Makna Menjadikan Allah sebagai Wakil Menurut Quraish Shihab

Senin, 22 Juli 2024 - 14:24 WIB
loading...
Makna Menjadikan Allah...
Prof Quraish Shihab. Foto: Ist
A A A
Tidak sedikit ayat Al-Quran yang memerintahkan manusia untuk menjadikan Allah sebagai "wakil". Misalnya firman-Nya dalam QS Al-Muzzammil (73) ayat 9:

رَبُّ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ فَاتَّخِذْهُ وَكِيْلًا

rabbul-masyriqi wal-maghribi lâ ilâha illâ huwa fattakhidz-hu wakîlâ

"(Dialah) Tuhan masyrik dan maghrib, tiada Tuhan melainkan Dia, maka jadikanlah Allah sebagai wakil (pelindung)."

Prof Dr Quraish Shihab dalam bukunya berjudul "Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat" (Mizan, 2007) menjelaskan kata "wakil" bisa diterjemahkan sebagai "pelindung". Kata tersebut pada hakikatnya terambil dari kata "wakala-yakilu" yang berarti mewakilkan.

Apabila seseorang mewakilkan kepada orang lain (untuk suatu persoalan), maka ia telah menjadikan orang yang mewakili sebagai dirinya sendiri dalam menangani persoalan tersebut, sehingga sang wakil melaksanakan apa yang dikehendaki oleh orang yang menyerahkan perwakilan kepadanya.



Menjadikan Allah sebagai wakil sesuai dengan makna yang disebutkan di atas berarti menyerahkan segala persoalan kepada-Nya. Dialah yang berkehendak dan bertindak sesuai dengan kehendak manusia yang menyerahkan perwakilan itu kepada-Nya.

Quraish mengatakan makna seperti itu dapat menimbulkan kesalahpahaman jika tidak dijelaskan lebih jauh.

Pertama sekali harus diingat bahwa keyakinan tentang Keesaan Allah antara lain berarti bahwa perbuatan-Nya esa, sehingga tidak dapat disamakan dengan perbuatan manusia, walaupun penamaannya sama.

Sebagai contoh, Allah Maha Pengasih (Rahim) dan Maha Pemurah (Karim).

Kedua sifat ini dapat pula dinisbahkan kepada manusia, namun hakikat dan kapasitas rahmat dan kemurahan Tuhan tidak dapat disamakan dengan apa yang dimiliki manusia, karena mempersamakan hal itu akan berakibat gugurnya makna keesaan.

Allah SWT, yang kepada-Nya diwakilkan segala persoalan adalah Yang Mahakuasa, Maha Mengetahui, Mahabijaksana dan semua maha yang mengandung pujian. Manusia sebaliknya, memiliki keterbatasan pada segala hal. Jika demikian "perwakilan"-Nya pun berbeda dengan perwakilan manusia.



Benar bahwa wakil diharapkan dan dituntut untuk memenuhi kehendak yang mewakilkan. Namun, karena dalam perwakilan manusia sering terjadi kedudukan maupun pengetahuan orang yang mewakilkan lebih tinggi daripada sang wakil, dapat saja orang yang mewakilkan tidak menyetujui atau membatalkan tindakan sang waki1 atau menarik kembali perwakilannya, bila ia merasa--berdasarkan pengetahuan dan keinginannya-- tindakan sang wakil merugikan.

Jika seseorang menjadikan Allah sebagai wakil, hal serupa tidak akan terjadi, karena sejak semula ia telah menyadari keterbatasan dirinya, dan menyadari pula Kemahamutlakan Allah SWT.

Oleh karena itu, ia akan menerimanya dengan sepenuh hati, baik mengetahui maupun tidak hikmah suatu perbuatan Tuhan.

"Allah mengetahui dan kamu sekalian tidak mengetahui" ( QS Al-Baqarah : 216).

"Dan tidak wajar bagi lelaki Mukmin, tidak pula bagi wanita Mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka." ( QS Al-Ahzab [33] : 36).



Demikian salah satu perbedaan antara perwakilan manusia kepada Tuhan dengan perwakilan manusia kepada selain-Nya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3086 seconds (0.1#10.140)