Ramadhan, Momentum Jihad Melawan Nafsu dan Ego Diri

Sabtu, 02 Mei 2020 - 07:00 WIB
loading...
Ramadhan, Momentum Jihad Melawan Nafsu dan Ego Diri
Prof DR Muhammad Said, guru besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Foto/ist
A A A
Prof DR Muhammad Said
Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jihad menjadi sebuah tema umum yang sering disalahpahami dan disalahgunakan untuk kepentingan dan syahwat kekuasaan politk-ekonomi kelompok tertentu. Bagi mereka, Jihad dimaknai sebagai perang dilakukan dengan mengerahkan pasukan dilengkapi kekuatan senjata pemusnah (massal).

Jihad dalam pemahaman seperti itu bertentangan dengan pemahaman arus utama yang mengajarkan kita mandang ke dalam diri kita. Sebab, sesungguhnya musuh nyata yang kita hadapi adalah musuh dari dalam diri kita, sebangsa hawa, nafsu, dunia dan syetan. Secara historis, Rasulullah pernah melakukan peperangan yang menelan banyak korban dari pihak beliau.

Perang kala itu bertujuan untuk memproteksi kaum muslimin dari serangan agresor, mempertahankan harta diri dan harta benda, bukan untuk tujuan melenyapkan nyawa orang lain yang berbeda keyakinan sebagaimana disalah-pahami kelompok tertentu selama ini. Membunuh orang lain tanpa alasan yang dibenarkan Agama melahirkan tensi distabilitas sosial-politik, berdampak pada hancurnya sendi-sendi ekonomi yang telah dibangun secara mapan, dan tindakan brutal membunuh jiwa orang yang dilarang, karena membunuh satu jiwa sama dengan membunuh seluruh jiwa manusia.

Ada satu sabda Nabi yang membuat para sahabat tercengang mendengrnya terkait dengan hakekat jihad. Sepulang dari medan peperangan yang telah merenggut nyawa banyak syuhada (pejuang) Muslim, Beliau mengatakan: "Kharajna min jihadi al shigar ila al jihad al akbar" (kita telah kembali dari jihad kecil menuju jihad yang lebih besar). Sahabat dengan penuh tanda tanya, mengapa perang telah menggugurkan banyak syuhada dikatakan jihad kecil. Sahabat bertanya "mu huwa jihad al akbar ya Rasulullah?" "Jihad Al-Nafs", jihad melawan nafsu, jawab Beliau.

Artinya, musuh terbesar itu bukan dari luar diri kita berupa pasukan bersenjata teknologi pembunuh massal hari ini, musuh nyata itu dalam diri kita. Beliau menegaskan "Sesungguhnya musuh nyata yang kamu hadapi adalah musuh yang terdapat dalam dirimu. Wujud musuh diri yang nyata itu adalah hawa, nafsu, dunia dan setan".

Empat musuh ini berhubungan dengan anasir penciptaan tubuh manusia. Keterangan hadits dalam Kitab al-Thib oleh Jalaludidin al Suyuthi empat anasir kejadian tubuh manusia itu al tien (tanah), al ma'u (air), al riyh (angin) dan al nar (api). Anasir tanah (tien) merepresentasikan sifat pantang/tidiak mau kekuarangan.

Apabila tidak ketahui penyebab dan cara mengendalikan sifat tidak mau kekuarangan, Ia mendorong seseorang memiliki syahwat tingkat tinggi meraup materi sebanyak mungkin walaupun harus melanggar aturan hokum. Korupsi menggurita hari ini merupakan dampak sifat tidak mau kekurangan. Anasir air (ma’u) dengan kekuatan ruh jasmaniyah memunculkan nafsu yang mendorong perilaku pantang (tidak mau) kerendahan.

Karakter ini mewujud pada kita dalam bentuk sifat tercela seperti angkuh, takabbur, dan sombong. Anasir angina (riyh) memunculkan hawa dengan karakter dasarnya pantang kelintasan. Sifat ini mengkristal dalam hari berupa iri, dengki, hasut fitnah, tamak dan loba.

Sedangkan anasir api (nar) bersifat pantang kalah, yang membuat kita mudah marah, tersinggung dan sensitif terhadap persoalan kecil sekalipun. Amarah, simbol api sebagai representasi setan sehingga Beliau bersabda "Setan tidak berhenti menggoda anak Adam (manusia) selama darah mengalir dalam tubuhnya".

Akumulasi karakter negatif dari anasir kejadian tubuh manusia itu melahirkan nafsu amarrah dan lawwamah berupa perbuatan Al Fahsya’i wal munkar. Perbutan keji itu lokusnya dalam hati berupa sifat ajib atau ta’ajjub (suka berbangga diri melampaui batas), riya’ (suka pamer), takkabur (suka membesar diri dan dibesarkan), iri, dan dengki.

Sedangkan perbuatan munkar dikenali dari perilaku menfitnah, menghasut, tamak, lobak dan sombong. Sepuluh bentuk penyakit hati ini adalah musuh paling nyata dihadapi setiap orang. Perang besar itu adalah kemampuan mengontrol diri secara internal dari 10 penyakit hati (fahsya’i wal munkar).

Bulan Ramadhan ini adalah medan jihad melawan musuh besar dalam diri, melatih mukmin mampu berdiplomasi dengan dirinya ketika suara negatif, amarah, bergumuruh di dalam dadanya. Ketika suara negatif dari dalam bergumuruh, ia tahu bagaimana mengendalikannya dan yakin atas intervensi Tuhan musuh nyata itu dicabut Tuhan dari dalam dada di tempat yang di bawahnya mengalir sungai-sungai (QS. 7:43), di tempat itu musuh nyata dimatikan atas pertolongan Tuhan dengan sabar dan salat, namun diakui hal demikian itu berat kecuali bagi mereka yang khusu'. Yaitu mereka yang yakin berjumpa dengan Tuhan, saat berhubungan denganNya, dan ketika itulah mereka kembali kepadaNya, bukan mati. Tetapi, musuh besar yang memghambat jalan kembali kepada Tuhan itulah yang dimatikan (QS. 3:101) sehingga Mukmin selamat.

Semoga bulan Ramadhan menjadi arena training bagi mukmin hingga benar-benar kembali berpendirian dengan sifat sidik, amanah, tabligh dan fathonah (SATF). Allahu yubarikna fi syahri Ramadhan. Aamiin.
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2382 seconds (0.1#10.140)