7 Inovasi dan Perbaikan yang Dilakukan Kemenag untuk Sukseskan Layanan Haji 2024
loading...
A
A
A
Ada 7 inovasi dan perbaikan layanan yang diterapkan Kementerian Agama (Kemenag) untuk menyukseskan penyelenggaran ibadah haji tahun 2024. Ketujuh inovasi dan perbaikan layanan ibadah haji diungkapkan oleh Dirjen Penyelenggara Ibadah Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama Hilman Latief.
1.Istithaah Kesehatan
Jemaah haji yang bisa melunasi biaya haji dan berangkat tahun ini harus memenuhi syarat istithaah kesehatan. Bagi jemaah yang dinyatakan kondisinya tidak sehat atau istithaah, maka tidak bisa melakukan pelunasan. Tahun sebelumnya, jemaah haji yang telah masuk dalam daftar tunggu diwajibkan melakukan pelunasan, baru kemudian melakukan cek istithaah. Tahun ini, proses tersebut dibalik, yakni cek istithaah dahulu sebelum pelunasan.
"Upaya Kemenag untuk menekan angka kematian dan melakukan penguatan program istithaah sebelum jemaah berangkat dengan pemeriksaan kesehatan yang lebih komprehensif terhadap kondisi jemaah. Juga cukup membuahkan hasil," kata Hilman Latief di Hotel Aryaduta, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (15/7/2024).
Syarat ini menjadi salah satu inovasi yang membuat tingkat kematian jemaah haji menurun di banding tahun sebelumnya. Hilman berharap jumlah jemaah yang wafat menurun. "Saat ini sudah 433 jamaah yang wafat, mudah-mudahan tidak bertambah sampai kepulangan jemaah. Hingga kita bisa melihat penurunan drastis dari tahun kemarin sampai 800 lebih, sampai pasca-operasional jemaah kita yang wafat di tanah suci," ucapnya.
2.Penyerapan Kuota tinggi
Hilman menyebut, tahun ini Indonesia memiliki kuota haji terbesar sebanyak 241 ribu lebih jemaah yang menjadi sejarah baru dalam penyelenggaraan haji Indonesia. Kuota 241.00 ini terbagi dua, terdiri atas 213.320 jemaah dan 27.680 jemaah haji khusus.Masing-masing kuota itu, disebut Hilman terserap dengan maksimal dibandingkan dengan tahun lalu. "Untuk jemaah yang total diberangkatkan oleh Kementerian Agama 213.553 (reguler), ada 45 jemaah tidak bisa berangkat," ujar Hilman.
Tahun-tahun sebelumnya, kata Hilman, jemaah haji yang tidak bisa berangkat bisa mencapai 1.000-1.500 jemaah.Namun, tahun ini hanya 45 jemaah reguler yang tak bisa berangkat haji karena meninggal dunia, sakit, dan alasan lain yang tidak bisa digantikan dengan jemaah lain. "Ini situasi kita bisa memaksimalkan serapan terhadap kuota yang diberikan kepada pemerintah Indonesia dan kepercayaan Kerajaan Saudi untuk serapan kita alhamdulillah dijawab dengan baik," katanya.
3. Konsumsi full selama Ibadah Haji
Dalam penyelenggaraan haji tahun ini jemaah haji mendapatkan konsumsi penuh, termasuk saat puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna). Hal ini berbeda dari tahun lalu yang menjelang dan setelah puncak haji selama 3 hari jemaah tidak mendapatkan layanan katering.Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) juga memastikan pelayanan konsumsi jemaah berjalan baik dan tidak ada keterlambatan. Hal ini misalnya dengan memberikan pelatihan kepada 57 perusahaan katering lokal yang mengelola konsumsi jemaah. "Konsumsi di Makkah atau Madinah, menu-menu makanan jemaah yang kita sampaikan ke vendor bisa dipenuhi," ucap Hilman.
4. Aplikasi Kawal Haji
Aplikasi Kawal Haji mulai diterapkan tahun ini. Aplikasi ini bisa diunduh jemaah haji melalui Apps Store dan digunakan sebagai komunikasi langsung antara jemaah haji dengan PPIH. Jemaah bisa melaporkan setiap masalah yang ditemui. Tim Kawal Haji akan merespons dan mencari solusi dari masalah tersebut.
"Ini satu inovasi yang penting, bahwa jemaah bisa mengadukan, terbaca oleh semua pihak, dan respons bisa terjaga mana yang sudah dan mana yang belum ditindaklanjuti. Dengan itu kami mendapatkan data yang komprehensif, Semua aduan ada kapan itu terjadi, apa aduannya, kapan direspons, terekam dengan baik," kata Hilman.
5. Mina Jadid Tak Digunakan
Kementerian Agama membuat kebijakan baru dalam penyelenggaraan ibadah haji 2024 terkait penempatan jemaah Indonesia di Mina, yakni jemaah tidak akan ditempatkan di Mina Jadid, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya.Mina Jadid berada di kawasan Muzdalifah atau sekitar 7 km menuju ke Jamarat. Dalam rangkaian ibadah haji, jemaah sedikitnya 3 kali bolak balik dari Mina ke Jamarat.
Perubahan ini sebagai upaya menambah kenyamanan jemaah haji Indonesia dalam beribadah terutama jemaah lansia agar tidak terlalu jauh dengan Jamarat— tempat lempar jumrah. Perubahan ini juga didasarkan pada masukan dari masyarakat terkait pelaksanaan ibadah Armuzna (Arafah, Muzdalifah, dan Mina) yang merupakan masa puncak haji.
"Di Mina itu lah yang menjadi paling challenging, paling menantang, kepadatannya, kemudian juga luasannya. Nah, luasan Mina ini segitu-gitunya. Dulu pernah diperluas, sampai sekarang juga pernah diperluas apa yang disebut mungkin Anda juga tahu sebagian Musdhalifah itu menjadi Mina (Mina Jadid) di siang harinya," ucap Hilman.
6. Tim Kesehatan Bantu Jemaah Lihat Kakbah
PPIH memfasilitasi jemaah haji Indonesia yang belum pernah ke Masjidilharam untuk melihat dan berdoa di depan Kakbah. Sebab, ada sejumlah jemaah yang sejak awal kedatangan di Makkah dirawat di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) di Makkah atau di Rumah Sakit Arab Saudi sehingga belum pernah sekali pun melihat Kakbah. Padahal puncak haji telah usai dan jemaah dalam tahap pemulangan ke Tanah Air.
Salah satu tugas PPIH adalah untuk memastikan seluruh jemaah yang berangkat tahun ini dapat menunaikan ibadah haji, baik secara mandiri maupun melalui mekanisme safari wukuf bagi yang sakit dan non mandiri, serta badal haji bagi yang wafat atau yang sakit dengan kondisi tidak memungkinkan untuk disafariwukufkan. "Kami kemarin membuat langkah baru, bagi jemaah haji yang secara fisik masih bisa dibawa dan mereka masih bisa naik kursi roda, kami bawa melihat ka'bah di Masjidilharam dan mendampingi mereka berdoa di sana," kata Hilman.
7. Skema Murur dan Tanazul
Muzdalifah saat puncak haji begitu padat. Area yang diperuntukkan bagi jemaah haji Indonesia untuk mabit di sana adalah seluas 82.350 m2.Mengingat kepadatan tersebut, pemerintah Indonesia akan menerapkan skema murur. Skema ini sebagai upaya menjaga keselamatan jiwa jemaah haji atas potensi kepadatan di tengah terbatasnya area Muzdalifah.Mabit di Muzdalifah dengan cara murur adalah mabit (bermalam) yang dilakukan dengan cara melintas di Muzdalifah, setelah menjalani wukuf di Arafah.
Jadi jemaah tidak turun dari bus saat melewati kawasan Muzdalifah, lalu bus langsung membawa mereka menuju tenda di Mina.Tujuan murur ini semata-mata merupakan ikhtiar bersama dalam menjaga keselamatan jiwa jemaah haji Indonesia. Namun hanya jemaah yang memenuhi kriteria yang bisa mengikuti murur seperti jemaah lansia, disabilitas dan sakit.Dampak positif dari murur ini membuat proses mobilisasi jemaah haji Indonesia dari Muzdalifah ke Mina selesai pukul 07.37 Waktu Arab Saudi (WAS).
Proses ini lebih cepat 6 jam dibandingkan saat mobilisasi haji 2023 lalu.Terkait dengan tanazul, jemaah haji biasanya melakukan mabit atau menginap di Mina selama kurang lebih 3 malam. Dengan program tanazul ini memungkinkan jemaah yang hotelnya di kawasan Syisyah--daerah paling dekat dengan Mina--untuk tidur di hotel selama prosesi mabit berlangsung. Dengan begitu, ada ruang yang lebih untuk jemaah lain menginap di tenda Mina.
1.Istithaah Kesehatan
Jemaah haji yang bisa melunasi biaya haji dan berangkat tahun ini harus memenuhi syarat istithaah kesehatan. Bagi jemaah yang dinyatakan kondisinya tidak sehat atau istithaah, maka tidak bisa melakukan pelunasan. Tahun sebelumnya, jemaah haji yang telah masuk dalam daftar tunggu diwajibkan melakukan pelunasan, baru kemudian melakukan cek istithaah. Tahun ini, proses tersebut dibalik, yakni cek istithaah dahulu sebelum pelunasan.
"Upaya Kemenag untuk menekan angka kematian dan melakukan penguatan program istithaah sebelum jemaah berangkat dengan pemeriksaan kesehatan yang lebih komprehensif terhadap kondisi jemaah. Juga cukup membuahkan hasil," kata Hilman Latief di Hotel Aryaduta, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (15/7/2024).
Syarat ini menjadi salah satu inovasi yang membuat tingkat kematian jemaah haji menurun di banding tahun sebelumnya. Hilman berharap jumlah jemaah yang wafat menurun. "Saat ini sudah 433 jamaah yang wafat, mudah-mudahan tidak bertambah sampai kepulangan jemaah. Hingga kita bisa melihat penurunan drastis dari tahun kemarin sampai 800 lebih, sampai pasca-operasional jemaah kita yang wafat di tanah suci," ucapnya.
2.Penyerapan Kuota tinggi
Hilman menyebut, tahun ini Indonesia memiliki kuota haji terbesar sebanyak 241 ribu lebih jemaah yang menjadi sejarah baru dalam penyelenggaraan haji Indonesia. Kuota 241.00 ini terbagi dua, terdiri atas 213.320 jemaah dan 27.680 jemaah haji khusus.Masing-masing kuota itu, disebut Hilman terserap dengan maksimal dibandingkan dengan tahun lalu. "Untuk jemaah yang total diberangkatkan oleh Kementerian Agama 213.553 (reguler), ada 45 jemaah tidak bisa berangkat," ujar Hilman.
Tahun-tahun sebelumnya, kata Hilman, jemaah haji yang tidak bisa berangkat bisa mencapai 1.000-1.500 jemaah.Namun, tahun ini hanya 45 jemaah reguler yang tak bisa berangkat haji karena meninggal dunia, sakit, dan alasan lain yang tidak bisa digantikan dengan jemaah lain. "Ini situasi kita bisa memaksimalkan serapan terhadap kuota yang diberikan kepada pemerintah Indonesia dan kepercayaan Kerajaan Saudi untuk serapan kita alhamdulillah dijawab dengan baik," katanya.
3. Konsumsi full selama Ibadah Haji
Dalam penyelenggaraan haji tahun ini jemaah haji mendapatkan konsumsi penuh, termasuk saat puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna). Hal ini berbeda dari tahun lalu yang menjelang dan setelah puncak haji selama 3 hari jemaah tidak mendapatkan layanan katering.Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) juga memastikan pelayanan konsumsi jemaah berjalan baik dan tidak ada keterlambatan. Hal ini misalnya dengan memberikan pelatihan kepada 57 perusahaan katering lokal yang mengelola konsumsi jemaah. "Konsumsi di Makkah atau Madinah, menu-menu makanan jemaah yang kita sampaikan ke vendor bisa dipenuhi," ucap Hilman.
4. Aplikasi Kawal Haji
Aplikasi Kawal Haji mulai diterapkan tahun ini. Aplikasi ini bisa diunduh jemaah haji melalui Apps Store dan digunakan sebagai komunikasi langsung antara jemaah haji dengan PPIH. Jemaah bisa melaporkan setiap masalah yang ditemui. Tim Kawal Haji akan merespons dan mencari solusi dari masalah tersebut.
"Ini satu inovasi yang penting, bahwa jemaah bisa mengadukan, terbaca oleh semua pihak, dan respons bisa terjaga mana yang sudah dan mana yang belum ditindaklanjuti. Dengan itu kami mendapatkan data yang komprehensif, Semua aduan ada kapan itu terjadi, apa aduannya, kapan direspons, terekam dengan baik," kata Hilman.
5. Mina Jadid Tak Digunakan
Kementerian Agama membuat kebijakan baru dalam penyelenggaraan ibadah haji 2024 terkait penempatan jemaah Indonesia di Mina, yakni jemaah tidak akan ditempatkan di Mina Jadid, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya.Mina Jadid berada di kawasan Muzdalifah atau sekitar 7 km menuju ke Jamarat. Dalam rangkaian ibadah haji, jemaah sedikitnya 3 kali bolak balik dari Mina ke Jamarat.
Perubahan ini sebagai upaya menambah kenyamanan jemaah haji Indonesia dalam beribadah terutama jemaah lansia agar tidak terlalu jauh dengan Jamarat— tempat lempar jumrah. Perubahan ini juga didasarkan pada masukan dari masyarakat terkait pelaksanaan ibadah Armuzna (Arafah, Muzdalifah, dan Mina) yang merupakan masa puncak haji.
"Di Mina itu lah yang menjadi paling challenging, paling menantang, kepadatannya, kemudian juga luasannya. Nah, luasan Mina ini segitu-gitunya. Dulu pernah diperluas, sampai sekarang juga pernah diperluas apa yang disebut mungkin Anda juga tahu sebagian Musdhalifah itu menjadi Mina (Mina Jadid) di siang harinya," ucap Hilman.
6. Tim Kesehatan Bantu Jemaah Lihat Kakbah
PPIH memfasilitasi jemaah haji Indonesia yang belum pernah ke Masjidilharam untuk melihat dan berdoa di depan Kakbah. Sebab, ada sejumlah jemaah yang sejak awal kedatangan di Makkah dirawat di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) di Makkah atau di Rumah Sakit Arab Saudi sehingga belum pernah sekali pun melihat Kakbah. Padahal puncak haji telah usai dan jemaah dalam tahap pemulangan ke Tanah Air.
Salah satu tugas PPIH adalah untuk memastikan seluruh jemaah yang berangkat tahun ini dapat menunaikan ibadah haji, baik secara mandiri maupun melalui mekanisme safari wukuf bagi yang sakit dan non mandiri, serta badal haji bagi yang wafat atau yang sakit dengan kondisi tidak memungkinkan untuk disafariwukufkan. "Kami kemarin membuat langkah baru, bagi jemaah haji yang secara fisik masih bisa dibawa dan mereka masih bisa naik kursi roda, kami bawa melihat ka'bah di Masjidilharam dan mendampingi mereka berdoa di sana," kata Hilman.
7. Skema Murur dan Tanazul
Muzdalifah saat puncak haji begitu padat. Area yang diperuntukkan bagi jemaah haji Indonesia untuk mabit di sana adalah seluas 82.350 m2.Mengingat kepadatan tersebut, pemerintah Indonesia akan menerapkan skema murur. Skema ini sebagai upaya menjaga keselamatan jiwa jemaah haji atas potensi kepadatan di tengah terbatasnya area Muzdalifah.Mabit di Muzdalifah dengan cara murur adalah mabit (bermalam) yang dilakukan dengan cara melintas di Muzdalifah, setelah menjalani wukuf di Arafah.
Jadi jemaah tidak turun dari bus saat melewati kawasan Muzdalifah, lalu bus langsung membawa mereka menuju tenda di Mina.Tujuan murur ini semata-mata merupakan ikhtiar bersama dalam menjaga keselamatan jiwa jemaah haji Indonesia. Namun hanya jemaah yang memenuhi kriteria yang bisa mengikuti murur seperti jemaah lansia, disabilitas dan sakit.Dampak positif dari murur ini membuat proses mobilisasi jemaah haji Indonesia dari Muzdalifah ke Mina selesai pukul 07.37 Waktu Arab Saudi (WAS).
Proses ini lebih cepat 6 jam dibandingkan saat mobilisasi haji 2023 lalu.Terkait dengan tanazul, jemaah haji biasanya melakukan mabit atau menginap di Mina selama kurang lebih 3 malam. Dengan program tanazul ini memungkinkan jemaah yang hotelnya di kawasan Syisyah--daerah paling dekat dengan Mina--untuk tidur di hotel selama prosesi mabit berlangsung. Dengan begitu, ada ruang yang lebih untuk jemaah lain menginap di tenda Mina.
(aww)