Keburukan Boleh Dilakukan dalam Dua Kondisi Berikut Ini

Senin, 21 September 2020 - 05:00 WIB
loading...
A A A


Keempat, adalah seperti makan bangkai binatang ketika seseorang berada di dalam kesempitan. Dia harus memakan makanan yang tidak baik itu, karena kemaslahatanya telah tampak. Sebaliknya, ialah seperti obat yang buruk, karena bahayanya dipandang lebih kuat daripada manfaatnya untuk menyembuhkan penyakit, sementara ada obat lain yang dapat menggantikannya; sebab kesembuhan itu hanya diyakini berasal dari obat yang baik. Dan begitu pula halnya meminum khamar sebagai obat: tidak boleh dilakukan.

Dua Kondisi
Dari uraian tersebut, Syaikh Yusuf Al-Qardhawi menjelaskan, bahwa keburukan boleh dilakukan dalam dua kondisi. Pertama, ketika kita menyingkirkan keburukan yang lebih buruk daripada keburukan yang pertama, di mana tidak ada pilihan lain kecuali melakukan keburukan yang kedua itu.

Kedua, ketika kita melakukan keburukan itu kita dapat memperoleh sesuatu yang lebih bermanfaat daripada tidak melakukannya.



Begitu pula halnya dengan kebaikan. Kebaikan itu dapat kita tinggalkan dalam dua kondisi: Apabila kita melakukan kebaikan itu akan melepaskan kesempatan untuk memperoleh kebaikan yang lebih baik daripada kebaikan yang pertama. Atau, apabila kita melakukan kebaikan itu, akan mendatangkan atau menambah bahaya yang mengancam kita. Pembahasan ini berkaitan dengan pertimbangan agama.

Ada lagi hukum yang berkaitan dengan gugurnya kewajiban karena adanya bahaya di dunia, dan bolehnya melakukan perkara-perkara yang diharamkan untuk keperluan dunia, seperti bolehnya berbuka puasa karena sedang bepergian, dan gugurnya hal-hal yang dilarang dalam ihram dan rukun salat karena sakit.



Perkara-perkara ini termasuk dalam bab lain, yaitu keleluasaan agama dan menghapus kesusahan yang banyak sekali aturannya di dalam syari'ah. Persoalan ini berbeda dengan persoalan yang kita bicarakan sebelumnya, di mana syari'ah tidak memberikan aturan yang berbeda-beda walaupun kasusnya berbeda-beda, tetapi tetap di dalam pandangan akal. Sebagaimana dikatakan:

"Orang yang berakal itu bukanlah orang yang mengetahui kebaikan dari kejelekan, tetapi orang yang berakal ialah orang yang mengetahui yang terbaik di antara dua hal yang baik dan mengetahui yang terburuk di antara dua hal yang buruk."

"Sesungguhnya orang yang berakal itu apabila mendapati dua penyakit dalam tubuhnya, maka dia akan mengobati yang lebih berbahaya."

Begitulah yang seharusnya diberlakukan dalam semua persoalan.
(mhy)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2920 seconds (0.1#10.140)