antara bangsa) di University of West Indies, Trinidad dan di Graduate Institute of International Studies, Geneva, Switzerland.
Pernah bertugas di Kementerian Luar Negeri pemerintahan Trinidad dan Tobango selama beberapa tahun. Pada tahun 1985, Syaikh Imran mengundurkan diri dari pekerjaan tersebut untuk mendedikasikan dirinya demi kepentingan Islam.
Kini, Syaikh Imran tinggal di New York . Beliau bekerja sebagai Direktur Studi Islam di Komite Gabungan Organisasi Muslim New York selama 10 tahun.
Beliau tercatat memberikan kuliah mengenai Islam di berbagai universitas, pendidikan tinggi, gereja, sinagog, Lembaga Pemasyarakatan, pertemuan komunitas, dan lain-lain di Amerika Serikat dan Kanada .
Syaikh Imran juga turut mewakili Islam dalam sejumlah dialog antaragama dengan sarjana-sarjana Kristen dan Yahudi di AS.
Pernah menjadi Imam di Masjid Dar al-Qur'an di Long Island, New York dan Imam salat Jumat serta menyampaikan khotbah Jumat di masjid markas Perserikatan Bangsa-Bangsa di Manhattan sekali sebulan selama sepuluh tahun berturut-turut.
Akhir Zaman
Syaikh Imran telah mengembara ke seluruh pelosok dunia secara terus menerus untuk menyampaikan dakwah Islam dan mengadakan kuliah sejak usianya menginjak 29 tahun.
Sebagian besar dakwahnya, memberi tumpuan kepada agenda perjuangan Zionisme dan juga tafsiran dan ta’wil daripada ayat-ayat al-Qur'an dan juga hadis mengenai akhir zaman.
Beliau juga aktif menulis buku mengenai Islam. Salah satu buku Syaikh Imran yang menjadi internasional best-seller yaitu buku “Jerusalem dalam al-Qur'an” yang berisikan pandangan Islam mengenai takdir Jerusalem.
Buku ini telah diterjemahkan dan diterbitkan ke dalam berbagai bahasa.
Prof Dr Malik Badri, Dekan dari Institute for the Study of Islamic Though and Civilizations (ISTAC) di Kuala Lumpur, Malaysia ketika mengomentari buku “Jerusalem dalam al-Qur'an” menyatakan kekagumanya terhadap penulisan Syaikh Imran.
Karya cendekiawan ini dianggap tesis kombinasi religius dan dokumen sejarah dengan peristiwa politik masa kini serta pendalaman interpretasi Al-Qur'an dan Hadis, dan mengalir seperti sebuah cerita.
Begitu proses membaca dimulai, akan sangat sulit untuk dihentikan. Ini adalah kualitas umum dari sebuah novel. Karya ini menjadi referensi penting untuk disimpan dan dibaca kembali setiap kali subjek (tentang Jerusalem) diteliti.
Malik Badri meyakini kemampuan bahasa Syaikh Imran merupakan hasil interaksi antara bakat dan kerja kerasnya sebagai penceramah dan da'i serta Rahmat Tuhan atas keikhlasannya. Sehingga, meskipun situasinya mungkin tampak tegang bagi umat Islam pada umumnya dan bagi rakyat Palestina khususnya, ketika membaca karya beliau ini akan merasakan gelombang optimisme yang hangat tentang masa depan kita yaitu cahaya terang bersinar di ujung lorong gelap yang panjang dalam sejarah.
Dalam buku "The Gold Dinar and the Silver Dirham: Islam and the Future of Money" (San Fernando: Masjid Jami’ah, 2007) disebutkan dalam mempelajari Islam, ia dibimbing oleh seorang sarjana tersohor dan juga seorang Syaikh Sufi, Maulana Dr Fadhlur Rahman Ansari (al Qaderi), di Aleemiyah Institute of Islamic Studies, Karachi, Pakistan .
Syaikh Imran juga menyelesaikan kajian Falsafah di University of Karachi dan juga International Relations (Hubungan Antara bangsa) di University of West Indies, Trinidad dan di Graduate Institute of International Studies, Geneva, Switzerland.
Pernah bertugas di Kementerian Luar Negeri pemerintahan Trinidad dan Tobango selama beberapa tahun. Pada tahun 1985, Syaikh Imran mengundurkan diri dari pekerjaan tersebut untuk mendedikasikan dirinya demi kepentingan Islam.
Kini, Syaikh Imran tinggal di New York . Beliau bekerja sebagai Direktur Studi Islam di Komite Gabungan Organisasi Muslim New York selama 10 tahun.
Beliau tercatat memberikan kuliah mengenai Islam di berbagai universitas, pendidikan tinggi, gereja, sinagog, Lembaga Pemasyarakatan, pertemuan komunitas, dan lain-lain di Amerika Serikat dan Kanada .
Syaikh Imran juga turut mewakili Islam dalam sejumlah dialog antaragama dengan sarjana-sarjana Kristen dan Yahudi di AS.
Pernah menjadi Imam di Masjid Dar al-Qur'an di Long Island, New York dan Imam salat Jumat serta menyampaikan khotbah Jumat di masjid markas Perserikatan Bangsa-Bangsa di Manhattan sekali sebulan selama sepuluh tahun berturut-turut.
Akhir Zaman
Syaikh Imran telah mengembara ke seluruh pelosok dunia secara terus menerus untuk menyampaikan dakwah Islam dan mengadakan kuliah sejak usianya menginjak 29 tahun.
Sebagian besar dakwahnya, memberi tumpuan kepada agenda perjuangan Zionisme dan juga tafsiran dan ta’wil daripada ayat-ayat al-Qur'an dan juga hadis mengenai akhir zaman.
Beliau juga aktif menulis buku mengenai Islam. Salah satu buku Syaikh Imran yang menjadi internasional best-seller yaitu buku “Jerusalem dalam al-Qur'an” yang berisikan pandangan Islam mengenai takdir Jerusalem.
Buku ini telah diterjemahkan dan diterbitkan ke dalam berbagai bahasa.
Prof Dr Malik Badri, Dekan dari Institute for the Study of Islamic Though and Civilizations (ISTAC) di Kuala Lumpur, Malaysia ketika mengomentari buku “Jerusalem dalam al-Qur'an” menyatakan kekagumanya terhadap penulisan Syaikh Imran.
Karya cendekiawan ini dianggap tesis kombinasi religius dan dokumen sejarah dengan peristiwa politik masa kini serta pendalaman interpretasi Al-Qur'an dan Hadis, dan mengalir seperti sebuah cerita.
Begitu proses membaca dimulai, akan sangat sulit untuk dihentikan. Ini adalah kualitas umum dari sebuah novel. Karya ini menjadi referensi penting untuk disimpan dan dibaca kembali setiap kali subjek (tentang Jerusalem) diteliti.
Malik Badri meyakini kemampuan bahasa Syaikh Imran merupakan hasil interaksi antara bakat dan kerja kerasnya sebagai penceramah dan da'i serta Rahmat Tuhan atas keikhlasannya. Sehingga, meskipun situasinya mungkin tampak tegang bagi umat Islam pada umumnya dan bagi rakyat Palestina khususnya, ketika membaca karya beliau ini akan merasakan gelombang optimisme yang hangat tentang masa depan kita yaitu cahaya terang bersinar di ujung lorong gelap yang panjang dalam sejarah.