Pentingnya Menanamkan Sifat Jujur pada Anak

Minggu, 04 Oktober 2020 - 07:35 WIB
loading...
Pentingnya Menanamkan Sifat Jujur pada Anak
Islam menempatkan seorang anak itu juga manusia yang punya hak-hak dalam muamalah, maka orang tua tidak dibenarkan menipu dan berbohong kepada anak dengan cara dan alasan apapun. Foto ilustrasi/ist
A A A
Banyak hal-hal yang perlu kita tanamkan pada anak-anak kita. Tapi ada satu akhlak yang merupakan pilar utama di dalam akhlak, yaitu jujur. Karena ini salah satu sifat seorang mukmin .

Lantas bagaimana kita sebagai orang tua mengajarkan kejujuran ini kepada anak? Berikut uraian ceramah Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan 'Mencetak Generasi Rabbani' yang disampaikan dalam kajian rutin di jaringan Rodja Jakarta, pekan kemarin.

Menanamkan sifat jujur pada anak-anak kita, diperlukan usaha yang keras. Walaupun pada dasarnya manusia itu suka kepada kejujuran, namun lingkungan , pergaulan, pendidikan-pendidikan salah yang mereka terima, ini kadang-kadang mewarnai dan mengubah fitrah itu. Maka perlu kita meletakkan dasar yang kuat di dalam masalah ini.

(Baca juga : Inilah Rambu-rambu Berdandan bagi Muslimah )

Pertama, Islam menempatkan seorang anak itu juga manusia yang punya hak-hak dalam muamalah , maka orang tua tidak dibenarkan menipu dan berbohong kepada anak dengan cara dan alasan apapun. Anak jangan dibohongi, karena membohongi anak merupakan salah satu kesalahan orang tua . Dan yang kedua, secara tidak langsung mengajari anak untuk bohong. Ketika anak dibohongi, maka apa yang ada di dalam benaknya yaitu bahwa bohong itu adalah satu perbuatan yang legal.

Dia lihat orang tuanya berbohong, maka yang terbetik di dalam hati mereka bahwa bohong itu adalah sesuatu yang bukan masalah, bukan perkara besar, bukan perkara yang serius. Maka bohong ini tidak boleh walaupun dalam konteks bercanda. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjamin bagian tengah surga bagi yang berkata jujur walaupun bercanda.

(Baca juga : Tanda-tanda dan Golongan Hati Manusia yang Wajib Diketahui )

Dan Rasulullah mengatakan:

إِنِّي لأَمْزَحُ , وَلا أَقُولُ إِلا حَقًّا

“Aku juga bercanda, tapi aku tidak mengatakan kecuali yang benar.” (HR. Thabrani)

Dalam kondisi kita bercanda saja itu tidak boleh bohong, apalagi perkara-perkara yang serius. Maka perlu kita membiasakan dan menanamkan ini kepada anak-anak agar ini menjadi suatu yang dipertegas pada fitrah mereka.

Pada dasarnya manusia itu suka kepada kejujuran, dia mencintai kejujuran dan dia mau jujur. Tapi kondisi-kondisi lain sekitarnya untuk keluar dari fitrah itu. Dan fitrah jujur ini jangan sampai rusak. Dan yang merusak kadang-kadang orang tua yang memperagakan kebohongan di depan anak-anak mereka tanpa disadari oleh kedua orang tua.

(Baca juga : Senang Berkhayal? Inilah Salah Satu Pintu Masuk Setan )

Maka Rasulullah menegur seorang ibu yang memancing anaknya dengan satu janji ataupun dengan satu perkataan yang itu ada unsur bohongnya atau bisa dia jatuh dalam kebohongan di situ. Nabi berkata dalam sebuah hadis:

ﻣَﻦْ ﻗَﺎﻝَ ﻟِﺼَﺒِﻲٍّ ﺗَﻌَﺎﻝَ ﻫَﺎﻙَ ﺛُﻢَّ ﻟَﻢْ ﻳُﻌْﻄِﻪِ ﻓَﻬِﻲَ ﻛَﺬْﺑَﺔٌ

“Barangsiapa berkata kepada anak kecil ‘Kemarilah aku akan memberimu sesuatu’ namun dia tidak memberikan apa-apa maka perbuatannya itu termasuk dusta.” (HR. Ahmad)

Termasuk dusta, dia telah berbohong kepada anak itu, walaupun anak itu diam saja. Tapi jangan diartikan diamnya anak ini aman dan tidak terpapar kebohongan. Itu dia simpan dalam hatinya, dalam pikirannya, bahwa perbuatan seperti itu adalah perbuatan yang legal. Dan dia mungkin tidak paham itu adalah suatu kebohongan, lalu dia tiru itu dan dia tidak merasa berbohong dengan perbuatan semacam itu. Dan ini mungkin terus terbawa sampai dewasa.

(Baca juga : Perkuat Modal Usaha, Nelayan Didorong Bentuk Koperasi )

Banyak orang-orang dewasa yang berbohong dan dia merasa bohongnya legal. Ini mungkin kebiasaan yang memang terbawa dari kecil. Orang-orang yang dari kecilnya melihat kebohongan demi kebohongan itu seolah-olah biasa, maka ketika dia dewasa dia meniru apa yang dia saksikan itu, dia merasa bohong itu bukanlah sesuatu yang serius, bukan satu masalah.

Seperti kita lihat sebagian orang yang membohongi orang enak saja, tidak ada beban, merasa bukan suatu kesalahan, bahkan walaupun kebohongannya terbongkar, tidak ada ekspresi bersalah, menyesal, atau ingin bertaubat, bahkan dia mengulang-ulang kebohongannya itu berkali-kali, bahkan sampai kepada kondisi yang serius, yaitu kebohongan yang bisa merugikan pihak lain, yang namanya penipuan.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1280 seconds (0.1#10.140)