Kisah Wanita Pezina yang Disalatkan Nabi dan Pentingnya Bertobat
loading...
A
A
A
Ada seorang wanita pezina di zaman nabi yang diberi hukuman rajam. Namun wanita tersebut akhirnya disalatkan Nabi Muhammad SAW. Bagaimana kisahnya?
Kemaksiatan dan peristiwa tersebut sangat memalukan, namun mengandung hikmah dan pelajaran berharga. Kisah ini diceritakan dalam kitab Riyadhush-Shalihin yang menukil hadis riwayat Imam Muslim.
Dari Abu Nujaid, yaitu 'Imran bin Hushain Al-Khuza'i radhiallahu 'anhuma bahawasanya ada seorang wanita dari suku Juhainah mendatangi Rasulullah SAW dan ia sedang dalam keadaan hamil kerana perbuatan zina. Kemudian ia berkata: "Ya Rasulullah, saya telah melakukan sesuatu perbuatan yang harus dikenakan had (hukuman), maka tegakkanlah had itu atas diriku." Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu memanggil wali perempuan itu lalu bersabda: "Berbuat baiklah kepada perempuan ini dan apabila telah melahirkan (kandungannya), maka datanglah padaku dengan membawanya."
Wali itu melakukan apa yang diperintahkan. Setelah bayinya lahir, lalu Nabi SAW memerintahkan untuk memberi hukuman. Perempuan itu diikat pada pakaiannya, kemudian dirajam. Selanjutnya beliau SAW mensalatkan jenazahnya.
Umar berkata pada Rasaulullah: "Apakah Tuan mensalatkan jenazahnya ya Rasulullah, sedangkan ia telah berzina?"
Beliau SAW bersabda: "Ia telah bertobat (sebenar-benarnya tobat), andai tobatnya itu dibagikan kepada 70 orang penduduk Madinah, pasti masih mencukupi. Adakah pernah engkau menemukan seseorang yang lebih utama dari orang yang suka mendermakan jiwanya semata-mata karena mencari keridhaan Allah 'Azza wa jalla." (HR Muslim).
Begitulah sekilas kisah pezina yang bertobat di masa Nabi. Menurut pandangan manusia ia hina karena perbuatannya, namun di sisi Allah ia mulia karena tobat (penyesalannya). Kisah ini memberi kita hikmah dan pelajaran berharga bahwa tobat nashuha mendatangkan pengampunan dan ridha Allah Ta'ala dan Rasul-Nya.
Apalagi mereka yang bertobat di bulan Ramadan, pahala berlipat dan pengampunan Allah akan menyelimutinya. Itu sebabnya banyak ulama menyebut Ramadan sebagai Syahrut Taubah (bulan bertobat) dan Syahrul 'Ibadah (bulan beribadah) dan lainnya.
1. Hendaklah berhenti dari kemaksiatan yang dilakukan.
2. Merasa menyesal karena telah melakukan kemaksiatan.
3. Berniat (bertekad) tidak akan mengulangi perbuatan maksiat itu untuk selama-lamanya.
Apabila salah satu dari tiga syarat tersebut di atas itu ada yang ketinggalan maka tidak sah tobatnya. Jika kemaksiatan itu ada hubungannya dengan manusia, maka syarat-syaratnya itu ada empat macam, yaitu tiga syarat di atas dan keempatnya melepaskan tanggungan itu dari hak kawannya. Jika tanggungan itu berupa harta, maka wajib mengembalikannya kepada yang berhak. Jika pernah menggibah dan mengumpatnya, hendaklah meminta maaf kepada orang yang pernah diumpat olehnya.
Allah Ta'ala berfirman: "Dan bertaubatlah engkau semua kepada Allah, hai sekalian orang mu'min, supaya engkau semua memperoleh kebahagiaan." (Surah An-Nur: ayat 31)
Wallahu A'lam
Kemaksiatan dan peristiwa tersebut sangat memalukan, namun mengandung hikmah dan pelajaran berharga. Kisah ini diceritakan dalam kitab Riyadhush-Shalihin yang menukil hadis riwayat Imam Muslim.
وعن أبي نجيد- ضم النون وفتح الجيم - عمران بن الحصين الخزاعى رضي الله عنهما أن امرأة من جهينة أتت رسول الله صلى الله عليه وسلم وهى حبلى من الزنى، فقالت: يا رسول الله أصبت حداً فأقمه علي، فدعا نبي الله صلى الله عليه وسلم وليها فقال: أحسن إليها، فإذا وضعت فأتني، ففعل فأمر بها نبي الله صلى الله عليه وسلم، فشدت عليها ثيابها، ثم أمر بها فرجمت، ثم صلى الله عليه وآله وسلم عليها. فقال له عمر: تصلى عليها يا رسول الله وقد زنت، قال: لقد تابت توبة لو قمست بين سبعين من أهل المدينة لوستعتهم، وهل وجدت أفضل من أن جادت بنفسها لله عز وجل ؟! " رواه مسلم.
Dari Abu Nujaid, yaitu 'Imran bin Hushain Al-Khuza'i radhiallahu 'anhuma bahawasanya ada seorang wanita dari suku Juhainah mendatangi Rasulullah SAW dan ia sedang dalam keadaan hamil kerana perbuatan zina. Kemudian ia berkata: "Ya Rasulullah, saya telah melakukan sesuatu perbuatan yang harus dikenakan had (hukuman), maka tegakkanlah had itu atas diriku." Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu memanggil wali perempuan itu lalu bersabda: "Berbuat baiklah kepada perempuan ini dan apabila telah melahirkan (kandungannya), maka datanglah padaku dengan membawanya."
Wali itu melakukan apa yang diperintahkan. Setelah bayinya lahir, lalu Nabi SAW memerintahkan untuk memberi hukuman. Perempuan itu diikat pada pakaiannya, kemudian dirajam. Selanjutnya beliau SAW mensalatkan jenazahnya.
Umar berkata pada Rasaulullah: "Apakah Tuan mensalatkan jenazahnya ya Rasulullah, sedangkan ia telah berzina?"
Beliau SAW bersabda: "Ia telah bertobat (sebenar-benarnya tobat), andai tobatnya itu dibagikan kepada 70 orang penduduk Madinah, pasti masih mencukupi. Adakah pernah engkau menemukan seseorang yang lebih utama dari orang yang suka mendermakan jiwanya semata-mata karena mencari keridhaan Allah 'Azza wa jalla." (HR Muslim).
Begitulah sekilas kisah pezina yang bertobat di masa Nabi. Menurut pandangan manusia ia hina karena perbuatannya, namun di sisi Allah ia mulia karena tobat (penyesalannya). Kisah ini memberi kita hikmah dan pelajaran berharga bahwa tobat nashuha mendatangkan pengampunan dan ridha Allah Ta'ala dan Rasul-Nya.
Apalagi mereka yang bertobat di bulan Ramadan, pahala berlipat dan pengampunan Allah akan menyelimutinya. Itu sebabnya banyak ulama menyebut Ramadan sebagai Syahrut Taubah (bulan bertobat) dan Syahrul 'Ibadah (bulan beribadah) dan lainnya.
Tobat Hukumnya Wajib
Mengerjakan tobat hukumnya wajib dari segala macam dosa. Jika kemaksiatan itu terjadi antara seseorang hamba dengan Allah Ta'ala saja, maka tobat itu harus menetapi tiga macam syarat, yaitu:1. Hendaklah berhenti dari kemaksiatan yang dilakukan.
2. Merasa menyesal karena telah melakukan kemaksiatan.
3. Berniat (bertekad) tidak akan mengulangi perbuatan maksiat itu untuk selama-lamanya.
Apabila salah satu dari tiga syarat tersebut di atas itu ada yang ketinggalan maka tidak sah tobatnya. Jika kemaksiatan itu ada hubungannya dengan manusia, maka syarat-syaratnya itu ada empat macam, yaitu tiga syarat di atas dan keempatnya melepaskan tanggungan itu dari hak kawannya. Jika tanggungan itu berupa harta, maka wajib mengembalikannya kepada yang berhak. Jika pernah menggibah dan mengumpatnya, hendaklah meminta maaf kepada orang yang pernah diumpat olehnya.
Allah Ta'ala berfirman: "Dan bertaubatlah engkau semua kepada Allah, hai sekalian orang mu'min, supaya engkau semua memperoleh kebahagiaan." (Surah An-Nur: ayat 31)
Wallahu A'lam
(wid)