3 Sumber Pendapatan Daulah Fatimiyah: Salah Satunya Jizyah
loading...
A
A
A
MASA kejayaan Daulah Fatimiyah terjadi saat berada di bawah tiga Khalifah, yaitu Al Muiz Lidinillah (953-975 M), Al-Aziz Billah (975-996 M), dan Al-Hakim Biamrillah (966-1021 M).
Pada masa Khalifah Al Muiz Lidinillah, Daulah Fatimiyah berhasil merebut Mesir dari tangan Daulah Abbasiyah sehingga Ibu Kota daulah inipun pindah dari Maroko ke Mesir .
Dr. H. Syamruddin Nasution, M.Ag. dalam bukunya berjudul "Sejarah Peradaban Islam" (Yayasan Pusaka Riau, 2013) menuturkan Daulah Fatimiyah menjadi Daulah ketiga dalam Islam -setelah Daulah Abbasiyah dan Daulah Umayyah Cordova - yang berhasil memajukan peradaban Islam pada periode Klasik.
Pada saat itu ilmu pengetahuan sangat maju. Hal ini dapat tercapai karena didukung oleh kemajuan ekonomi. Lalu dari mana sumber pendapatan Daulah Fatimiyah itu?
1. Pajak
Mesir dikenal sebagai negara yang kaya dari hasil-hasil pertanian karena tanah-tanah di lembah sungai Nil sangat subur. Maka pajak dari hasil pertanian tersebut turut serta menjadi sumber pemasukan keuangan negara.
Sumber pemasukan lain juga diperoleh dari pajak hasil binatang ternak karena Mesir juga kaya dengan binatang ternak seperti kibar, kambing dan unta. Pajak yang dipungut oleh Perdana Menteri Ya’qub ibn Keles memperoleh hasil yang luar biasa. Untuk pajak kawasan “Fustah” saja berkisar antara 120.000-500.000 dinar per harinya.
Demikian juga pajak kota Dimyat lebih dari 200.000 dinar per-harinya. Hal tersebut belum pernah terjadi di Mesir sebelumnya.
2. Al-Jawali/Jizyah
Adapun yang dimaksud dengan Al-Jawali atau Jizyah adalah pungutan yang diwajibkan kepada orang-orang kafir Zimmi yang tinggal di wilayah Islam yang merdeka lagi baligh, tetapi tidak diwajibkan kepada wanita dan anak-anak kecil. Sebagai gambaran, hasil yang diperoleh dari sistem Jawali ini, dapat dilihat pada jumlah Jawali tahun 587 M mencapai 30.000 dinar.
3. Al-Makus
Al-Makus artinya pajak bea cukai yang diwajibkan bagi industri-industri. Terdapat dua cara yang diterapkan dalam bea cukai ini.
Pertama, bea cukai yang dipungut dari barang-barang luar negeri yang datang ke kota-kota yang terdapat di Mesir, seperti Iskandariyah, Tunisiyah, Fushtah dan lain-lainnya.
Bagi pedagang-pedagang yang datang dari Konstantinopel mereka masuk ke Mesir dipungut biaya 35 dinar dari setiap 100 dinar, hal ini berarti bea cukainya mencapai 35%.
Sedangkan jenis kedua, adalah bea cukai yang diwajibkan pada industri-industri dan pedagang-pedagang yang berada di wilayah Mesir.
Maka melalui tiga macam pemasukan keuangan ke Kas Negara membuat Daulah Fatimiyah memiliki keuangan yang melimpah ruah tersimpan di Baitul Mal.
Sayangnya oleh khalifah-khalifah sesudahnya mereka pergunakan untuk berfoya-foya yang membawa kepada salah satu dari kehancuran Daulah Fatimiyah.
Pada masa Khalifah Al Muiz Lidinillah, Daulah Fatimiyah berhasil merebut Mesir dari tangan Daulah Abbasiyah sehingga Ibu Kota daulah inipun pindah dari Maroko ke Mesir .
Dr. H. Syamruddin Nasution, M.Ag. dalam bukunya berjudul "Sejarah Peradaban Islam" (Yayasan Pusaka Riau, 2013) menuturkan Daulah Fatimiyah menjadi Daulah ketiga dalam Islam -setelah Daulah Abbasiyah dan Daulah Umayyah Cordova - yang berhasil memajukan peradaban Islam pada periode Klasik.
Pada saat itu ilmu pengetahuan sangat maju. Hal ini dapat tercapai karena didukung oleh kemajuan ekonomi. Lalu dari mana sumber pendapatan Daulah Fatimiyah itu?
1. Pajak
Mesir dikenal sebagai negara yang kaya dari hasil-hasil pertanian karena tanah-tanah di lembah sungai Nil sangat subur. Maka pajak dari hasil pertanian tersebut turut serta menjadi sumber pemasukan keuangan negara.
Sumber pemasukan lain juga diperoleh dari pajak hasil binatang ternak karena Mesir juga kaya dengan binatang ternak seperti kibar, kambing dan unta. Pajak yang dipungut oleh Perdana Menteri Ya’qub ibn Keles memperoleh hasil yang luar biasa. Untuk pajak kawasan “Fustah” saja berkisar antara 120.000-500.000 dinar per harinya.
Demikian juga pajak kota Dimyat lebih dari 200.000 dinar per-harinya. Hal tersebut belum pernah terjadi di Mesir sebelumnya.
2. Al-Jawali/Jizyah
Adapun yang dimaksud dengan Al-Jawali atau Jizyah adalah pungutan yang diwajibkan kepada orang-orang kafir Zimmi yang tinggal di wilayah Islam yang merdeka lagi baligh, tetapi tidak diwajibkan kepada wanita dan anak-anak kecil. Sebagai gambaran, hasil yang diperoleh dari sistem Jawali ini, dapat dilihat pada jumlah Jawali tahun 587 M mencapai 30.000 dinar.
3. Al-Makus
Al-Makus artinya pajak bea cukai yang diwajibkan bagi industri-industri. Terdapat dua cara yang diterapkan dalam bea cukai ini.
Pertama, bea cukai yang dipungut dari barang-barang luar negeri yang datang ke kota-kota yang terdapat di Mesir, seperti Iskandariyah, Tunisiyah, Fushtah dan lain-lainnya.
Bagi pedagang-pedagang yang datang dari Konstantinopel mereka masuk ke Mesir dipungut biaya 35 dinar dari setiap 100 dinar, hal ini berarti bea cukainya mencapai 35%.
Sedangkan jenis kedua, adalah bea cukai yang diwajibkan pada industri-industri dan pedagang-pedagang yang berada di wilayah Mesir.
Maka melalui tiga macam pemasukan keuangan ke Kas Negara membuat Daulah Fatimiyah memiliki keuangan yang melimpah ruah tersimpan di Baitul Mal.
Sayangnya oleh khalifah-khalifah sesudahnya mereka pergunakan untuk berfoya-foya yang membawa kepada salah satu dari kehancuran Daulah Fatimiyah.
(mhy)