Perang Salib V: Kisah Shalahuddin Mempertahankan Yerusalem dari Pasukan Salib dan Turki Seljuk
loading...
A
A
A
Perang Salib V terjadi pada tahu 1213-1221. Secara fisik perang ini terjadi pada masa Paus Honorius III. Patuhnya raja-raja Eropa yang beraliran Kristen Katolik terhadap Paus di Roma sejak Perang Salib I membuktikan bahwa Paus adalah rajanya pada raja di Eropa.
Paus Urbanus II, Paus Eugene III, Paus Gregory VII, Paus Inosentius III yang selalu dipatuhi raja-raja Eropa terutama sejak Perang Salib II membuktikan bahwa kedudukan Paus lebih tinggi daripada raja-raja Eropa.
Akan tetapi jika melihat Perang Salib I, seruan Paus belum ditanggapi serius oleh raja-raja Eropa bahkan pertempuran hanya diikuti dan dipimpin oleh bangsawan lokal dan bukanlah raja membuktikan bahwa terdapat faktor lain dalam hal menanggapi perintah Paus di Roma.
Pertempuran fisik pada Perang Salib V sebenarnya dimulai tahun 1218 ketika pasukan Salib bertempur melawan Dinasti Ayyubiah yang dipimpin oleh Sultan al-Kamil.
Paul Moses dalam bukunya yang diterjemahkan Adi Toha berjudul "Santo dan Sultan: Kisah Tersembunyi tentang Juru Damai Perang Salib" (Tangerang: Pustaka Alvabet, 2013) menyebutkan pada Juli 1218 terjadi Pertempuran Damietta di Mesir, tepatnya di delta Sungai Nil.
Pada awalnya, pasukan Salib menguasai jalannya pertempuran sehingga Dinasti Ayyubiyah mengalami kekalahan, dan pada tahun 1219, berhasil direbut paksa wilayahnya oleh pasukan Salib.
Keberhasilan pasukan Salib memenangkan pertempuran merupakan kemajuan taktik, karena Damietta sangat dekat dengan Kairo. Dengan kemenangan di Damietta, pasukan Salib akan memasuki pusat Dinasti Ayyubiyah di Kairo.
Jika Kairo jatuh, maka tidak ada kekuatan lagi di Timur Tengah yang mengusik pasukan Salib untuk membentuk dan menata Kerajaan Surga di Yerusalem dan sekitarnya.
Hal tersebut ditambah dengan keberadaan Turki Seljuk yang mendukung dan terikat perjanjian dengan pasukan Salib.
Keadaan terbalik pada tahun 1221. Alexander Mikaberidze dalam "Conflict and Conquest in the Islamic World: A Historical Encyclopedia Volume 1" memaparkan pasukan Salib tidak lagi memenangkan pertempuran.
"Di Kairo, pasukan Salib mengalami kekalahan secara luar biasa sehingga kekuatan pasukan Salib yang terdapat di Mesir berkurang, bahkan bukan lagi tandingan Dinasti Ayyubiah," tulisnya.
Untuk kesekian kalinya pasukan Salib kembali mengalami kekalahan dan terpaksa harus mengakhiri perang dengan perjanjian damai selama delapan tahun dengan Dinasti Ayyubiah di bawah komando Sultan al-Kamil.
Sementara itu di Syam, Turki Seljuk bertempur dengan tentara Dinasti Ayyubiyah. Tujuannya adalah merebut Yerusalem dari Dinasti Ayyubiyah. Hal tersebut berfungsi agar kekuatan pasukan Salib terkonsentrasi di Mesir saja.
Hasilnya adalah Yerusalem tetap berada di tangan Dinasti Ayyubiyah. Turki Seljuk gagal merebut Yerusalem dari Dinasti Ayyubiah. Jika Turki Seljuk memenangkan pertempuran dan berhasil merebut Yerusalem, mungkin menjadi masalah baru bagi perjanjian yang terikat dengan pasukan Salib.
Paus Urbanus II, Paus Eugene III, Paus Gregory VII, Paus Inosentius III yang selalu dipatuhi raja-raja Eropa terutama sejak Perang Salib II membuktikan bahwa kedudukan Paus lebih tinggi daripada raja-raja Eropa.
Akan tetapi jika melihat Perang Salib I, seruan Paus belum ditanggapi serius oleh raja-raja Eropa bahkan pertempuran hanya diikuti dan dipimpin oleh bangsawan lokal dan bukanlah raja membuktikan bahwa terdapat faktor lain dalam hal menanggapi perintah Paus di Roma.
Pertempuran fisik pada Perang Salib V sebenarnya dimulai tahun 1218 ketika pasukan Salib bertempur melawan Dinasti Ayyubiah yang dipimpin oleh Sultan al-Kamil.
Paul Moses dalam bukunya yang diterjemahkan Adi Toha berjudul "Santo dan Sultan: Kisah Tersembunyi tentang Juru Damai Perang Salib" (Tangerang: Pustaka Alvabet, 2013) menyebutkan pada Juli 1218 terjadi Pertempuran Damietta di Mesir, tepatnya di delta Sungai Nil.
Pada awalnya, pasukan Salib menguasai jalannya pertempuran sehingga Dinasti Ayyubiyah mengalami kekalahan, dan pada tahun 1219, berhasil direbut paksa wilayahnya oleh pasukan Salib.
Keberhasilan pasukan Salib memenangkan pertempuran merupakan kemajuan taktik, karena Damietta sangat dekat dengan Kairo. Dengan kemenangan di Damietta, pasukan Salib akan memasuki pusat Dinasti Ayyubiyah di Kairo.
Jika Kairo jatuh, maka tidak ada kekuatan lagi di Timur Tengah yang mengusik pasukan Salib untuk membentuk dan menata Kerajaan Surga di Yerusalem dan sekitarnya.
Hal tersebut ditambah dengan keberadaan Turki Seljuk yang mendukung dan terikat perjanjian dengan pasukan Salib.
Keadaan terbalik pada tahun 1221. Alexander Mikaberidze dalam "Conflict and Conquest in the Islamic World: A Historical Encyclopedia Volume 1" memaparkan pasukan Salib tidak lagi memenangkan pertempuran.
"Di Kairo, pasukan Salib mengalami kekalahan secara luar biasa sehingga kekuatan pasukan Salib yang terdapat di Mesir berkurang, bahkan bukan lagi tandingan Dinasti Ayyubiah," tulisnya.
Untuk kesekian kalinya pasukan Salib kembali mengalami kekalahan dan terpaksa harus mengakhiri perang dengan perjanjian damai selama delapan tahun dengan Dinasti Ayyubiah di bawah komando Sultan al-Kamil.
Sementara itu di Syam, Turki Seljuk bertempur dengan tentara Dinasti Ayyubiyah. Tujuannya adalah merebut Yerusalem dari Dinasti Ayyubiyah. Hal tersebut berfungsi agar kekuatan pasukan Salib terkonsentrasi di Mesir saja.
Hasilnya adalah Yerusalem tetap berada di tangan Dinasti Ayyubiyah. Turki Seljuk gagal merebut Yerusalem dari Dinasti Ayyubiah. Jika Turki Seljuk memenangkan pertempuran dan berhasil merebut Yerusalem, mungkin menjadi masalah baru bagi perjanjian yang terikat dengan pasukan Salib.
(mhy)