Haji Wada', Perpisahan Terakhir Rasulullah SAW dengan Umatnya

Selasa, 14 Mei 2024 - 09:37 WIB
loading...
Haji Wada, Perpisahan Terakhir Rasulullah SAW dengan Umatnya
Dalam perjalanan hidup Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, salah satu momen besar yang menjadi perpisahan beliau dengan umatnya adalah peristiwa haji wada’, haji perpisahan. Foto ilustrasi/ist
A A A
Dalam perjalanan hidup Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, salah satu momen besar yang menjadi perpisahan beliau dengan umatnya adalah peristiwa haji wada ’, haji perpisahan.

Tepatnya, pada bulan Dzulqa’dah tahun 10 Hijriyah, mulailah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersiapkan diri untuk menunaikan haji yang pertama sekaligus yang terakhir dalam kehidupan beliau. Yang kemudian dicatat sejarah dengan istilah haji wada’.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyeru kaum muslimin dari berbagai kabilah untuk menunaikan ibadah haji bersamanya. Diriwayatkan, jemaah haji pada tahun itu berjumlah lebih dari 100.000 orang bahkan lebih.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat dari Madinah menuju Makkah saat bulan Dzulqa’dah tersisa empat hari lagi. Beliau berangkat setelah menunaikan salat zuhur dan sampai di Dzil Hulaifah sebelum ashar. Di tempat itu, beliau menunaikan salat ashar dengan qashar, kemudian mengenakan pakaian ihram.

Setelah menempuh delapan hari perjalanan, sampailah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di tanah kelahirannya, tanah suci Makkah al-Mukaramah. Beliau berthawaf di Kakbah, setelah itu sa’i antara Shafa dan Marwa.

Pada tanggal 8 Dzulhijjah 10 Hijriyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat menuju Mina. Beliau salat zuhur, ashar, maghrib, dan isya di sana. Kemudian bermalam di Mina dan menunaikan salat subuh juga di tempat itu.

Setelah matahari terbit, beliau berangkat menuju Arafah. Setelah matahari mulai bergeser, condong ke Barat, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mulai memberikan khotbah. Dan tempat dimana beliau berkhothbah, dibangun sebuah masjid pada pertengahan abad ke-2 H oleh penguasa Abbasiyah dan diberi nama masjid Namirah. Di akhir khotbahnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَأَنْتُمْ تُسْأَلُونَ عَنِّى فَمَا أَنْتُمْ قَائِلُونَ؟ قَالُوا نَشْهَدُ أَنَّكَ قَدْ بَلَّغْتَ وَأَدَّيْتَ وَنَصَحْتَ. فَقَالَ بِإِصْبَعِهِ السَّبَّابَةِ يَرْفَعُهَا إِلَى السَّمَاءِ وَيَنْكُتُهَا إِلَى النَّاسِ « اللَّهُمَّ اشْهَدِ اللَّهُمَّ اشْهَدْ ». ثَلاَثَ مَرَّاتٍ


Kalian akan ditanya tentangku, apakah yang akan kalian katakan? Jawab parahabat: kami bersaksi bahwa sesungguhnya engkau talah menyampaikan (risalah), telah menunaikan (amanah) dan telah menasehati. Maka ia berkata dengan mengangkat jari telunjuk kearah langit, lalu ia balikkan ke manusia: Ya Allah saksikanlah, Ya Allah saksikanlah, sebanyak 3x” (HR. Muslim).

Setelah beliau berkhotbah, Allah Ta’ala menurunkan ayat:

اليَومَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا


“…Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu…” (QS. Al-Maidah: 3).

Pada saat turun ayat tersebut, Umar bin Khattab pun menangis. Lalu ditanyakan kepadanya, “Apa yang menyebabkanmu menangis?”

Umar menjawab, “Sesungguhnya tidak ada setelah kesempurnaan kecuali kekurangan.”

Dari ayat tersebut, Umar merasakan bahwa ajal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah dekat. Apabila syariat telah sempurna, amak wahyu pun akan terputus. Jika wahyu telah terputus, maka tiba saatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali ke haribaan Rabnya Jalla wa ‘Ala. Dan itulah kekurangan yang dimaksud Umar, yakni kehilangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari sini juga kita mengetahui keagungan Kota Mekah; di sanalah syariat yang suci ini dimulai dan di sana pula syariat disempurnakan.

Dalam kesempatan lainnya, -di Mina- Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali berkhotbah:

“Sesungguhnya setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadal (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari).

Kemudian beliau bersabda, “Bulan apa ini?” Kami (para sahabat) menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Beliau diam sampai-sampai kami mengira beliau akan mengganti nama bulan ini.

Lalu beliau kembali bersabda, “Bukankah ini bulan Dzulhijjah?” Para sahabat menjawab, “Betul.”

Beliau melanjutkan, “Negeri apa ini?” Kami menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Beliau kembali diam sampai-sampai kami mengira beliau akan mengganti nama tempat ini.

Lalu beliau bersabda, “Bukankah ini negeri al-haram?” Kami menjawab, “Iya, ini tanah haram.”

Beliau melanjutkan, “Lalu, hari apa ini?” Kami menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Beliau kembali diam sampai-sampai kami mengira beliau akan mengganti nama hari ini.

Lalu beliau bersabda, “Bukankah ini hari nahr (menyembelih kurban)?” Kami menjawab, “Iya, ini hari nahr.”
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1401 seconds (0.1#10.140)
pixels