Dai Ambassador Dompet Dhuafa Hadapi Perbedaan Perhitungan Zakat di Australia
loading...

Pada bulan suci Ramadan 2025, Dompet Dhuafa mengirimkan sebanyak 16 Dai Ambassador untuk berdakwah di 11 negara tujuan, salah satunya adalah Australia. Foto/Ist
A
A
A
PADA bulan suci Ramadan 2025, Dompet Dhuafa mengirimkan sebanyak 16 Dai Ambassador untuk berdakwah di 11 negara tujuan, salah satunya adalah Australia. Saya menjadi salah satu dai yang dikirim ke Negeri Kanguru dan mendapat amanah untuk menyampaikan pesan Islam pada komunitas muslim setempat.
Di minggu kedua dakwah saya di Australia, saya diberitahu oleh Ustaz Cecep Hajisolehudin selaku Direktur Dompet Dhuafa Cabang Australia, untuk menyampaikan syiar Islam tentang tata cara pembayaran zakat.
“Ustaz, minggu ini kita fokus bahas zakat mal dan zakat fitrah ya. Tolong dipersiapkan dengan baik,” ujar Ustaz Cecep kepada saya.
“Baik, Ustaz,” jawab saya, sembari mulai memikirkan bagaimana cara terbaik menyampaikan materi ini kepada jemaah.
Hari itu pun tiba. Di tengah penjelasan saya kepada jemaah terkait nisab zakat mal, yakni 85 gram emas atau setara dengan Rp150 juta, Ustaz Cecep menyampaikan sesuatu yang menarik perhatian saya.
“Ustaz, antum melihat rujukan zakat dari sini saja, agar mudah menghitungnya ke dolar,” ujar Ustaz Cecep.
Saya sempat terdiam. Dalam benak saya, zakat memiliki prinsip yang sama di mana pun, yakni membersihkan harta dan membantu mereka yang membutuhkan. Namun, ternyata ada perbedaan dalam standar perhitungannya.
Di Indonesia, nisab zakat mal sering kali dihitung berdasarkan harga emas murni. Sementara di Australia, perhitungan zakat mal disesuaikan dengan harga pasar emas dan perak dalam mata uang dolar Australia.
Australian Fatwa Council telah menetapkan nisab zakat mal tahun 2025 senilai 11.016 dolar Australia untuk emas dan 4.350 dolar Australia untuk perak.
“Kami di sini lebih menganjurkan penggunaan nisab emas, karena lebih stabil dan mencerminkan kekayaan yang lebih mapan,” lanjut Ustaz Cecep.
Saya mengangguk, menyadari bahwa perbedaan ini bukan sekadar angka, tetapi bagian dari ijtihad ulama setempat untuk memastikan zakat dapat lebih banyak membantu mereka yang membutuhkan.
Tak sampai di situ, saya juga diperkenalkan dengan cara masyarakat muslim di Australia membayar zakat fitrah.
Apabila di Indonesia zakat fitrah umumnya dikeluarkan dalam bentuk beras seberat 2,5 hingga 3,5 kg atau senilai uang yang disesuaikan dengan harga beras tersebut, maka di Australia zakat fitrah tahun ini telah ditetapkan sekitar 20 dolar Australia per orang.
“Bukan hanya zakat mal, bahkan zakat fitrah pun punya perhitungan yang berbeda,” pikir saya.
Masalah zakat fitrah ini ternyata memang memiliki perbedaan cara perhitungannya antarnegara. Di Indonesia, zakat fitrah sering dihitung dalam bentuk beras yang merupakan makanan pokok mayoritas penduduk, dengan biaya yang sekitar Rp30 ribu hingga Rp45 ribu per orang, sesuai harga beras yang berlaku.
Sementara di Australia, karena perbedaan harga barang pokok dan biaya hidup yang lebih tinggi, zakat fitrah ditetapkan sekitar 20 dolar Australia per orang, setara dengan sekitar Rp200 ribu.
Pendapat ulama di Australia cenderung menetapkan zakat fitrah dalam bentuk uang yang setara dengan kebutuhan pokok setempat. Pendekatan ini dibuat untuk memastikan agar zakat lebih tepat sasaran dan dapat membantu mereka yang membutuhkan sesuai dengan kondisi ekonomi lokal.
Di minggu kedua dakwah saya di Australia, saya diberitahu oleh Ustaz Cecep Hajisolehudin selaku Direktur Dompet Dhuafa Cabang Australia, untuk menyampaikan syiar Islam tentang tata cara pembayaran zakat.
“Ustaz, minggu ini kita fokus bahas zakat mal dan zakat fitrah ya. Tolong dipersiapkan dengan baik,” ujar Ustaz Cecep kepada saya.
“Baik, Ustaz,” jawab saya, sembari mulai memikirkan bagaimana cara terbaik menyampaikan materi ini kepada jemaah.
Hari itu pun tiba. Di tengah penjelasan saya kepada jemaah terkait nisab zakat mal, yakni 85 gram emas atau setara dengan Rp150 juta, Ustaz Cecep menyampaikan sesuatu yang menarik perhatian saya.
“Ustaz, antum melihat rujukan zakat dari sini saja, agar mudah menghitungnya ke dolar,” ujar Ustaz Cecep.
Saya sempat terdiam. Dalam benak saya, zakat memiliki prinsip yang sama di mana pun, yakni membersihkan harta dan membantu mereka yang membutuhkan. Namun, ternyata ada perbedaan dalam standar perhitungannya.
Di Indonesia, nisab zakat mal sering kali dihitung berdasarkan harga emas murni. Sementara di Australia, perhitungan zakat mal disesuaikan dengan harga pasar emas dan perak dalam mata uang dolar Australia.
Australian Fatwa Council telah menetapkan nisab zakat mal tahun 2025 senilai 11.016 dolar Australia untuk emas dan 4.350 dolar Australia untuk perak.
“Kami di sini lebih menganjurkan penggunaan nisab emas, karena lebih stabil dan mencerminkan kekayaan yang lebih mapan,” lanjut Ustaz Cecep.
Saya mengangguk, menyadari bahwa perbedaan ini bukan sekadar angka, tetapi bagian dari ijtihad ulama setempat untuk memastikan zakat dapat lebih banyak membantu mereka yang membutuhkan.
Tak sampai di situ, saya juga diperkenalkan dengan cara masyarakat muslim di Australia membayar zakat fitrah.
Apabila di Indonesia zakat fitrah umumnya dikeluarkan dalam bentuk beras seberat 2,5 hingga 3,5 kg atau senilai uang yang disesuaikan dengan harga beras tersebut, maka di Australia zakat fitrah tahun ini telah ditetapkan sekitar 20 dolar Australia per orang.
“Bukan hanya zakat mal, bahkan zakat fitrah pun punya perhitungan yang berbeda,” pikir saya.
Masalah zakat fitrah ini ternyata memang memiliki perbedaan cara perhitungannya antarnegara. Di Indonesia, zakat fitrah sering dihitung dalam bentuk beras yang merupakan makanan pokok mayoritas penduduk, dengan biaya yang sekitar Rp30 ribu hingga Rp45 ribu per orang, sesuai harga beras yang berlaku.
Sementara di Australia, karena perbedaan harga barang pokok dan biaya hidup yang lebih tinggi, zakat fitrah ditetapkan sekitar 20 dolar Australia per orang, setara dengan sekitar Rp200 ribu.
Pendapat ulama di Australia cenderung menetapkan zakat fitrah dalam bentuk uang yang setara dengan kebutuhan pokok setempat. Pendekatan ini dibuat untuk memastikan agar zakat lebih tepat sasaran dan dapat membantu mereka yang membutuhkan sesuai dengan kondisi ekonomi lokal.