Beginilah Dialog Nabi Muhammad Ketika Bertemu Allah Saat Isra' Mi'raj
A
A
A
Isra' wal Mi'raj adalah perjalanan terindah yang dilalui Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam (SAW). Tidak ada manusia di muka bumi yang diberi nikmat bisa bertemu langsung dengan Zat Maha Kuasa, Allah 'Azza wa Jalla.
Isra' wal Mikraj menjadi momen paling berkesan bagi Rasulullah SAW . Tidak heran umat Islam di dunia ikut memperingati peristiwa ini setiap tanggal 27 Rajab yang tahun ini jatuh pada Ahad (Minggu) 22 Maret 2020.
Menurut Dai kharismatik asal Cirebon yang juga Pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah (LPD) Al-Bahjah, Buya Yahya , peristiwa Isra' Mi'raj tidak bisa dilihat dengan kacamata akal dan pikiran manusia. Rasulullah SAW bertemu dan melihat Allah Ta'ala ketika Mik'raj, maka cara melihatnya pun harus menggunakan hati dan iman.
Dimulai dari kebingungan Rasulullah SAW untuk bersalam kepada Allah Ta'ala, hingga Allah mewahyukan salam yang tepat dari hamba kepada-Nya yaitu: "Attahiyyatul mubarokatush sholawaatuth thoyyibaatu lillah" (salam sejahtera yang penuh barokah dan salam sejahtera yang amat baik adalah milik Allah Ta'ala).
Saat itu Allah menjawab: "Assalamu 'alaika Ayyuhannabiyyu wa rahmatullahi wa barokatuh" (Salam sejahtera, barokah dan rahmat Allah dilimpahkan kepadamu wahai Nabi Muhammad SAW). Kemudian salam itu diabadikan dalam perintah salat yang dibawa oleh Rasulullah SAW dari perjalanan Isra Mi'raj.
"Pesan yang bisa dibaca dari bacaan Tasyahud ini adalah seorang hamba yang melakukan salat sebenarnya adalah melakukan perjalanan menuju Allah dengan berbekal diri dengan 3 bentuk kebaikan. Pertama adalah hubungan baik dengan Allah. Kedua, hubungan baik dengan Rasulullah S AW . Ketiga, hubungan baik dengan sesama manusia," kata Buya Yahya dalam tausiyah yang dipostingnya melalui akun IG @buyayahya_albahjah, kemarin.
"Seorang hamba yang benar-benar menghadap kepada Allah dan berusaha menjalin hubungan baik kepada Allah ternyata tidak cukup, akan tetapi ia harus menjalin hubungan baik kepada Rasulullah SAW," terang Buya Yahya.Digambarkan dalam tasyahud itu seorang hamba yang menghadap kepada Allah di dalam salat ia harus mengucapkan salam kepada Rasulullah SAW untuk keabsahan sebuah penghambaan dan penghadapan. Salat merupakan ibadah yang digambarkan sebagai penghadapan khusus seorang hamba kepada Allah, akan tetapi justru di saat lagi khusuk-khusuknya kepada Allah , seorang hamba harus mengingat makhluk agung Rasulullah SAW di dalam salatnya.
"Ya Rasulullah SAW alangkah agungnya dirimu di saat kami menghadap Penciptamu ternyata penghadapan kami pun tidak dianggap benar jika kami tidak mengingatmu," kata Buya Yahya.
Ternyata tidak cukup hanya mengingat akan tetapi harus mengucapkan salam dengan salam yang seolah-olah berdialog langsung dengan Rasulullah SAW . Artinya, sebanyak apapun seseorang beribadah kepada Allah dengan sujud puasa dan haji yang tidak terhitung ternyata tidak ada maknanya jika tidak diiringi kecintaan kepada Rasulullah SAW dan banyak membaca salawat untuknya.
Pesan selanjutnya, yang sudah baik kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW saja ternyata belum dianggap benar seperti yang digambarkan dalam bacaan tasyahud. Yaitu jika seorang hamba dalam salatnya berhenti pada salam kepada Rasulullah SAW dan tidak melanjutkannya maka penghadapannya kepada Allah pun tidak dianggap sah.
Maka demi kesempurnaan salatnya, seorang hamba harus mengucapkan "Assalamu alaina wa’ala ’ibadillahish sholihin" (kesejahteraan semoga terlimpah kepada kami semua hamba Allah dan hamba-hambaNya yang saleh). Maknanya ini adalah sebuah upaya menciptakan keindahan kepada sesama yang diikrarkan oleh seorang hamba disaat seorang hamba lagi khusuk menghadap kepada Allah.
Hal itu menunjukkan begitu besarnya kewajiban kita kepada sesama manusia. Sehingga belum dianggap baik seorang hamba yang banyak salat, puasa dan membaca salawat kepada Rasulullah SAW jika belum bisa menjalin hubungan baik kepada orang tua, saudara, tetangga dan masyarakatnya.
Ketika kita hendak keluar dari salat pun kita harus mengucapkan kalimat "Assalamualaikum" dan bukan zikir-zikir lainnya seperti Laailaaha illallah dan Subhanallah. Itu artinya kita diingatkan kembali bahwa setelah salat kita akan berhadapan dengan sesama kita.
Sudahkah kita siap untuk menjalin keindahan dengan sesama tanpa dusta, gunjingan, aniaya dan perbuatan yang merugikan orang lain? Itulah pendidikan keindahan yang bisa dipetik dari makna salat dan kisah Isra wal Mi'raj. Sungguh benar orang yang telah salat dengan benar akan terhindar dari kekejian dan kemungkaran.
Wallahu A'lam Bish-Showab
Isra' wal Mikraj menjadi momen paling berkesan bagi Rasulullah SAW . Tidak heran umat Islam di dunia ikut memperingati peristiwa ini setiap tanggal 27 Rajab yang tahun ini jatuh pada Ahad (Minggu) 22 Maret 2020.
Menurut Dai kharismatik asal Cirebon yang juga Pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah (LPD) Al-Bahjah, Buya Yahya , peristiwa Isra' Mi'raj tidak bisa dilihat dengan kacamata akal dan pikiran manusia. Rasulullah SAW bertemu dan melihat Allah Ta'ala ketika Mik'raj, maka cara melihatnya pun harus menggunakan hati dan iman.
Dimulai dari kebingungan Rasulullah SAW untuk bersalam kepada Allah Ta'ala, hingga Allah mewahyukan salam yang tepat dari hamba kepada-Nya yaitu: "Attahiyyatul mubarokatush sholawaatuth thoyyibaatu lillah" (salam sejahtera yang penuh barokah dan salam sejahtera yang amat baik adalah milik Allah Ta'ala).
Saat itu Allah menjawab: "Assalamu 'alaika Ayyuhannabiyyu wa rahmatullahi wa barokatuh" (Salam sejahtera, barokah dan rahmat Allah dilimpahkan kepadamu wahai Nabi Muhammad SAW). Kemudian salam itu diabadikan dalam perintah salat yang dibawa oleh Rasulullah SAW dari perjalanan Isra Mi'raj.
"Pesan yang bisa dibaca dari bacaan Tasyahud ini adalah seorang hamba yang melakukan salat sebenarnya adalah melakukan perjalanan menuju Allah dengan berbekal diri dengan 3 bentuk kebaikan. Pertama adalah hubungan baik dengan Allah. Kedua, hubungan baik dengan Rasulullah S AW . Ketiga, hubungan baik dengan sesama manusia," kata Buya Yahya dalam tausiyah yang dipostingnya melalui akun IG @buyayahya_albahjah, kemarin.
"Seorang hamba yang benar-benar menghadap kepada Allah dan berusaha menjalin hubungan baik kepada Allah ternyata tidak cukup, akan tetapi ia harus menjalin hubungan baik kepada Rasulullah SAW," terang Buya Yahya.Digambarkan dalam tasyahud itu seorang hamba yang menghadap kepada Allah di dalam salat ia harus mengucapkan salam kepada Rasulullah SAW untuk keabsahan sebuah penghambaan dan penghadapan. Salat merupakan ibadah yang digambarkan sebagai penghadapan khusus seorang hamba kepada Allah, akan tetapi justru di saat lagi khusuk-khusuknya kepada Allah , seorang hamba harus mengingat makhluk agung Rasulullah SAW di dalam salatnya.
"Ya Rasulullah SAW alangkah agungnya dirimu di saat kami menghadap Penciptamu ternyata penghadapan kami pun tidak dianggap benar jika kami tidak mengingatmu," kata Buya Yahya.
Ternyata tidak cukup hanya mengingat akan tetapi harus mengucapkan salam dengan salam yang seolah-olah berdialog langsung dengan Rasulullah SAW . Artinya, sebanyak apapun seseorang beribadah kepada Allah dengan sujud puasa dan haji yang tidak terhitung ternyata tidak ada maknanya jika tidak diiringi kecintaan kepada Rasulullah SAW dan banyak membaca salawat untuknya.
Pesan selanjutnya, yang sudah baik kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW saja ternyata belum dianggap benar seperti yang digambarkan dalam bacaan tasyahud. Yaitu jika seorang hamba dalam salatnya berhenti pada salam kepada Rasulullah SAW dan tidak melanjutkannya maka penghadapannya kepada Allah pun tidak dianggap sah.
Maka demi kesempurnaan salatnya, seorang hamba harus mengucapkan "Assalamu alaina wa’ala ’ibadillahish sholihin" (kesejahteraan semoga terlimpah kepada kami semua hamba Allah dan hamba-hambaNya yang saleh). Maknanya ini adalah sebuah upaya menciptakan keindahan kepada sesama yang diikrarkan oleh seorang hamba disaat seorang hamba lagi khusuk menghadap kepada Allah.
Hal itu menunjukkan begitu besarnya kewajiban kita kepada sesama manusia. Sehingga belum dianggap baik seorang hamba yang banyak salat, puasa dan membaca salawat kepada Rasulullah SAW jika belum bisa menjalin hubungan baik kepada orang tua, saudara, tetangga dan masyarakatnya.
Ketika kita hendak keluar dari salat pun kita harus mengucapkan kalimat "Assalamualaikum" dan bukan zikir-zikir lainnya seperti Laailaaha illallah dan Subhanallah. Itu artinya kita diingatkan kembali bahwa setelah salat kita akan berhadapan dengan sesama kita.
Sudahkah kita siap untuk menjalin keindahan dengan sesama tanpa dusta, gunjingan, aniaya dan perbuatan yang merugikan orang lain? Itulah pendidikan keindahan yang bisa dipetik dari makna salat dan kisah Isra wal Mi'raj. Sungguh benar orang yang telah salat dengan benar akan terhindar dari kekejian dan kemungkaran.
Wallahu A'lam Bish-Showab
(rhs)