Khalifah Bani Umayyah Marwan bin Hakam: Nabi Muhammad Pernah Melaknat Leluhurnya
loading...
A
A
A
Marwan bin Hakam menjadi Khalifah Bani Umayyah pada 684 – 685 M atau 64-65H. Ia menggantikan Muawiyah II. Dia pernah menjadi sekretaris Khalifah Utsman bin Affan , dan menjadi Gubernur Madinah pada masa Muawiyah.
Marwan bin Hakam dibaiat sebagai Khalifah Dinasti Umayyah dalam Konferensi Al-Jabiyah pada Dzulqa’dah 64 H/Juni 684 M. Nama lengkapnya adalah Marwan bin Al-Hakam bin Abul Ash bin Umayyah bin Abdus Syams bin Abdu Manaf Al-Quraisyi Al-Umawi. Dia sering dipanggil Abu Abdul Malik, Abul Hakam, dan Abul Qasim.
Tampilnya Marwan bin Hakam ke puncak kekuasaan Bani Umayyah menjadi titik balik yang penting dalam sejarah perkembangan dinasti ini selanjutnya. Naiknya Marwan menandai berakhirnya era kepemimpinan trah Abu Sufyan, dan beralih pada trah Hakam bin Abu Al-Ash. Dari Marwanlah nanti Khalifah Dinasti Umayyah terus mewaris hingga mencapai puncak kejayaannya, dan mengalami masa dekadensi yang parah, hingga akhirnya tumbang.
Dr Syamruddin Nasution, M.Ag. dalam bukunya berjudul "Sejarah Peradaban Islam" (Yayasan Pusaka Riau, 2013) menyebut pada saat dia diangkat menjadi khalifah, sudah ada tantangan dari Abdullah bin Zubair yang sejak Khalifah Yazid memerintah. Abdullah bin Zubair cukup kuat karena mendapat pengakuan dari penduduk Hijaz, Kufah, Basrah dan sebagian penduduk Syam. Bahkan dari kalangan Arab Utara di Syam juga telah ikut mengakui Abdullah bin Zubair menjadi Khalifah. Hanya Arab Selatan yang berpihak kepada Marwan bin Hakam.
Dalam menghadapi tantangan tersebut Marwan menyerang dan menaklukkan Arab Utara. Upaya ini sukses. Penduduk wilayah tersebut menyatakan tunduk kepadanya. Ia juga meneruskan serangan ke Mesir , sampai kemudian penduduk Mesir pun menyatakan sumpah setia kepadanya.
Akan tetapi sebelum dapat mengalahkan penduduk Hijaz dia wafat pada bulan Ramadan 63 H dan hanya memerintah selama satu tahun. Sebelumnya, dia telah membujuk anaknya Abdul Malik sebagai penggantinya.
Membaiat Abdullah bin Zubair
Marwan lahir 4 bulan setelah kelahiran Abdullah bin Zubair yang lahir pada tahun 1 H. Marwan berusia 10 tahun saat Rasulullah SAW wafat.
Marwan sempat membaiat Abdullah bin Zubair sebagai khalifah. Namun setelah dirinya menduduki jabatan yang sama di Damaskus, ia mencabut kembali baiatnya dan berbalik melawan Abdullah bin Zubair.
Marwan bin Hakam adalah sosok kontroversial. Ayahnya, Hakam bin Abi Ash, terhitung sebagai sahabat Nabi yang masuk Islam setelah Fathu Makkah. Ada riwayat dari Sayyidah Aisyah bahwa Nabi Muhammad telah melaknat Hakam bin Abi Ash dan keturunannya.
Nabi juga mengusir Hakam keluar Madinah karena tingkah lakunya yang menyakitkan Nabi, meski telah masuk Islam. Namun, pada masa Khalifah Utsman, Hakam yang merupakan paman sang khalifah, namanya direhabilitasi dan kembali ke Madinah. Bahkan Khalifah Utsman mengangkat Marwan bin Hakam, sepupunya, sebagai sekretaris.
Nadirsyah Hosen dalam tulisannya berjudul "Khalifah Marwan bin Hakam dan Pohon Terkutuk dalam Qur’an" mencatat tentang perdebatan Marwan dengan Ummul Mu’minim Aisyah binti Abu Bakar. Perdebatan ini menceritakan banyak hal tentang kedudukan Marwan bin Hakam, termasuk juga dinamika politik pada era sahabat. Dari Abdullah, ia berkata:
Aku sedang berada di masjid ketika Marwan berkhutbah. Ia berkata: "Sesungguhnya Allah SWT telah memberi kepada Amirul Mukminin, Muawiyah, pandangan yang baik tentang Yazid. Ia ingin mengangkatnya sebagai khalifah sebagaimana Abu Bakar dan Umar pernah melakukannya."
Berkata Abdurrahman bin Abu Bakar: "Sungguh, Abu Bakar, demi Allah, tidak menyerahkannya kepada anaknya atau salah seorang di antara keluarganya. Sedangkan Muawiyah melakukannya karena sayang dan ingin memberikan anugrah kepada anaknya.”
Marwan yang tidak suka dengan reaksi tersebut berkata kepada Abdurrahman: "Bukankah kamu yang dimaksud al-Quran sebagai “orang yang berkata kepada orangtuanya ‘cis bagi kalian’ ( QS Al-Ahqaf : 17)”.
Abdurrahman membalas berkata: “Bukankah kamu anak orang terkutuk. Rasulullah SAW melaknat bapakmu.”
Sayyidah Aisyah yang mendengar perdebatan Marwan dan Abdurrahman bin Abu Bakar (saudara lelakinya Aisyah) berkata: “Hai Marwan. Demi Allah, ayat itu tidak turun kepada Abdurrahman. Tapi ayat yang ini justru turun untuk ayahmu: 'Janganlah kamu menaati setiap tukang sumpah (palsu) yang hina, yang banyak mencela, yang ke sana kemari menyebar fitnah, yang melarang perbuatan baik, melampaui batas dan banyak berbuat dosa'.” (Al-Qalam 10-12).
Sayyidah Aisyah melanjutkan, “Rasulullah SAW pernah melaknat ayah Marwan ketika Marwan berada dalam sulbinya. Engkau adalah pecahan laknat Allah”.
Sebagaimana dikatakan oleh Nadirsyah Hosen, kisah di atas cukup terkenal. Sejumlah kitab tafsir dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah menceritakan kisah tersebut dengan berbagai redaksi, seperti Tafsir al-Qurthubi, Tafsir al-Razi, Tafsir Ibn Katsir, dan Tafsir al-Durr al-Mantsur.
Marwan bin Hakam dibaiat sebagai Khalifah Dinasti Umayyah dalam Konferensi Al-Jabiyah pada Dzulqa’dah 64 H/Juni 684 M. Nama lengkapnya adalah Marwan bin Al-Hakam bin Abul Ash bin Umayyah bin Abdus Syams bin Abdu Manaf Al-Quraisyi Al-Umawi. Dia sering dipanggil Abu Abdul Malik, Abul Hakam, dan Abul Qasim.
Tampilnya Marwan bin Hakam ke puncak kekuasaan Bani Umayyah menjadi titik balik yang penting dalam sejarah perkembangan dinasti ini selanjutnya. Naiknya Marwan menandai berakhirnya era kepemimpinan trah Abu Sufyan, dan beralih pada trah Hakam bin Abu Al-Ash. Dari Marwanlah nanti Khalifah Dinasti Umayyah terus mewaris hingga mencapai puncak kejayaannya, dan mengalami masa dekadensi yang parah, hingga akhirnya tumbang.
Dr Syamruddin Nasution, M.Ag. dalam bukunya berjudul "Sejarah Peradaban Islam" (Yayasan Pusaka Riau, 2013) menyebut pada saat dia diangkat menjadi khalifah, sudah ada tantangan dari Abdullah bin Zubair yang sejak Khalifah Yazid memerintah. Abdullah bin Zubair cukup kuat karena mendapat pengakuan dari penduduk Hijaz, Kufah, Basrah dan sebagian penduduk Syam. Bahkan dari kalangan Arab Utara di Syam juga telah ikut mengakui Abdullah bin Zubair menjadi Khalifah. Hanya Arab Selatan yang berpihak kepada Marwan bin Hakam.
Dalam menghadapi tantangan tersebut Marwan menyerang dan menaklukkan Arab Utara. Upaya ini sukses. Penduduk wilayah tersebut menyatakan tunduk kepadanya. Ia juga meneruskan serangan ke Mesir , sampai kemudian penduduk Mesir pun menyatakan sumpah setia kepadanya.
Akan tetapi sebelum dapat mengalahkan penduduk Hijaz dia wafat pada bulan Ramadan 63 H dan hanya memerintah selama satu tahun. Sebelumnya, dia telah membujuk anaknya Abdul Malik sebagai penggantinya.
Membaiat Abdullah bin Zubair
Marwan lahir 4 bulan setelah kelahiran Abdullah bin Zubair yang lahir pada tahun 1 H. Marwan berusia 10 tahun saat Rasulullah SAW wafat.
Marwan sempat membaiat Abdullah bin Zubair sebagai khalifah. Namun setelah dirinya menduduki jabatan yang sama di Damaskus, ia mencabut kembali baiatnya dan berbalik melawan Abdullah bin Zubair.
Marwan bin Hakam adalah sosok kontroversial. Ayahnya, Hakam bin Abi Ash, terhitung sebagai sahabat Nabi yang masuk Islam setelah Fathu Makkah. Ada riwayat dari Sayyidah Aisyah bahwa Nabi Muhammad telah melaknat Hakam bin Abi Ash dan keturunannya.
Nabi juga mengusir Hakam keluar Madinah karena tingkah lakunya yang menyakitkan Nabi, meski telah masuk Islam. Namun, pada masa Khalifah Utsman, Hakam yang merupakan paman sang khalifah, namanya direhabilitasi dan kembali ke Madinah. Bahkan Khalifah Utsman mengangkat Marwan bin Hakam, sepupunya, sebagai sekretaris.
Nadirsyah Hosen dalam tulisannya berjudul "Khalifah Marwan bin Hakam dan Pohon Terkutuk dalam Qur’an" mencatat tentang perdebatan Marwan dengan Ummul Mu’minim Aisyah binti Abu Bakar. Perdebatan ini menceritakan banyak hal tentang kedudukan Marwan bin Hakam, termasuk juga dinamika politik pada era sahabat. Dari Abdullah, ia berkata:
Aku sedang berada di masjid ketika Marwan berkhutbah. Ia berkata: "Sesungguhnya Allah SWT telah memberi kepada Amirul Mukminin, Muawiyah, pandangan yang baik tentang Yazid. Ia ingin mengangkatnya sebagai khalifah sebagaimana Abu Bakar dan Umar pernah melakukannya."
Berkata Abdurrahman bin Abu Bakar: "Sungguh, Abu Bakar, demi Allah, tidak menyerahkannya kepada anaknya atau salah seorang di antara keluarganya. Sedangkan Muawiyah melakukannya karena sayang dan ingin memberikan anugrah kepada anaknya.”
Marwan yang tidak suka dengan reaksi tersebut berkata kepada Abdurrahman: "Bukankah kamu yang dimaksud al-Quran sebagai “orang yang berkata kepada orangtuanya ‘cis bagi kalian’ ( QS Al-Ahqaf : 17)”.
Abdurrahman membalas berkata: “Bukankah kamu anak orang terkutuk. Rasulullah SAW melaknat bapakmu.”
Sayyidah Aisyah yang mendengar perdebatan Marwan dan Abdurrahman bin Abu Bakar (saudara lelakinya Aisyah) berkata: “Hai Marwan. Demi Allah, ayat itu tidak turun kepada Abdurrahman. Tapi ayat yang ini justru turun untuk ayahmu: 'Janganlah kamu menaati setiap tukang sumpah (palsu) yang hina, yang banyak mencela, yang ke sana kemari menyebar fitnah, yang melarang perbuatan baik, melampaui batas dan banyak berbuat dosa'.” (Al-Qalam 10-12).
Sayyidah Aisyah melanjutkan, “Rasulullah SAW pernah melaknat ayah Marwan ketika Marwan berada dalam sulbinya. Engkau adalah pecahan laknat Allah”.
Sebagaimana dikatakan oleh Nadirsyah Hosen, kisah di atas cukup terkenal. Sejumlah kitab tafsir dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah menceritakan kisah tersebut dengan berbagai redaksi, seperti Tafsir al-Qurthubi, Tafsir al-Razi, Tafsir Ibn Katsir, dan Tafsir al-Durr al-Mantsur.
(mhy)