Doa Seorang Muslimah yang Diabadikan Al Qur'an, Siapakah Dia?
loading...
A
A
A
Ada sebuah doa dari seorang muslimah yang diabadikan dalam Al Qur'an, tepatnya dalam surat Al-Mujadilah . Siapakah pemilik doa tersebut, dan bagaimana perannya sampai Allah SWT mengabadikan doanya?
Dia adalah Khaulah binti Tsa’labah. Seorang sahabat perempuan Rasulullah ( shahabiyat ) yang menakjubkan yang belum pernah tertandingi hingga hari ini, di zaman ini. Cerita bermula, kala suatu hari, Umar bin Khatthab bepergian bersama orang-orang Quraisy. Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan seorang perempuan tua. Perempuan tua itu lantas meminta Umar berhenti. Dia lalu berbincang-bincang dengan Amirul Mukminin tersebut.
Seseorang di antara rombongan berkata, “Wahai Amirul Mukminin , apakah Tuan menghentikan langkah orang-orang demi wanita tua ini?” Umar lantas menjawab, “Celakahlah kamu! Apakah kamu tahu siapa dia? Dia adalah perempuan yang didengar pengaduannya oleh Allah dari atas tujuh langit.
Lantas Allah Ta'ala turunkan ayat tentangnya dalam surah Al-Mujadilah
Qad sami'al laahu qawlal latii tujaadiluka fii zawjihaa wa tashtakiii ilal laahi wallaahu yasma'u tahaawurakumaa; innal laaha samii'um basiir
"Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS Al-Mujadilah : 1)
Sebenarnya banyak sekali nama Khaulah dalam deretan nama-nama sahabat Nabi. Ada Khaulah binti Iyyas, Khaulah binti Tsabit, Khaulah binti Tsamir, dan lain-lain. Salah satu Khaulah yang termasuk golongan shahabiyah itu adalah perempuan yang disebut dalam cerita di atas, Khaulah binti Tsa’labah.
Siapakah dia sehingga Umar begitu sangat menghormatinya? Nama lengkapnya adalah Khaulah binti Tsa’labah bin Ashram bin Fahar bin Tsa'labah Ghanam bin Auf. Ada juga yang menyebutnya dengan sighat tashghir, Khuwailah binti Khuwailid.
Dalam kitab 'Nisaa' Haular Rasul' dijelaskan Khaulah merupakan istri dari Aus bin Ash-Shamit, saudaranya ‘Ibadah. Khaulah bercerita, “Demi Allah, dalam (permasalahan)ku dan Aus bin Ash-Shamit, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menurunkan awal ayat surat al-Mujadalah. Saat itu, status Khaulah adalah istrinya.
Khaulah berkisah; Ia seorang laki-laki yang telah tua renta, perangainya telah berubah menjadi kasar dan suka membentak. Suatu hari, ia menemuiku. Kala itu, aku membantahnya dengan sesuatu. Ia pun marah, lantas berkata, ‘Engkau ibarat punggung ibuku bagiku.’ Ia lalu keluar dan duduk di tempat kaumnya berkumpul.
“Beberapa saat kemudian ia masuk menemuiku dan saat itu ia menginginkanku. Maka kukatakan padanya, ‘Sekali-kali tidak. Demi Dzat Yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, janganlah engkau mendekatiku. Engkau telah mengucapkan apa yang telah engkau ucapkan, sampai Allah dan Rasul-Nya memutuskan hukum dalam permasalahan kita.’
Khaulah mengaku suaminya telah bertindak kasar padanya. Ia bercerita, suaminya melompat hendak menangkapnya. Lalu menghindar darinya dan berusaha melawan dengan kekuatan seorang wanita menghadapi lelaki tua lemah. Sehingga Khaulah menemui Rasulullah. Maka ia duduk di hadapan beliau. Kemudian ia menceritakan apa yang telah terjadi dengan suaminya. Khaulah mengeluh pada Rasulullah perihal perilaku kasar suaminya itu.
Rasulullah bersabda, “Wahai Khaulah! Anak pamanmu itu adalah seorang laki-laki yang telah tua. Maka bertaqwalah engkau kepada Allah terhadap suamimu!” Khaulah berkata, “Demi Allah, aku tidak beranjak dari sisi beliau sampai turun Al-Qur’an. Ketika itu Rasulullah SAW diliputi sesuatu dan diwahyukan kepada beliau. Lalu beliau berkata padaku, ‘Wahai Khaulah! Allah telah menurunkan firman-Nya tentang permasalahanmu dan suamimu.’ Kemudian beliau membacakanku surat al-Mujadalah ayat 1-4:
Sampai ayat
Kemudian Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menjelaskan kepada Khaulah tentang kafarah zihar:
Rasulullah : Perintahkan kepadanya agar ia memerdekakan seorang budak!’ “
Khaulah : ‘Demi Allah, wahai Rasulullah! Dia tidak memiliki seorang budak.’
Rasulullah : ‘Kalau begitu, hendaklah ia berpuasa selama dua bulan berturut-turut.
Khaulah : ‘Demi Allah, wahai Rasulullah! Dia adalah seorang lelaki tua yang tidak sanggup lagi berpuasa.’
Rasulullah: ‘Jika demikian, hendaklah ia memberi makan enam puluh orang miskin dengan satu wasaq kurma.’
Khaulah : ‘Wahai Rasulllah! Dia tidak mempunyai kurma sebanyak itu.’
Rasulullah : ‘Maka kami akan membantunya dengan sekeranjang kurma.’
Khaulah : ‘Wahai Rasulullah! Aku juga akan membantunya dengan sekeranjang kurma lagi.’
Rasulullah : ‘Perbuatanmu benar dan bagus. Pergilah dan bersedekahlah untuk suamimu. Kemudian berwasiatlah dengan anak pamanmu dengan baik.’ “Maka aku pun melakukan perintah beliau.”
Begitu anggun sikap Khaulah saat menghadapi tingkah laku suaminya. Ia berpegang teguh terhadap peraturan agama karena pada saat itu zihar dianggap sebagai talak. Maka, tatkala Aus bin ash-Shamit, suami tua menziharnya lantas menginginkannya kembali, Khaulah tidak serta-merta mau. Dia bahkan mengadukan permasalahannya kepada Rasulullah sampai-sampai turun ayat yang menjawab permasalahan itu.
Terkait dengan kejadian ini, disebutkan dalam sebuah riwayat, Aisyah radhiyallahu'anhu berkata:
“Maha suci Allah yang pendengaran-Nya meliputi segalanya. Aku mendengar ucapan Khaulah binti Sa’labah itu, sekalipun tidak seluruhnya. Dia mengadukan suaminya kepada Rasulullah katanya: “Rasulullah, suamiku telah menghabiskan masa mudaku dan sudah berapa kali aku mengandung karenanya. Sekarang, setelah aku menjadi tua dan tidak beranak lagi ia menjatuhkan zihar kepadaku! Ya Allah sesungguhnya aku mengadu kepada-Mu”.
Aisyah berkata: “Tiba-tiba Jibril turun membawa ayat-ayat ini: “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan perempuan yang mengadu kepadamu tentang suaminya (yakni Aus bin Shamit).” (QS. al-Mujadalah: 1).
Para sahabat juga mengakui keutamaan dan keberanian wanita mulia ini dalam kebenaran. Sepeninggal Nabi, para sahabat mendengarkan perkataannya sebagai penghormatan terhadap wanita yang telah didengar pengaduannya oleh Allah Ta'ala. Seperti yang telah diceritakan di awal, pada suatu hari Umar bin Khaththab keluar bersama orang-orang. Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan seorang perempuan tua. Perempuan tua itu lantas meminta Umar berhenti. Dia lalu berbincang-bincang dengan Amirul Mukminin tersebut.
Seseorang di antara rombongan berkata, “Wahai Amirul Mukminin , apakah Tuan menghentikan langkah orang-orang demi wanita tua ini?” Umar lantas menjawab, “Celakahlah kamu! Apakah kamu tahu siapa dia? Dia adalah perempuan yang didengar pengaduannya oleh Allah dari atas tujuh langit. Ini adalah Khaulah binti Tsa’labah yang Allah turunkan ayat tentangnya dalam ayat ‘Sungguh, Allah telah mendengar ucapan perempuan yang mengajukan gugatan kepadamu (Muhammad) tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah, dan Allah mendengar percakapan kamu berdua.’ Demi Allah, jika dia berhenti sampai malam, aku tidak akan meninggalkannya kecuali untuk salat lantas kembali kepadanya.
Juga diriwayatkan dari Qatadah, ia berkata, “Umar bin Khatthab keluar dari masjid dan al-Jarud al-‘Abdi sedang bersamanya. Tiba-tiba ada seorang wanita di tepi jalan. ‘Umar mengucapkan salam kepadanya dan wanita itu menjawabnya. Wanita tua itu berkata, ‘Wahai ‘Umar, dulu aku menemuimu saat engkau masih bernama ‘Umair di pasar ‘Ukazh. Engkau menakut-nakuti anak-anak dengan tongkatmu. Hingga hari berlalu dan namamu berganti ‘Umar. Dan masa terus berlalu hingga engkau menjadi seorang Amirul Mukminin . Maka bertaqwalah kepada Allah terhadap rakyatmu. Dan ketahuilah, barangsiapa yang takut ancaman Allah, dia akan merasakan bahwa siksa Allah itu amat dekat. Dan barangsiapa yang takut terhadap kematian, maka kematian itu pasti tidak akan luput darinya.”
Mendengar perkataan wanita itu, al-Jarud berkata, “Sungguh engkau telah memperbanyak ucapan terhadap Amirul Mukminin wahai wanita!” Umar lantas berkata, “Biarkanlah ia! Tidakkah engkau mengenalinya? Wanita ini adalah Khaulah bintu Hakim, istri Aus bin ash-Shamit yang ucapannya didengar oleh Allah dari atas langit ketujuh. Maka demi Allah, Umar sangat berhak untuk mendengarkannya.”
Inilah wanita yang patut dijadikan teladan oleh kaum muslimah. Seorang wanita yang karena ketaatannya kepada Allah dan Rasulullah, sehingga pengaduannya didengar oleh Allah Ta'ala.
Wallahu A"lam
Dia adalah Khaulah binti Tsa’labah. Seorang sahabat perempuan Rasulullah ( shahabiyat ) yang menakjubkan yang belum pernah tertandingi hingga hari ini, di zaman ini. Cerita bermula, kala suatu hari, Umar bin Khatthab bepergian bersama orang-orang Quraisy. Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan seorang perempuan tua. Perempuan tua itu lantas meminta Umar berhenti. Dia lalu berbincang-bincang dengan Amirul Mukminin tersebut.
Seseorang di antara rombongan berkata, “Wahai Amirul Mukminin , apakah Tuan menghentikan langkah orang-orang demi wanita tua ini?” Umar lantas menjawab, “Celakahlah kamu! Apakah kamu tahu siapa dia? Dia adalah perempuan yang didengar pengaduannya oleh Allah dari atas tujuh langit.
Lantas Allah Ta'ala turunkan ayat tentangnya dalam surah Al-Mujadilah
قَدْ سَمِعَ ٱللَّهُ قَوْلَ ٱلَّتِى تُجَٰدِلُكَ فِى زَوْجِهَا وَتَشْتَكِىٓ إِلَى ٱللَّهِ وَٱللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَآ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌۢ بَصِيرٌ
Qad sami'al laahu qawlal latii tujaadiluka fii zawjihaa wa tashtakiii ilal laahi wallaahu yasma'u tahaawurakumaa; innal laaha samii'um basiir
"Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS Al-Mujadilah : 1)
Sebenarnya banyak sekali nama Khaulah dalam deretan nama-nama sahabat Nabi. Ada Khaulah binti Iyyas, Khaulah binti Tsabit, Khaulah binti Tsamir, dan lain-lain. Salah satu Khaulah yang termasuk golongan shahabiyah itu adalah perempuan yang disebut dalam cerita di atas, Khaulah binti Tsa’labah.
Siapakah dia sehingga Umar begitu sangat menghormatinya? Nama lengkapnya adalah Khaulah binti Tsa’labah bin Ashram bin Fahar bin Tsa'labah Ghanam bin Auf. Ada juga yang menyebutnya dengan sighat tashghir, Khuwailah binti Khuwailid.
Dalam kitab 'Nisaa' Haular Rasul' dijelaskan Khaulah merupakan istri dari Aus bin Ash-Shamit, saudaranya ‘Ibadah. Khaulah bercerita, “Demi Allah, dalam (permasalahan)ku dan Aus bin Ash-Shamit, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menurunkan awal ayat surat al-Mujadalah. Saat itu, status Khaulah adalah istrinya.
Khaulah berkisah; Ia seorang laki-laki yang telah tua renta, perangainya telah berubah menjadi kasar dan suka membentak. Suatu hari, ia menemuiku. Kala itu, aku membantahnya dengan sesuatu. Ia pun marah, lantas berkata, ‘Engkau ibarat punggung ibuku bagiku.’ Ia lalu keluar dan duduk di tempat kaumnya berkumpul.
“Beberapa saat kemudian ia masuk menemuiku dan saat itu ia menginginkanku. Maka kukatakan padanya, ‘Sekali-kali tidak. Demi Dzat Yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, janganlah engkau mendekatiku. Engkau telah mengucapkan apa yang telah engkau ucapkan, sampai Allah dan Rasul-Nya memutuskan hukum dalam permasalahan kita.’
Khaulah mengaku suaminya telah bertindak kasar padanya. Ia bercerita, suaminya melompat hendak menangkapnya. Lalu menghindar darinya dan berusaha melawan dengan kekuatan seorang wanita menghadapi lelaki tua lemah. Sehingga Khaulah menemui Rasulullah. Maka ia duduk di hadapan beliau. Kemudian ia menceritakan apa yang telah terjadi dengan suaminya. Khaulah mengeluh pada Rasulullah perihal perilaku kasar suaminya itu.
Rasulullah bersabda, “Wahai Khaulah! Anak pamanmu itu adalah seorang laki-laki yang telah tua. Maka bertaqwalah engkau kepada Allah terhadap suamimu!” Khaulah berkata, “Demi Allah, aku tidak beranjak dari sisi beliau sampai turun Al-Qur’an. Ketika itu Rasulullah SAW diliputi sesuatu dan diwahyukan kepada beliau. Lalu beliau berkata padaku, ‘Wahai Khaulah! Allah telah menurunkan firman-Nya tentang permasalahanmu dan suamimu.’ Kemudian beliau membacakanku surat al-Mujadalah ayat 1-4:
قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللَّهِ
Sampai ayat
فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ مِن قَبْلِ أَن يَتَمَآسَّا فَمَن لَّمْ يَسْتَطِعْ فَإِطْعَامُ سِتِّينَ مِسْكِينًا ذَلِكَ لِتُؤْمِنُوا بِاللهِ وَرَسُولِهِ وَتِلْكَ حُدُودُ اللهِ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Kemudian Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menjelaskan kepada Khaulah tentang kafarah zihar:
Rasulullah : Perintahkan kepadanya agar ia memerdekakan seorang budak!’ “
Khaulah : ‘Demi Allah, wahai Rasulullah! Dia tidak memiliki seorang budak.’
Rasulullah : ‘Kalau begitu, hendaklah ia berpuasa selama dua bulan berturut-turut.
Khaulah : ‘Demi Allah, wahai Rasulullah! Dia adalah seorang lelaki tua yang tidak sanggup lagi berpuasa.’
Rasulullah: ‘Jika demikian, hendaklah ia memberi makan enam puluh orang miskin dengan satu wasaq kurma.’
Khaulah : ‘Wahai Rasulllah! Dia tidak mempunyai kurma sebanyak itu.’
Rasulullah : ‘Maka kami akan membantunya dengan sekeranjang kurma.’
Khaulah : ‘Wahai Rasulullah! Aku juga akan membantunya dengan sekeranjang kurma lagi.’
Rasulullah : ‘Perbuatanmu benar dan bagus. Pergilah dan bersedekahlah untuk suamimu. Kemudian berwasiatlah dengan anak pamanmu dengan baik.’ “Maka aku pun melakukan perintah beliau.”
Begitu anggun sikap Khaulah saat menghadapi tingkah laku suaminya. Ia berpegang teguh terhadap peraturan agama karena pada saat itu zihar dianggap sebagai talak. Maka, tatkala Aus bin ash-Shamit, suami tua menziharnya lantas menginginkannya kembali, Khaulah tidak serta-merta mau. Dia bahkan mengadukan permasalahannya kepada Rasulullah sampai-sampai turun ayat yang menjawab permasalahan itu.
Terkait dengan kejadian ini, disebutkan dalam sebuah riwayat, Aisyah radhiyallahu'anhu berkata:
“Maha suci Allah yang pendengaran-Nya meliputi segalanya. Aku mendengar ucapan Khaulah binti Sa’labah itu, sekalipun tidak seluruhnya. Dia mengadukan suaminya kepada Rasulullah katanya: “Rasulullah, suamiku telah menghabiskan masa mudaku dan sudah berapa kali aku mengandung karenanya. Sekarang, setelah aku menjadi tua dan tidak beranak lagi ia menjatuhkan zihar kepadaku! Ya Allah sesungguhnya aku mengadu kepada-Mu”.
Aisyah berkata: “Tiba-tiba Jibril turun membawa ayat-ayat ini: “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan perempuan yang mengadu kepadamu tentang suaminya (yakni Aus bin Shamit).” (QS. al-Mujadalah: 1).
Para sahabat juga mengakui keutamaan dan keberanian wanita mulia ini dalam kebenaran. Sepeninggal Nabi, para sahabat mendengarkan perkataannya sebagai penghormatan terhadap wanita yang telah didengar pengaduannya oleh Allah Ta'ala. Seperti yang telah diceritakan di awal, pada suatu hari Umar bin Khaththab keluar bersama orang-orang. Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan seorang perempuan tua. Perempuan tua itu lantas meminta Umar berhenti. Dia lalu berbincang-bincang dengan Amirul Mukminin tersebut.
Seseorang di antara rombongan berkata, “Wahai Amirul Mukminin , apakah Tuan menghentikan langkah orang-orang demi wanita tua ini?” Umar lantas menjawab, “Celakahlah kamu! Apakah kamu tahu siapa dia? Dia adalah perempuan yang didengar pengaduannya oleh Allah dari atas tujuh langit. Ini adalah Khaulah binti Tsa’labah yang Allah turunkan ayat tentangnya dalam ayat ‘Sungguh, Allah telah mendengar ucapan perempuan yang mengajukan gugatan kepadamu (Muhammad) tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah, dan Allah mendengar percakapan kamu berdua.’ Demi Allah, jika dia berhenti sampai malam, aku tidak akan meninggalkannya kecuali untuk salat lantas kembali kepadanya.
Juga diriwayatkan dari Qatadah, ia berkata, “Umar bin Khatthab keluar dari masjid dan al-Jarud al-‘Abdi sedang bersamanya. Tiba-tiba ada seorang wanita di tepi jalan. ‘Umar mengucapkan salam kepadanya dan wanita itu menjawabnya. Wanita tua itu berkata, ‘Wahai ‘Umar, dulu aku menemuimu saat engkau masih bernama ‘Umair di pasar ‘Ukazh. Engkau menakut-nakuti anak-anak dengan tongkatmu. Hingga hari berlalu dan namamu berganti ‘Umar. Dan masa terus berlalu hingga engkau menjadi seorang Amirul Mukminin . Maka bertaqwalah kepada Allah terhadap rakyatmu. Dan ketahuilah, barangsiapa yang takut ancaman Allah, dia akan merasakan bahwa siksa Allah itu amat dekat. Dan barangsiapa yang takut terhadap kematian, maka kematian itu pasti tidak akan luput darinya.”
Mendengar perkataan wanita itu, al-Jarud berkata, “Sungguh engkau telah memperbanyak ucapan terhadap Amirul Mukminin wahai wanita!” Umar lantas berkata, “Biarkanlah ia! Tidakkah engkau mengenalinya? Wanita ini adalah Khaulah bintu Hakim, istri Aus bin ash-Shamit yang ucapannya didengar oleh Allah dari atas langit ketujuh. Maka demi Allah, Umar sangat berhak untuk mendengarkannya.”
Inilah wanita yang patut dijadikan teladan oleh kaum muslimah. Seorang wanita yang karena ketaatannya kepada Allah dan Rasulullah, sehingga pengaduannya didengar oleh Allah Ta'ala.
Wallahu A"lam
(wid)