Kisah Utsman bin Affan Merobohkan Masjid Nabawi, Mengganti dengan yang Lebih Megah
loading...
A
A
A
Ketika itulah rumah-rumah di sekitar Kakbah itu dibeli oleh Umar kemudian dirobohkan dan digabungkan ke daerah suci Masjidilharam dan dipagari dengan tembok rendah.
Di masa Utsman orang datang menunaikan ibadah haji makin banyak lagi, maka Utsman pun mengikuti jejak Umar, membeli rumah-rumah di sekitarnya dan ditambahkan ke lingkungan Kakbah lalu dipagar dengan tembok rendah setinggi orang berdiri, seperti yang dilakukan Umar sebelumnya.
Jadi, kata Haekal, Utsman tidak memperlakukan Masjid di Makkah itu seperti Masjid di Medinah, sebab Masjid yang di Makkah semata-mata hanya untuk ibadah dan salat, sedang Masjid di Madinah sebagai pusat pemerintahan yang sekaligus juga untuk keperluan salat.
Tindakan Utsman membangun kembali Masjid, bukanlah hendak mendorong orang hanyut dalam kehidupan duniawi atau karena ia ingin memperlihatkan kekuasaan. Khalifah tua ini orang yang sangat bertakwa, sangat pemalu dan dengan iman yang sungguh-sungguh.
Pernah ia berkata: "Sekiranya hati kita ini suci, kita tak akan henti-hentinya membaca firman Allah. Saya tidak ingin pada suatu hari saya tidak melihat Mushaf Qur'an."
Ketika kaum pemberontak menyerbu Utsman di rumahnya, mereka menjumpainya ia sedang membaca Qur'an, dan ketika ia meninggal Mushafnya sudah sobek-sobek karena terlalu sering ia merenunginya. Pada hari ketika ia terbunuh itu istrinya Na'ilah berkata kepada mereka yang sedang mengepung rumahnya: "Kalian membunuh dia atau membiarkannya, ia bangun salat di waktu malam satu rakaat dengan merangkum Qur'an."
Kalau Utsman bangun malam untuk keperluan salat ia tidak membanguni siapa pun untuk membantunya berwudu, kecuali ada orang yang sedang terjaga. Sering dikatakan kepadanya: "Mengapa tidak membangunkan pembantu-pembantu itu?" Dia menjawab: "Tidak, dalam malam begini biarlah mereka beristirahat."
Di masa Utsman orang datang menunaikan ibadah haji makin banyak lagi, maka Utsman pun mengikuti jejak Umar, membeli rumah-rumah di sekitarnya dan ditambahkan ke lingkungan Kakbah lalu dipagar dengan tembok rendah setinggi orang berdiri, seperti yang dilakukan Umar sebelumnya.
Jadi, kata Haekal, Utsman tidak memperlakukan Masjid di Makkah itu seperti Masjid di Medinah, sebab Masjid yang di Makkah semata-mata hanya untuk ibadah dan salat, sedang Masjid di Madinah sebagai pusat pemerintahan yang sekaligus juga untuk keperluan salat.
Tindakan Utsman membangun kembali Masjid, bukanlah hendak mendorong orang hanyut dalam kehidupan duniawi atau karena ia ingin memperlihatkan kekuasaan. Khalifah tua ini orang yang sangat bertakwa, sangat pemalu dan dengan iman yang sungguh-sungguh.
Pernah ia berkata: "Sekiranya hati kita ini suci, kita tak akan henti-hentinya membaca firman Allah. Saya tidak ingin pada suatu hari saya tidak melihat Mushaf Qur'an."
Ketika kaum pemberontak menyerbu Utsman di rumahnya, mereka menjumpainya ia sedang membaca Qur'an, dan ketika ia meninggal Mushafnya sudah sobek-sobek karena terlalu sering ia merenunginya. Pada hari ketika ia terbunuh itu istrinya Na'ilah berkata kepada mereka yang sedang mengepung rumahnya: "Kalian membunuh dia atau membiarkannya, ia bangun salat di waktu malam satu rakaat dengan merangkum Qur'an."
Kalau Utsman bangun malam untuk keperluan salat ia tidak membanguni siapa pun untuk membantunya berwudu, kecuali ada orang yang sedang terjaga. Sering dikatakan kepadanya: "Mengapa tidak membangunkan pembantu-pembantu itu?" Dia menjawab: "Tidak, dalam malam begini biarlah mereka beristirahat."
(mhy)