Kisah Asy'ats bin Qais, Suami Saudara Khalifah Abu Bakar yang Murtad Lalu Bertobat

Rabu, 02 September 2020 - 14:37 WIB
loading...
Kisah Asyats bin Qais, Suami Saudara Khalifah Abu Bakar yang Murtad Lalu Bertobat
Ilustrasi/Ist
A A A
SELURUH Yaman kembali aman dan tenteram pascapemberontakan nabi palsu Aswad al-Ansi yang bergelar "Zul-Khimar" — "orang yang berkudung" disusul para pengikutnya. Warga Yaman kembali kepada ajaran agama yang benar. Sementara itu, Ikrimah bin Abu Jahal berada di bagian selatan Yaman setelah membebaskan Nakha dan Himyar. ( )

Selain di Hadramaut dan Kindah, di seluruh Semenanjung itu sudah tak ada lagi kaum murtad.

Yaman memang memiliki catatan penting dalam sejarah Islam . Ketika Rasulullah wafat wakil-wakil yang ditunjuk Nabi di kawasan ini ialah: Ziyad bin Labid di Hadramaut, Ukkasyah bin Mihsan di Sakasik dan Sakun dan Muhajir bin Abi Umayyah di Kindah.

Karena Muhajir sedang sakit di Madinah, tugas itu untuk sementara dirangkap Ziyad bin Labid. Ziyad menggantikannya dalam tugas itu sampai Muhajir datang ke sana pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar . ( )

Karena bertetangga dengan Yaman, begitu pertama kali Aswad al-Ansi mulai berkampanye, Kindah sudah segera menerimanya. Karena itu Rasulullah SAW memerintahkan agar sebagian zakat Kindah dibagikan di Hadramaut dan sebagian zakat Hadramaut dibagikan di Kindah.

Tampaknya Ziyad terlalu keras melaksanakan ketentuan zakat itu hingga sempat menimbulkan kegelisahan. Orang-orang yang tidak puas di Kindah dapat ia atasi dengan bantuan orang-orang Sakun yang sudah kuat keislamannya dan sebagai warga negara sangat setia. Mereka tak pernah membangkang. (Baca juga: Musailamah, Nabi Palsu yang Perkasa karena Didukung Seorang Ahli Al-Qur’an )

Muhammad Husain Haekal menceritakan setelah Nabi wafat dan terjadi pemurtadan di kalangan orang-orang Arab kawasan itu, Ziyad ingin menumpasnya sebelum meluas ke daerah kekuasaannya itu. Keinginannya untuk memerangi kaum murtad mendapat dukungan kuat dari kabilah-kabilah yang ada di sekitarnya dan yang keislamannya masih kuat.

Dengan tiba-tiba Ziyad menyerang Banu Amr bin Muawiyah sehingga banyak dari mereka yang terbunuh dan istri-istri mereka ditawan. Mereka berikut harta benda dibawa ke jalan yang menuju ke markas Asy'ats bin Qais, pemimpin Banu Kindah. (Baca juga: Cinta Bersemi Dua Sejoli Nabi Palsu di Yamamah )

Di antara perempuan-perempuan itu ada yang terpandang kedudukannya di kalangan masyarakatnya, yang sebelum itu mereka hanya mengenal harga diri dan kehormatan. Ketika lewat di depan markas Asy'ats perempuan-perempuan itu berteriak-teriak sambil menangis: "Asy'ats! Asy'ats! Keluargamu, keluargamu!"

Tentang Asy'ats bin Qais
Asy'ats adalah pemimpin yang berwibawa, dicintai dan disegani masyarakatnya. Pada Tahun Perutusan ('Amul Wujud) ia datang ke Madinah menemui Rasulullah SAW dengan memimpin delapan puluh orang dari Kindah. Mereka semua mengenakan pakaian sutra. Ia menyatakan masuk Islam dan melamar saudara perempuan Abu Bakar Umm Farwah. Akad nikah dilakukan oleh Abu Bakar sendiri. Tetapi untuk menenteramkan perasaan keluarga pengantin laki-laki dengan perpisahan itu, pelaksanaannya kemudian ditunda. ( )

Jika demikian kedudukannya tidak heran bila masyarakatnya merasa marah karena kemarahannya itu, dan untuk itu mereka siap berperang mendampinginya. Dan memang, mereka memang memerangi Ziyad dan mengambil kembali tawanan perangnya.

Dengan demikian mereka dapat mengembalikan harga diri dan kehormatan mereka. ( )

Sejak itulah Asy'ats mengobarkan api peperangan di Kindah dan Hadramaut. Ziyad khawatir sekali akan segala akibatnya. Maka ia menulis surat kepada Muhajir bin Abi Umayyah meminta bantuan. Ketika itu Muhajir sudah meluncur turun dari Yaman — begitu juga Ikrimah bin Abu Jahal— untuk menumpas sisa-sisa kaum murtad di Semenanjung.

Versi lain menceritakan bahwa sebenarnya nama Al Asy’ats adalah Ma’dikarib, tetapi karena rambutnya yang selalu kusut maka dia dijuluki Al Asy’ats.

Diriwayatkan dari Abu Wa‘iul, bahwa Al Asy’ats berkata, “Ketika firman Allah, ‘Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji(nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bahagian (pahala) di akhirat,” (QS Ali ‘Imran [3]: 77) turun, aku sempat berperkara dengan seorang pria, maka aku menemui Rasulullah SAW.

Baca juga: Gugat Privatisasi, Serikat Pekerja Pertamina Ajukan Uji Materi UU BUMN

Beliau lalu bertanya, “Apakah engkau mempunyai bukti?”

Aku menjawab, “Tidak.”

Beliau bertanya lagi, “Apakah dia harus bersumpah?”

Aku menjawab, “Ya, dia harus bersumpah.”

Setelah itu Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa bersumpah dengan sumpah palsu untuk mengambil harta (orang lain) , maka dia akan bertemu Allah sedang Allah murka kepadanya.”

Ibnu Al Kalbi berkata, “Al Asy’ats pernah diutus sebagai delegasi untuk menemui Nabi SAW dalam rombongan 70 orang dari Kindah.”

Diriwayatkan dari Ibrahim An-Nakha’i, dia berkata, “Al Asy’ats murtad bersama orang-orang Kindah, lalu dia dikepung dan keamanannya terancam. Mereka lalu diberi jaminan keamanan bersyarat. Ketujuh puluh orang tersebut menerima jaminan keamanan tersebut, akan tetapi dia sendiri tidak mengambilnya. Kemudian dia didatangi oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq, beliau berkata, “Sungguh, kami akan menyerangmu dan tidak ada keamanan lagi bagimu.”

Mendengar itu, Al Asy’ats berkata, “Berikan keamanan kepadaku maka aku akan memeluk Islam.” Setelah itu dia melakukannya, lalu Abu Bakar menikahkan dirinya dengan saudara perempuannya.

Diriwayatkan dari Qais, dia berkata, “Ketika Al Asy’ats menjadi tawanan Abu Bakar, beliau memutuskan untuk membebaskannya dan menikahkannya dengan saudara perempuannya. Kemudian Al Asy’ats mengeluarkan pedangnya dan masuk ke dalam pasar unta. Setiap kali melihat unta jantan atau betina di pasar itu, dia memotongnya, maka orang-orang berteriak, “Al Asy’ats telah kafir!”
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3111 seconds (0.1#10.140)