Hari Valentine, Asal Usul, dan Pandangan Islam
loading...
![Hari Valentine, Asal...](https://pict.sindonews.net/webp/732/pena/news/2025/02/08/786/1527153/hari-valentine-asal-usul-dan-pandangan-islam-wed.webp)
Asal usul Valentine Day ini penting diketahui umat Islam sehingga tidak keliru dan tidak ikut-ikutan dalam tradisi yang bukan dari Islam ini. Foto ilustrasi/ist
A
A
A
Hari Valentine atau Valentine Day , bukan budaya Islam namun perayaannya sudah menyebar bahkan seperti menjadi tradisi di dunia. Lantas, bagaimana pandangan Islam tentang Valentine Day ini?
Di Eropa dan Amerika, mereka kerap menjadikan Valentine Day yang jatuh pada tanggal 14 Februari itu sebagai hari kekasih atau hari mengungkapkan perasaan cinta kepada pasangannya. Bahkan ada yang telah menyiapkan coklat dan bunga mawar untuk pasangannya.
Sedangkan dalam Islam, kita diwajibkan untuk mencintai satu sama lain dan berharap serta menanamkan cinta di antara orang-orang tanpa memandang warna kulit, ras, agama, atau identitas mereka. Namun, hal ini tidak berarti menghilangkan identitas kita atau meniru dan meniru tradisi dan praktik orang lain secara membabi buta.
Ada mitos yang terkait dengan festival pagan Romawi ini, yang dilestarikan oleh ahli waris Kristen mereka. Salah satu mitos yang paling terkenal adalah kepercayaan Romawi bahwa Romulus, pendiri Roma, suatu hari disusui oleh serigala betina, yang memberinya kekuatan dan kebijaksanaan.
Bangsa Romawi biasa merayakan peristiwa ini pada pertengahan bulan Februari setiap tahunnya dengan sebuah festival besar.
Salah satu ritual festival ini adalah pengorbanan seekor anjing dan seekor kambing. Dua orang pemuda yang kuat dan berotot akan memulaskan darah anjing dan kambing ke tubuh mereka, kemudian mereka akan membasuh darah tersebut dengan susu.
Setelah itu, akan ada parade besar, dengan dua pemuda ini sebagai pemimpinnya, yang akan turun ke jalan. Kedua pemuda itu akan memiliki potongan kulit yang dapat digunakan untuk memukul siapa saja yang melintasi jalan mereka. Wanita Romawi akan menyambut baik pukulan ini, karena mereka percaya dapat mencegah atau menyembuhkan ketidaksuburan.
Ketika orang-orang Romawi memeluk agama Kristen, mereka terus merayakan Hari Raya Cinta yang disebutkan di atas, namun mereka mengubahnya dari konsep pagan “cinta spiritual” menjadi konsep lain yang dikenal sebagai “martir cinta”, yang diwakili oleh Santo Valentine yang menganjurkan cinta dan perdamaian. Itu juga disebut Pesta Kekasih, dan Santo Valentine dianggap sebagai santo pelindung para pecinta.
Salah satu kepercayaan yang salah dari mereka terkait dengan festival ini adalah bahwa nama anak perempuan yang telah mencapai usia menikah akan ditulis pada gulungan kertas kecil dan diletakkan di piring di atas meja. Kemudian para pemuda yang hendak menikah akan dipanggil, dan masing-masing akan mengambil selembar kertas.
Dia akan menempatkan dirinya untuk melayani gadis yang namanya telah dia ambil selama satu tahun, sehingga mereka bisa saling mengetahui tentang satu sama lain. Kemudian mereka akan menikah, atau mereka akan mengulangi proses yang sama lagi pada hari festival tahun berikutnya.
Para pendeta Kristen bereaksi terhadap tradisi ini. Mereka menilai tradisi itu mempunyai pengaruh yang merusak moral para remaja putra dan putri. Festival cinta itu pun,dihapuskan di Italia. Namun kemudian, tradisi itu dihidupkan kembali pada abad ke-18 dan ke-19, ketika di beberapa negara barat muncul toko-toko yang menjual buku-buku kecil yang disebut “Buku Valentine”. Buku-buku itu berisi puisi cinta, siapa yang ingin mengirim ucapan kepada kekasihnya bisa memilih 'buku-buku' atau kalimat-kalimat cinta tersebut. Di dalamnya juga terdapat saran untuk menulis surat cinta.
Maka kemudian tradisi Valentine ini, terus berlanjut hingga saat ini.
"Sebelum menjelaskan hukum merayakan Valentine Day kita harus apa itu tahu hakikat Valentine Day. Sebab, slogan yang diangkat dalam Valentine Day adalah cinta atau hari kasih sayang, yang hal itu juga sangat diajarkan oleh Islam," kata Buya Yahya dikutip dari akun IG-nya @buyayahya_albahjah.
Buya Yahya menjelaskan, ada kerancauan atau kesalahpahaman hingga banyak dari kaum muslimin tergesa-gesa menerima bahkan membela dan ikut memeriahkannya. Padahal, kalau dicermati dengan seksama, maka akan sangat gamblang dan jelas hukumnya.
Dikatakan para ulama "Alhukmu ala Syaiin Far'un An Tasowwurihi" artinya menghukumi sesuatu itu harus tahu terlebih dahulu gambaran dari permasalahan yang akan dihukumi. Maksudnya, jika orang ingin menghukumi sesuatu maka tentunya ia harus tahu benar akan sesuatu yang akan dihukumi supaya tidak salah.
Gambaran sederhananya adalah seseorang yang menjelaskan hukum halal dan haram diharuskan tahu dua hal. Pertama, tahu hakikat halal dan haram. Halal adalah sesuatu yang direstui atau diizinkan oleh Allah Ta'ala. Sedangkan haram adalah sesuatu yang dilarang oleh Allah dan mengundang murka-Nya.
Kedua, tahu hakikat sesatu yang dihukumi halal atau haram. Dalam hal ini adalah masalah Valentine Day. Valentine Day adalah perayaan kejadian yang asal-usulnya bertentangan dengan aqidah Islam. Sebelum orang Nasrani merayakannya, Valentine adalah hari memperingati "kelahiran Tuhan" di Rumania yang mereka yakini.
Kemudian bagi sebagian masyarakat Nasrani, Valentine adalah hari untuk mengenang seorang tokoh Nasrani Santo Valentino yang mati di hari itu yang akhirnya diabadikan dan dirayakan sebagai hari Valentine.
Asal usul Valentine banyak perbedaan hingga sebagian kaum Nasrani Itali menolak perayaan Hari Valentine. Lebih dari itu, Valentine Day itu sudah menjadi tradisi yang dibesarkan oleh sekelompok orang dengan acara yang diwarnai dengan hal-hal yang bertentangan dengan Islam.
Seperti pesta hura-hura, mabuk-mabukan dan bercampurnya laki-laki dan perempuan. Dan itu semua bukan budaya orang beriman. Budaya semacam ini jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Oleh sebab itu maka merayakan Valentine Day berada di luar rambu-rambu ajaran Islam.
Jadi jika ada orang Islam yang mengikuti budaya itu berarti hukumnya adalah haram dengan dua keharaman
1. Mengagungkan tokoh musyrik Santo Valentino.
2. Membesarkan syiarnya orang fasiq dan orang yang tidak beriman.
Sementara MUI, Muhammadiyah, dan sejumlah ulama kontemporer menyatakan haram merayakan Hari Valentine. MUI dengan fatwanya Nomor 3 Tahun 2017 menerangkan bahwa Hari Valentine bukan termasuk dalam tradisi Islam.
Kedua, Hari Valentine dinilai menjerumuskan pemuda muslim pada pergaulan bebas seperti seks sebelum menikah. Ketiga, Hari Valentine berpotensi membawa keburukan. Fatwa haramnya Hari Valentine ini dibuat MUI berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis, dan pendapat ulama.
Salah satunya Hadis Riwayat Abu Dawud berikut: Dari Abdullah bin Umar berkata, bersabda Rasulullah SAW: "Barang siapa yang menyerupakan diri pada suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka." (HR Abu Dawud)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimi dalam Fatwanya juga menegaskan tidak boleh merayakan Valentine's Day. Larangan ini karena sebab-sebab berikut: Pertama, itu adalah hari raya bid'ah, tidak ada dasarnya dalam syariat. Kedua, itu akan menimbulkan kecengengan dan kecemburuan. Ketiga, itu akan menyebabkan sibuknya hati dengan perkara-perkara bodoh yang bertolak belakang dengan tuntunan para salaf.
Demikian penjelasan hukum merayakan Hari Valentine bagi umat Islam. Semoga Allah Ta'ala menjauhkan kita dari segala perkara haram. Wallahu A'lam
Di Eropa dan Amerika, mereka kerap menjadikan Valentine Day yang jatuh pada tanggal 14 Februari itu sebagai hari kekasih atau hari mengungkapkan perasaan cinta kepada pasangannya. Bahkan ada yang telah menyiapkan coklat dan bunga mawar untuk pasangannya.
Sedangkan dalam Islam, kita diwajibkan untuk mencintai satu sama lain dan berharap serta menanamkan cinta di antara orang-orang tanpa memandang warna kulit, ras, agama, atau identitas mereka. Namun, hal ini tidak berarti menghilangkan identitas kita atau meniru dan meniru tradisi dan praktik orang lain secara membabi buta.
Asal Usul Hari Valentine
Dilansir dari Islamonline, dijelaskan bahwa Hari Valentine atau disebut juga Festival Cinta adalah salah satu festival pagan Romawi ketika paganisme menjadi agama umum di Romawi lebih dari tujuh belas abad yang lalu. Dalam konsep pagan Romawi, itu adalah ekspresi “cinta spiritual”.Ada mitos yang terkait dengan festival pagan Romawi ini, yang dilestarikan oleh ahli waris Kristen mereka. Salah satu mitos yang paling terkenal adalah kepercayaan Romawi bahwa Romulus, pendiri Roma, suatu hari disusui oleh serigala betina, yang memberinya kekuatan dan kebijaksanaan.
Bangsa Romawi biasa merayakan peristiwa ini pada pertengahan bulan Februari setiap tahunnya dengan sebuah festival besar.
Salah satu ritual festival ini adalah pengorbanan seekor anjing dan seekor kambing. Dua orang pemuda yang kuat dan berotot akan memulaskan darah anjing dan kambing ke tubuh mereka, kemudian mereka akan membasuh darah tersebut dengan susu.
Setelah itu, akan ada parade besar, dengan dua pemuda ini sebagai pemimpinnya, yang akan turun ke jalan. Kedua pemuda itu akan memiliki potongan kulit yang dapat digunakan untuk memukul siapa saja yang melintasi jalan mereka. Wanita Romawi akan menyambut baik pukulan ini, karena mereka percaya dapat mencegah atau menyembuhkan ketidaksuburan.
Hubungan Antara Santo Valentine dan Festival Cinta
Saint Valentine adalah nama yang diberikan kepada dua “martir” kuno Gereja Kristen. Dikatakan bahwa ada dua dari mereka, atau hanya satu, yang meninggal di Roma akibat penganiayaan terhadap pemimpin Gotik Claudius, c. 296 M. Pada tahun 350 M, sebuah gereja dibangun di Roma di lokasi tempat dia meninggal, untuk mengabadikan ingatannya.Ketika orang-orang Romawi memeluk agama Kristen, mereka terus merayakan Hari Raya Cinta yang disebutkan di atas, namun mereka mengubahnya dari konsep pagan “cinta spiritual” menjadi konsep lain yang dikenal sebagai “martir cinta”, yang diwakili oleh Santo Valentine yang menganjurkan cinta dan perdamaian. Itu juga disebut Pesta Kekasih, dan Santo Valentine dianggap sebagai santo pelindung para pecinta.
Salah satu kepercayaan yang salah dari mereka terkait dengan festival ini adalah bahwa nama anak perempuan yang telah mencapai usia menikah akan ditulis pada gulungan kertas kecil dan diletakkan di piring di atas meja. Kemudian para pemuda yang hendak menikah akan dipanggil, dan masing-masing akan mengambil selembar kertas.
Dia akan menempatkan dirinya untuk melayani gadis yang namanya telah dia ambil selama satu tahun, sehingga mereka bisa saling mengetahui tentang satu sama lain. Kemudian mereka akan menikah, atau mereka akan mengulangi proses yang sama lagi pada hari festival tahun berikutnya.
Para pendeta Kristen bereaksi terhadap tradisi ini. Mereka menilai tradisi itu mempunyai pengaruh yang merusak moral para remaja putra dan putri. Festival cinta itu pun,dihapuskan di Italia. Namun kemudian, tradisi itu dihidupkan kembali pada abad ke-18 dan ke-19, ketika di beberapa negara barat muncul toko-toko yang menjual buku-buku kecil yang disebut “Buku Valentine”. Buku-buku itu berisi puisi cinta, siapa yang ingin mengirim ucapan kepada kekasihnya bisa memilih 'buku-buku' atau kalimat-kalimat cinta tersebut. Di dalamnya juga terdapat saran untuk menulis surat cinta.
Maka kemudian tradisi Valentine ini, terus berlanjut hingga saat ini.
Bagaimana Pandangan Islam?
Para ulama menegaskan bahwa hukum merayakan Hari Valentine bagi umat Islam adalah haram. Demikian kata Pengasuh LPD Al-Bahjah, Buya Yahya dalam kajiannya di media sosial. Pernyataan serupa juga dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammadiyah dan beberapa ulama kontemporer."Sebelum menjelaskan hukum merayakan Valentine Day kita harus apa itu tahu hakikat Valentine Day. Sebab, slogan yang diangkat dalam Valentine Day adalah cinta atau hari kasih sayang, yang hal itu juga sangat diajarkan oleh Islam," kata Buya Yahya dikutip dari akun IG-nya @buyayahya_albahjah.
Buya Yahya menjelaskan, ada kerancauan atau kesalahpahaman hingga banyak dari kaum muslimin tergesa-gesa menerima bahkan membela dan ikut memeriahkannya. Padahal, kalau dicermati dengan seksama, maka akan sangat gamblang dan jelas hukumnya.
Dikatakan para ulama "Alhukmu ala Syaiin Far'un An Tasowwurihi" artinya menghukumi sesuatu itu harus tahu terlebih dahulu gambaran dari permasalahan yang akan dihukumi. Maksudnya, jika orang ingin menghukumi sesuatu maka tentunya ia harus tahu benar akan sesuatu yang akan dihukumi supaya tidak salah.
Gambaran sederhananya adalah seseorang yang menjelaskan hukum halal dan haram diharuskan tahu dua hal. Pertama, tahu hakikat halal dan haram. Halal adalah sesuatu yang direstui atau diizinkan oleh Allah Ta'ala. Sedangkan haram adalah sesuatu yang dilarang oleh Allah dan mengundang murka-Nya.
Kedua, tahu hakikat sesatu yang dihukumi halal atau haram. Dalam hal ini adalah masalah Valentine Day. Valentine Day adalah perayaan kejadian yang asal-usulnya bertentangan dengan aqidah Islam. Sebelum orang Nasrani merayakannya, Valentine adalah hari memperingati "kelahiran Tuhan" di Rumania yang mereka yakini.
Kemudian bagi sebagian masyarakat Nasrani, Valentine adalah hari untuk mengenang seorang tokoh Nasrani Santo Valentino yang mati di hari itu yang akhirnya diabadikan dan dirayakan sebagai hari Valentine.
Asal usul Valentine banyak perbedaan hingga sebagian kaum Nasrani Itali menolak perayaan Hari Valentine. Lebih dari itu, Valentine Day itu sudah menjadi tradisi yang dibesarkan oleh sekelompok orang dengan acara yang diwarnai dengan hal-hal yang bertentangan dengan Islam.
Seperti pesta hura-hura, mabuk-mabukan dan bercampurnya laki-laki dan perempuan. Dan itu semua bukan budaya orang beriman. Budaya semacam ini jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Oleh sebab itu maka merayakan Valentine Day berada di luar rambu-rambu ajaran Islam.
Jadi jika ada orang Islam yang mengikuti budaya itu berarti hukumnya adalah haram dengan dua keharaman
1. Mengagungkan tokoh musyrik Santo Valentino.
2. Membesarkan syiarnya orang fasiq dan orang yang tidak beriman.
Sementara MUI, Muhammadiyah, dan sejumlah ulama kontemporer menyatakan haram merayakan Hari Valentine. MUI dengan fatwanya Nomor 3 Tahun 2017 menerangkan bahwa Hari Valentine bukan termasuk dalam tradisi Islam.
Kedua, Hari Valentine dinilai menjerumuskan pemuda muslim pada pergaulan bebas seperti seks sebelum menikah. Ketiga, Hari Valentine berpotensi membawa keburukan. Fatwa haramnya Hari Valentine ini dibuat MUI berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis, dan pendapat ulama.
Salah satunya Hadis Riwayat Abu Dawud berikut: Dari Abdullah bin Umar berkata, bersabda Rasulullah SAW: "Barang siapa yang menyerupakan diri pada suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka." (HR Abu Dawud)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimi dalam Fatwanya juga menegaskan tidak boleh merayakan Valentine's Day. Larangan ini karena sebab-sebab berikut: Pertama, itu adalah hari raya bid'ah, tidak ada dasarnya dalam syariat. Kedua, itu akan menimbulkan kecengengan dan kecemburuan. Ketiga, itu akan menyebabkan sibuknya hati dengan perkara-perkara bodoh yang bertolak belakang dengan tuntunan para salaf.
Demikian penjelasan hukum merayakan Hari Valentine bagi umat Islam. Semoga Allah Ta'ala menjauhkan kita dari segala perkara haram. Wallahu A'lam
(wid)