Nabi Muhammad SAW Membenci Suami yang Suka Memukul Istrinya
loading...
A
A
A
Syaikh Yusuf al-Qardhawi mengingatkan seorang suami harus berlaku sabar terhadap istrinya . Jika ada sesuatu pelayanan istri yang kurang menyenangkan, sedang dia telah mengetahui kelemahan istrinya sebagai seorang perempuan di mana dia sebagai manusia biasa tidak luput dari kekurangan.
"Di balik kesalahan dan kekurangan itu, istri juga mempunyai kebaikan-kebaikan dan kelebihan-kelebihan," ujar Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya yang diterjemahkan H. Mu'ammal Hamidy berjudul "Halal dan Haram dalam Islam" (PT Bina Ilmu, 1993) .
Di dalam salah satu hadisnya, Rasulullah SAW bersabda: "Seorang mukmin (suami) tidak boleh membenci seorang mukminah (istri), jika dia tidak menyukai lantaran sesuatu perangainya, maka dia akan senang pada perangainya yang lain." (Riwayat Muslim)
"Dan pergaulilah istrimu dengan cara yang baik maka jika kamu tidak menyukainya barangkali sesuatu yang kamu tidak sukainya itu justru Allah akan menjadikan padanya kebaikan yang sangat banyak." ( QS an-Nisa' : 19)
Al-Qardhawi mengatakan sebagaimana suami disuruh sabar terhadap sesuatu yang tidak disukainya dari istrinya, maka begitu juga seorang istri diperintah supaya memberi kesenangan kepada suaminya semampu mungkin, dan jangan sampai seorang istri tidur malam sedang suaminya dalam keadaan marah.
Dalam hadis Nabi dikatakan: "Ada tiga orang yang sembahyangnya itu tidak dapat melebihi kepalanya walaupun hanya sejengkal, yaitu: 1) Seorang laki-laki yang menjadi imam pada suatu kaum sedang kaum itu tidak suka, 2) Seorang perempuan yang tidur malam sedang suaminya murka kepadanya. 3) Dua saudara yang saling bermusuhan." (Riwayat Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)
Ketika Bersengketa
Karena seorang laki-laki adalah kepala rumah tangga sebagai konsekuensi yang diperolehnya karena dialah pembinanya, mempersediakannya, meletakkan rumah tangga ini dalam kehidupan, membayar mahar dan memberi nafkah, maka seorang istri tidak diperkenankan menentang suami dan lari dari kekuasaan suami.
Hal mana akan merusak persekutuan dan akan mengguncangkan bahtera rumah tangga, bahkan mungkin akan menenggelamkannya selama rumah tangga itu tidak ada pengemudinya.
Al-Qardhawi mengatakan kalau seorang suami menjumpai istrinya ada tanda-tanda nusyuz (durhaka) dan menentangnya; maka dia harus berusaha mengadakan islah dengan sekuat tenaga, diawali dengan kata-kata yang baik, nasihat yang mengesan dan bimbingan yang bijaksana.
"Kalau cara ini tidak lagi berguna, maka boleh dia tinggalkan dalam tempat tidur sebagai suatu usaha agar instink kewanitaannya itu dapat diajak berbicara. Kiranya dengan demikian dia akan radar dan kejernihan akan kembali," tuturnya.
Kalau ini dan itu tidak lagi berguna, maka dicoba untuk disadarkan dengan tangan, tetapi harus dijauhi pukulan yang berbahaya dan muka. Ini suatu obat mujarab untuk sementara perempuan dalam beberapa hal pada saat-saat tertentu.
Menurut al-Qardhawi, maksud memukul di sini tidak berarti harus dengan cambuk atau kayu, tetapi apa yang dimaksud memukul di sini ialah salah satu macam dari apa yang dikatakan Nabi kepada seorang khadamnya yang tidak menyenangkan pekerjaannya.
Nabi mengatakan sebagai berikut: "Andaikata tidak ada qishash (pembalasan) kelak di hari kiamat, niscaya akan kusakiti kamu dengan kayu ini." (Riwayat Ibnu Saad dalam Thabaqat)
Tetapi Nabi sendiri tidak menyukai laki-laki yang suka memukul istrinya.
Beliau bersabda: "Mengapa salah seorang di antara kamu suka memukul istrinya seperti memukul seorang hamba, padahal barangkali dia akan menyetubuhinya di hari lain?!" (Riwayat Anmad, dan dalam Bukhari ada yang mirip dengan itu)
Terhadap orang yang suka memukul istrinya ini, Rasulullah SAW mengatakan: "Kamu tidak jumpai mereka itu sebagai orang yang baik di antara kamu." (Hadis ini dalam Fathul Bari dihubungkan kepada Ahmad, Abu Daud dan Nasa'i dan disahkan oleh Ibnu Hibban dan Hakim dari jalan Ayyas bin Abdillah bin Abi Dzubab)
"Di balik kesalahan dan kekurangan itu, istri juga mempunyai kebaikan-kebaikan dan kelebihan-kelebihan," ujar Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya yang diterjemahkan H. Mu'ammal Hamidy berjudul "Halal dan Haram dalam Islam" (PT Bina Ilmu, 1993) .
Di dalam salah satu hadisnya, Rasulullah SAW bersabda: "Seorang mukmin (suami) tidak boleh membenci seorang mukminah (istri), jika dia tidak menyukai lantaran sesuatu perangainya, maka dia akan senang pada perangainya yang lain." (Riwayat Muslim)
"Dan pergaulilah istrimu dengan cara yang baik maka jika kamu tidak menyukainya barangkali sesuatu yang kamu tidak sukainya itu justru Allah akan menjadikan padanya kebaikan yang sangat banyak." ( QS an-Nisa' : 19)
Al-Qardhawi mengatakan sebagaimana suami disuruh sabar terhadap sesuatu yang tidak disukainya dari istrinya, maka begitu juga seorang istri diperintah supaya memberi kesenangan kepada suaminya semampu mungkin, dan jangan sampai seorang istri tidur malam sedang suaminya dalam keadaan marah.
Dalam hadis Nabi dikatakan: "Ada tiga orang yang sembahyangnya itu tidak dapat melebihi kepalanya walaupun hanya sejengkal, yaitu: 1) Seorang laki-laki yang menjadi imam pada suatu kaum sedang kaum itu tidak suka, 2) Seorang perempuan yang tidur malam sedang suaminya murka kepadanya. 3) Dua saudara yang saling bermusuhan." (Riwayat Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)
Ketika Bersengketa
Karena seorang laki-laki adalah kepala rumah tangga sebagai konsekuensi yang diperolehnya karena dialah pembinanya, mempersediakannya, meletakkan rumah tangga ini dalam kehidupan, membayar mahar dan memberi nafkah, maka seorang istri tidak diperkenankan menentang suami dan lari dari kekuasaan suami.
Hal mana akan merusak persekutuan dan akan mengguncangkan bahtera rumah tangga, bahkan mungkin akan menenggelamkannya selama rumah tangga itu tidak ada pengemudinya.
Al-Qardhawi mengatakan kalau seorang suami menjumpai istrinya ada tanda-tanda nusyuz (durhaka) dan menentangnya; maka dia harus berusaha mengadakan islah dengan sekuat tenaga, diawali dengan kata-kata yang baik, nasihat yang mengesan dan bimbingan yang bijaksana.
"Kalau cara ini tidak lagi berguna, maka boleh dia tinggalkan dalam tempat tidur sebagai suatu usaha agar instink kewanitaannya itu dapat diajak berbicara. Kiranya dengan demikian dia akan radar dan kejernihan akan kembali," tuturnya.
Kalau ini dan itu tidak lagi berguna, maka dicoba untuk disadarkan dengan tangan, tetapi harus dijauhi pukulan yang berbahaya dan muka. Ini suatu obat mujarab untuk sementara perempuan dalam beberapa hal pada saat-saat tertentu.
Menurut al-Qardhawi, maksud memukul di sini tidak berarti harus dengan cambuk atau kayu, tetapi apa yang dimaksud memukul di sini ialah salah satu macam dari apa yang dikatakan Nabi kepada seorang khadamnya yang tidak menyenangkan pekerjaannya.
Nabi mengatakan sebagai berikut: "Andaikata tidak ada qishash (pembalasan) kelak di hari kiamat, niscaya akan kusakiti kamu dengan kayu ini." (Riwayat Ibnu Saad dalam Thabaqat)
Tetapi Nabi sendiri tidak menyukai laki-laki yang suka memukul istrinya.
Beliau bersabda: "Mengapa salah seorang di antara kamu suka memukul istrinya seperti memukul seorang hamba, padahal barangkali dia akan menyetubuhinya di hari lain?!" (Riwayat Anmad, dan dalam Bukhari ada yang mirip dengan itu)
Terhadap orang yang suka memukul istrinya ini, Rasulullah SAW mengatakan: "Kamu tidak jumpai mereka itu sebagai orang yang baik di antara kamu." (Hadis ini dalam Fathul Bari dihubungkan kepada Ahmad, Abu Daud dan Nasa'i dan disahkan oleh Ibnu Hibban dan Hakim dari jalan Ayyas bin Abdillah bin Abi Dzubab)