Makna Ar-rijalu Qawammuna Alan Nisa Menurut Quraish Shihab
loading...
A
A
A
Tentu saja di balik kewajiban suami tersebut, suami juga mempunyai hak-hak yang harus dipenuhi oleh istrinya. Suami wajib ditaati selama tidak bertentangan dengan ajaran agama dan hak pribadi sang istri.
Sedemikian penting kewajiban ini, sampai-sampai Rasulullah SAW bersabda, "Seandainya aku memerintahkan seseorang untuk sujud kepada seseorang, niscaya akan kuperintahkan para istri untuk sujud kepada suaminya."
Bahkan Islam juga melarang seorang istri berpuasa sunnah tanpa seizin suaminya. Hal ini disebabkan karena seorang suami mempunyai hak untuk memenuhi naluri seksualnya.
Dapat ditambahkan bahwa Rasulullah SAW menegaskan bahwa seorang istri memimpin rumah tangga dan bertanggung Jawab atas keuangan suaminya.
Pertanggungjawaban tersebut terlihat dalam tugas-tugas yang harus dipenuhi, serta peran yang diembannya saat memelihara rumah tangga, baik dari segi kebersihan, keserasian tata ruang, pengaturan menu makanan, maupun pada keseimbangan anggaran.
Bahkan pun istri ikut bertanggung jawab - bersama suami - untuk menciptakan ketenangan bagi seluruh anggota keluarga, misalnya, untuk tidak menerima tamu pria atau wanita yang tidak disenangi oleh sang suami.
Pada tugas-tugas rumah tangga inilah Rasulullah SAW membenarkan seorang istri melayani bersama suaminya tamu pria yang mengunjungi rumahnya.
Pada konteks inilah perintah Al-Quran harus dipahami agar para istri berada di rumah.
Firman Allah waqarna fi buyutikunna (dan tetaplah tinggal berdiam di rumah kalian) dalam surat Al-Ahzab ayat 33, menurut kalimatnya ditujukan untuk istri-istri Nabi kendati dapat dipahami sebagai acuan kepada semua wanita.
Namun tidak berarti bahwa wanita harus terus-menerus berada di rumah dan tidak diperkenalkan keluar, melainkan mengisyaratkan bahwa tugas pokok yang harus diemban oleh seorang istri adalah memelihara rumah tangganya.
Kesimpulannya, kata Quraish, peranan seorang istri sebagai ibu rumah tangga adalah untuk menjadikan rumah itu sebagai sakan, yakni "tempat yang menenangkan dan menenteramkan seluruh anggotanya."
Dan dalam konteks inilah Rasulullah SAW menggarisbawahi sifat-sifat seorang istri yang baik yakni yang menyenangkan suami bila ia dipandang, menaati suami bila ia diperintah, dan ia memelihara diri, harta, dan anak-anaknya, bila suami jauh darinya.
Sebagai ibu, seorang istri adalah pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya, khususnya pada masa-masa balita. Memang, keibuan adalah rasa yang dimiliki oleh setiap wanita, karenanya wanita selalu mendambakan seorang anak untuk menyalurkan rasa keibuan tersebut.
Mengabaikan potensi ini, berarti mengabaikan jati diri wanita. Pakar-pakar ilmu jiwa menekankan bahwa anak pada periode pertama kelahirannya sangat membutuhkan kehadiran ibu-bapaknya.
Anak yang merasa kehilangan perhatian (misalnya dengan kelahiran adiknya) atau merasa diperlakukan tidak wajar, dengan dalih apa pun, dapat mengalami ketimpangan kepribadian.
Rasulullah SAW pernah menegur seorang ibu yang merenggut anaknya secara kasar dari pangkuan Rasulullah, karena sang anak pipis, sehingga membasahi pakaian Rasul. Rasulullah bersabda,
"Jangan engkau menghentikan pipisnya. (Pakaian) ini dapat dibersihkan dengan air tetapi apakah yang dapat menghilangkan kekeruhan dalam jiwa anak ini (akibat perlakuan kasar itu)?"
Sedemikian penting kewajiban ini, sampai-sampai Rasulullah SAW bersabda, "Seandainya aku memerintahkan seseorang untuk sujud kepada seseorang, niscaya akan kuperintahkan para istri untuk sujud kepada suaminya."
Bahkan Islam juga melarang seorang istri berpuasa sunnah tanpa seizin suaminya. Hal ini disebabkan karena seorang suami mempunyai hak untuk memenuhi naluri seksualnya.
Dapat ditambahkan bahwa Rasulullah SAW menegaskan bahwa seorang istri memimpin rumah tangga dan bertanggung Jawab atas keuangan suaminya.
Pertanggungjawaban tersebut terlihat dalam tugas-tugas yang harus dipenuhi, serta peran yang diembannya saat memelihara rumah tangga, baik dari segi kebersihan, keserasian tata ruang, pengaturan menu makanan, maupun pada keseimbangan anggaran.
Bahkan pun istri ikut bertanggung jawab - bersama suami - untuk menciptakan ketenangan bagi seluruh anggota keluarga, misalnya, untuk tidak menerima tamu pria atau wanita yang tidak disenangi oleh sang suami.
Pada tugas-tugas rumah tangga inilah Rasulullah SAW membenarkan seorang istri melayani bersama suaminya tamu pria yang mengunjungi rumahnya.
Pada konteks inilah perintah Al-Quran harus dipahami agar para istri berada di rumah.
Firman Allah waqarna fi buyutikunna (dan tetaplah tinggal berdiam di rumah kalian) dalam surat Al-Ahzab ayat 33, menurut kalimatnya ditujukan untuk istri-istri Nabi kendati dapat dipahami sebagai acuan kepada semua wanita.
Namun tidak berarti bahwa wanita harus terus-menerus berada di rumah dan tidak diperkenalkan keluar, melainkan mengisyaratkan bahwa tugas pokok yang harus diemban oleh seorang istri adalah memelihara rumah tangganya.
Kesimpulannya, kata Quraish, peranan seorang istri sebagai ibu rumah tangga adalah untuk menjadikan rumah itu sebagai sakan, yakni "tempat yang menenangkan dan menenteramkan seluruh anggotanya."
Dan dalam konteks inilah Rasulullah SAW menggarisbawahi sifat-sifat seorang istri yang baik yakni yang menyenangkan suami bila ia dipandang, menaati suami bila ia diperintah, dan ia memelihara diri, harta, dan anak-anaknya, bila suami jauh darinya.
Sebagai ibu, seorang istri adalah pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya, khususnya pada masa-masa balita. Memang, keibuan adalah rasa yang dimiliki oleh setiap wanita, karenanya wanita selalu mendambakan seorang anak untuk menyalurkan rasa keibuan tersebut.
Mengabaikan potensi ini, berarti mengabaikan jati diri wanita. Pakar-pakar ilmu jiwa menekankan bahwa anak pada periode pertama kelahirannya sangat membutuhkan kehadiran ibu-bapaknya.
Anak yang merasa kehilangan perhatian (misalnya dengan kelahiran adiknya) atau merasa diperlakukan tidak wajar, dengan dalih apa pun, dapat mengalami ketimpangan kepribadian.
Rasulullah SAW pernah menegur seorang ibu yang merenggut anaknya secara kasar dari pangkuan Rasulullah, karena sang anak pipis, sehingga membasahi pakaian Rasul. Rasulullah bersabda,
"Jangan engkau menghentikan pipisnya. (Pakaian) ini dapat dibersihkan dengan air tetapi apakah yang dapat menghilangkan kekeruhan dalam jiwa anak ini (akibat perlakuan kasar itu)?"