Peran Istri dan Pekerjaan Domestik Rumah Tangga dalam Pandangan Islam
loading...
A
A
A
Sesungguhnya Nabi SAW. menetapkan terhadap anak perempuannya, Fatimah, mengerjakan pekerjaan di rumah, sedangkan kepada Ali bin Abi Thalib pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan di luar rumah. (Musnad Ibnu Abi Syaibah).
Hadis di atas diperkuat dengan hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, bahwa suatu ketika Ali bin Abi Thalib dan Fatimah az-Zahra sama-sama mengeluhkan pekerjaan mereka masing-masing kepada Rasulullah SAW.
Ali bercerita kalau pekerjaannya mengambil air (dari luar rumah) yang membuat dadanya terasa sakit. Sedangkan Fatimah mengadukan keletihannya menggiling tepung yang membuat tangannya melepuh. Namun, Rasulullah SAW. membiarkan hal itu dan justru mengajarkan kepada mereka berdua wirid dan zikir yang akan membuat mereka dicintai dan dimuliakan Allah SWT.
Sikap Rasulullah SAW yang membiarkan pekerjaan Ali di luar rumah dan Fatimah di dalam rumah, menunjukkan penetapan beliau bahwa demikianlah aktivitas suami dan istri dalam Islam.
Seorang suami memang harus bekerja mendatangkan apa yang dibutuhkan istri dari luar rumah, seperti membawakan air dan bahan makanan, sedangkan istri bekerja di sektor domestik/dalam rumah seperti menggiling tepung, memasak, dan sebagainya.
Imam Ibnu Hajar dalam kitab Fath al-Barri menyebutkan, “Melaksanakan pekerjaan di rumah adalah wajib bagi seorang wanita meskipun sang istri memiliki kedudukan terpandang dan kemuliaan jika sang suami kesulitan (mendatangkan pembantu).”
Berkata Ibnu Hajar, “Demikianlah Nabi SAW menetapkan Fatimah melakukan pekerjaan di rumah, sedangkan Ali melaksanakan pekerjaan di luar rumah.”
Selain itu, Rasulullah juga sering meminta kepada istri-istri beliau mengerjakan pekerjaan-pekerjaan di sektor domestik alias di rumah tangga, seperti meminta air minum, makanan, dan lainnya.
Wahai Aisyah tolong ambilkan minum, wahai Aisyah tolong ambilkan kami makanan, wahai Aisyah ambilkan kami pisau dan asahlah dengan batu! (HR. Abu Daud, Ahmad, Ibnu Hibban).
‘Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah juga berpendapat bahwa bagi istri, adalah wajib melayani suami di rumah sekaligus mengurus rumah sesuai kemampuannya.
Jika pekerjaan rumah tangga mendatangkan kesusahan bagi istri, maka suami wajib membantu untuk meringankannya. Misalnya memberikan mesin cuci atau menyewa pembantu rumah tangga untuk meringankan tugas istri di rumah.
Sebaliknya, jika pekerjaan di dalam rumah ringan dan mampu dikerjakan istri, maka tidak ada kewajiban bagi suami untuk mendatangkan pembantu. Bahkan, sang istri wajib untuk melaksanakan hal itu. Hal ini berdasarkan apa yang diputuskan oleh Nabi SAW. untuk Fatimah, putrinya. Wallahu A'lam
Hadis di atas diperkuat dengan hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, bahwa suatu ketika Ali bin Abi Thalib dan Fatimah az-Zahra sama-sama mengeluhkan pekerjaan mereka masing-masing kepada Rasulullah SAW.
Ali bercerita kalau pekerjaannya mengambil air (dari luar rumah) yang membuat dadanya terasa sakit. Sedangkan Fatimah mengadukan keletihannya menggiling tepung yang membuat tangannya melepuh. Namun, Rasulullah SAW. membiarkan hal itu dan justru mengajarkan kepada mereka berdua wirid dan zikir yang akan membuat mereka dicintai dan dimuliakan Allah SWT.
Sikap Rasulullah SAW yang membiarkan pekerjaan Ali di luar rumah dan Fatimah di dalam rumah, menunjukkan penetapan beliau bahwa demikianlah aktivitas suami dan istri dalam Islam.
Seorang suami memang harus bekerja mendatangkan apa yang dibutuhkan istri dari luar rumah, seperti membawakan air dan bahan makanan, sedangkan istri bekerja di sektor domestik/dalam rumah seperti menggiling tepung, memasak, dan sebagainya.
Imam Ibnu Hajar dalam kitab Fath al-Barri menyebutkan, “Melaksanakan pekerjaan di rumah adalah wajib bagi seorang wanita meskipun sang istri memiliki kedudukan terpandang dan kemuliaan jika sang suami kesulitan (mendatangkan pembantu).”
Berkata Ibnu Hajar, “Demikianlah Nabi SAW menetapkan Fatimah melakukan pekerjaan di rumah, sedangkan Ali melaksanakan pekerjaan di luar rumah.”
Selain itu, Rasulullah juga sering meminta kepada istri-istri beliau mengerjakan pekerjaan-pekerjaan di sektor domestik alias di rumah tangga, seperti meminta air minum, makanan, dan lainnya.
يَا عَائِشَةُ اسْقِينَا ، يَا عَائِشَةُ أَطْعِمِينَا ، يَا عَائِشَةُ هَلُمِّي الشَّفْرَةَ ، وَاشْحَذِيهَا بِحَجَرٍ
Wahai Aisyah tolong ambilkan minum, wahai Aisyah tolong ambilkan kami makanan, wahai Aisyah ambilkan kami pisau dan asahlah dengan batu! (HR. Abu Daud, Ahmad, Ibnu Hibban).
‘Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah juga berpendapat bahwa bagi istri, adalah wajib melayani suami di rumah sekaligus mengurus rumah sesuai kemampuannya.
Jika pekerjaan rumah tangga mendatangkan kesusahan bagi istri, maka suami wajib membantu untuk meringankannya. Misalnya memberikan mesin cuci atau menyewa pembantu rumah tangga untuk meringankan tugas istri di rumah.
Sebaliknya, jika pekerjaan di dalam rumah ringan dan mampu dikerjakan istri, maka tidak ada kewajiban bagi suami untuk mendatangkan pembantu. Bahkan, sang istri wajib untuk melaksanakan hal itu. Hal ini berdasarkan apa yang diputuskan oleh Nabi SAW. untuk Fatimah, putrinya. Wallahu A'lam
(wid)