Kisah Warga Palestina Penderita Sindrom Down Dibunuh Anjing Militer Israel

Kamis, 25 Juli 2024 - 05:39 WIB
loading...
Kisah Warga Palestina...
Jeritan Bhar membuat ibu yang putus asa itu gelisah, karena dia bisa menebak keadaan putus asa putranya yang berkemampuan khusus yang sedang meminta air. Foto/Ilustrasi: Ist
A A A
Berbagai cara dilakukan Israel untuk melakukan genosida di Jalur Gaza . Salah satunya adalah melatih anjing militer untuk membunuh warga Palestina . Dalam satu insiden mengerikan, Muhammad Bhar, dibunuh oleh seekor anjing tentara Israel di siang hari bolong. Pria Palestina berusia 24 tahun yang dibunuh itu tengah menderita sindrom Down dan autisme.

Keluarga Bhar, yang telah mengungsi setidaknya lima kali selama perang, mencari perlindungan di rumah mereka di lingkungan Shujaiya di Kota Gaza timur ketika pasukan Israel menyerbu rumah mereka pada tanggal 27 Juni lalu.

Pasukan Israel pertama-tama melepaskan anjing pelacak mereka ke dalam rumah. Anjing-anjing itu langsung menyerang Bhar yang disuruh duduk di sudut paling aman di ruang tamu oleh keluarganya.

“Anjing itu menyerangnya, menggigit dadanya dan kemudian tangannya. Muhammad tidak berbicara, tapi karena ngeri, dia berteriak 'wala, wala' (hei kamu). Anjing itu menggigit lengannya dan darah mulai mengalir keluar. Saya ingin menemuinya tetapi tidak bisa,” kata ibu Bhar, Nabila, sambil menceritakan kejadian traumatis tersebut.



Tentara Israel tidak mengizinkan siapa pun mendekatinya. Dia menepuk-nepuk kepala anjing itu sambil berkata, ‘Khalasya habibi’ (cukup sayangku). "Pada akhirnya, dia mengendurkan tangannya dan anjing itu mulai mencabik-cabiknya hingga dia berdarah,” tambah ibu yang berduka itu, seperti dikutip media.

Jeritan putus asa Bhar terdengar di lingkungan sekitar saat dia berjuang untuk melepaskan diri dari seekor anjing militer yang dilepaskan oleh pasukan Israel yang merampok.

Setelah serangan itu, Bhar dibawa ke ruangan terpisah dan anggota keluarga lainnya diusir dari rumah oleh pasukan Israel.

Nabila memohon kepada mereka untuk membiarkannya bersama putranya yang hanya bergantung pada ibunya.

“Dia tidak tahu cara makan, minum, atau mengganti pakaian. Akulah yang mengganti popoknya. Akulah yang memberinya makan. Dia tidak tahu bagaimana melakukan apa pun sendirian,” kata Nabila sebagaimana dikutip PressTV.

Jeritan Bhar membuat ibu yang putus asa itu gelisah, karena dia bisa menebak keadaan putus asa putranya yang berkemampuan khusus yang sedang meminta air.

Dia terus memohon kepada pasukan Israel untuk mengizinkannya bersama putranya tetapi dia diancam dan dipaksa meninggalkan rumah di bawah todongan senjata.



Keluarga tersebut pergi tanpa Bhar, menghabiskan seminggu jauh dari rumah, menunggu dengan kesakitan karena mereka tidak mengetahui kondisi dan keberadaannya.

Ditemukan Tewas

Ketika pemboman Israel melambat, mereka bergegas kembali ke rumah, sangat ingin mengetahui kondisi Bhar. Saat memasuki rumah, mereka kaget melihat jasadnya yang tak bernyawa tergeletak dalam kondisi bobrok dengan mukanya dimakan cacing.

Menjelaskan kondisi kesehatan putranya, Nabila menyebutkan down syndrome yang dialami putranya tergolong parah. Perkembangan mentalnya “setingkat balita”.

“Muhammad sangat polos. Dia tidak dapat memahami hal-hal biasa. Dia seperti anak berusia satu tahun. Saya tidak sanggup memikirkan apa yang mereka lakukan terhadapnya, atau bagaimana mereka membiarkannya mati seperti ini,” kata ibu yang sangat terpukul itu setelah pembunuhan Bhar.

Dua saudara laki-laki Bhar ditangkap oleh pasukan Israel ketika mereka terpaksa mengungsi. Keberadaan mereka masih belum diketahui.

Pada tahun 2002, ayah Bhar juga dibunuh oleh pasukan Israel selama invasi di Gaza timur.

(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2467 seconds (0.1#10.140)