Polemik Pernikahan Ikrimah dengan Perempuan yang Pernah Ditolak Rasulullah SAW

Kamis, 03 September 2020 - 14:31 WIB
loading...
Polemik Pernikahan Ikrimah dengan Perempuan yang Pernah Ditolak Rasulullah SAW
Ilustrasi/Ist
A A A
MUHAJIR dan Ikrimah masih tinggal di Hadramaut dan Kindah sampai keadaan benar-benar aman dan tenteram. Dan dengan ditumpasnya pemberontakan di negeri-negeri Arab itu Perang Riddah pun berakhir sudah. Langkah berikutnya mengadakan konsolidasi politik, yang setelah itu masih berlangsung lama. Tetapi kemudian timbul kekeruhan. ( )

Langkah Muhajir pun tidak pula kurang tegasnya dalam menumpas pembangkangan di kawasan ini, dibanding dengan di Yaman . Ia sudah mengikis habis kaum murtad itu, dan menjatuhkan hukuman yang seberat-beratnya kepada kaum pemberontak. Sebagai contoh misalnya dua orang penyanyi perempuan; yang seorang mencaci maki Rasulullah dalam nyanyiannya, dan yang seorang lagi mengejek kaum Muslimin. ( )

Muhajir memerintahkan dipotongnya kedua tangan dan mencabut dua gigi depan kedua perempuan itu.

Khalifah Abu Bakar menulis surat mencela perbuatannya itu sebagai tindakan yang salah. Untuk yang pertama sebaiknya dibunuh, karena hukum yang berlaku bagi para nabi tidak sama dengan yang berlaku terhadap yang lain, sedang untuk yang kedua masih dapat dimaafkan kalau dia seorang zimmi (bukan Muslim yang tinggal dalam kawasan Islam).

"Bagaimana kau memaafkan perbuatan syirik padahal lebih berat. Bersikap tenanglah. Jauhilah penganiayaan, karena itu merupakan perbuatan dosa yang harus dihindari kecuali bila menyangkut hukum kisas," tulis Khalifah Abu Bakar mengingatkan. ( )

Apa yang diperbuat Muhajir terhadap kedua penyanyi itu diperbandingkannya dengan yang diperbuatnya terhadap para pembangkang dan kaum murtad .

Khalifah Abu Bakar meminta Muhajir memilih untuk menjalankan pemerintahan di Hadramaut atau di Yaman. Muhajir memilih Yaman . la berangkat ke San'a dan tinggal di sana bersama Fairuz.

Sedangkan Ziyad bin Labid tetap di Hadramaut. Kebalikannya Ikrimah yang sudah bersiap-siap akan kembali ke Madinah, tak jadi ia berangkat. Malah ia kawin dengan putri Nu'man bin al-Jaun bernama Umaimah binti Nu’man al-Jauniyah.

Polemik
Rupanya kemarahan Khalifah Abu Bakar kepada Khalid bin Walid dulu ketika mengawini Umm Tamim dan kemudian mengawini putri Mujja'ah yang jelas menyalahi adat istiadat orang Arab, tidak menjadi rintangan bagi Ikrimah. Hanya saja, perkawinan Ikrimah dengan gadis ini telah juga menimbulkan masalah baru: anggota-anggota pasukannya menggerutu, yang berkesudahan dengan diserahkannya persoalan itu kemudian kepada Khalifah Abu Bakar untuk mengambil keputusan. ( )

Sebenamya Ikrimah kawin dengan putri Nu'man ini ketika ia masih di Aden kemudian dibawa pindah ke Ma'rib. Pasukannya berselisih pendapat mengenai gadis itu. Ada yang mengatakan: Biarkan saja, dia bukan perempuan yang sepatutnya buat dia. Yang lain berkata: Jangan dibiarkan! Kemudian cerita ini diteruskan kepada Muhajir. ( )

Muhajir menulis surat kepada Khalifah Abu Bakar meminta pendapatnya mengenai masalah ini. Tetapi Khalifah Abu Bakar berpendapat bahwa apa yang telah dilakukan Ikrimah itu tak perlu dirisaukan. Nu'man bin al-Jaun dulu pernah datang kepada Rasulullah dan menginginkan ia menikah dengan putrinya itu. Maka putrinya itu diperindah dan dibawa kepada Nabi. Dan yang lebih menarik lagi gadis itu tak pernah mengeluh sakit. Tetapi ditampik oleh Rasulullah. ( )

Tentang Umaimah
Ada yang menyebut nama Umaimah binti Nu’man al-Jauniyah sebenarnya adalah Asma’ bintu an-Nu’man. Pada tahun sembilan hijriah, datang an-Nu’man bin Abil Jaun ke Madinah. Dia menghadap Rasulullah untuk berislam.

Pada kesempatan itu, ia menawarkan kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, maukah engkau kunikahkan dengan seorang janda tercantik di kalangan Arab? Dahulu dia ini istri anak pamannya, namun suaminya meninggal. Sekarang dia menjanda dan sangat ingin menjadi istrimu.”

Rasulullah menyetujui. Bulan Rabiul Awwal tahun sembilan hijriah, menikahlah beliau dengan Asma’ bintu an-Nu’man bin Abil Jaun ibnul Aswad ibnul Harits bin Syarahil ibnul Jaun bin Akil al-Murar al-Kindiyah. Waktu itu, Asma’ masih ada di kampungnya.

Beliau serahkan mahar sebesar 12¼ uqiyah.

“Wahai Rasulullah, jangan kau berikan mahar yang terlampau sedikit kepadanya,” pinta an-Nu’man.

“Aku tak pernah memberikan mahar kepada satu pun dari istriku lebih dari itu, dan aku juga takkan meminta mahar untuk putri-putriku lebih dari itu,” jawab Rasulullah.

An-Nu’man menyetujui. Setelah itu dia mengatakan, “Wahai Rasulullah, utuslah orang untuk menemui istrimu dan membawanya kemari. Nanti aku akan menyertai utusanmu itu.”

Rasulullah mengutus Abu Usaid as-Sa’idi disertai an-Nu’man bin Abil Jaun. Asma’ sedang berada di rumahnya ketika mereka berdua tiba. Asma’ mempersilakan masuk. Saat itu telah turun ayat hijab.

Abu Usaid pun segera menjelaskan, “Sesungguhnya, istri-istri Rasulullah tak pernah dilihat oleh seorang lelaki pun.”
“Harus ada hijab antara engkau dan laki-laki yang berbicara denganmu, kecuali orang yang memiliki hubungan mahram denganmu,” lanjut Abu Usaid.

Asma’ pun lalu berhijab dari lelaki yang bukan mahramnya.

Abu Usaid tinggal di kampung Asma’ selama tiga hari. Setelah itu, dia mulai bersiap membawa Asma’ kepada Rasulullah. Dipasangnya sekedup di atas untanya. Di atas punggung unta itu, Asma’ bertolak menuju Madinah.

Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4249 seconds (0.1#10.140)