Larangan Ghuluw, Rasulullah Menolak Disanjung Secara Berlebihan

Senin, 19 Oktober 2020 - 11:59 WIB
loading...
Larangan Ghuluw, Rasulullah Menolak Disanjung Secara Berlebihan
Ilustrasi/Ist
A A A
DALAM sejumlah ayat Al-Qur'an dan Hadis terdapat kata ghuluw . Prof Dr M Quraish Shihab dalam bukunya berjudul "Apa, Mengapa, Bagaimana Wasathiyyah" menyebut ghuluw dalam berbagai bentuknya mengandung makna ketinggian yang tidak biasa.

Harga sesuatu barang yang lebih mahal dari yang biasa dilukiskan dengan kata ghally. Air yang mendidih saat panas dilukiskan dengan kata yaghaly-ghalayan meski belum mencapai batas akhir. ( )

Sedangkan menurut syariat, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah adalam kitab "Iqtidha ash-Shirathil Mustaqim", mendefinisikannya: “Melampaui batas dalam memuji dan mencerca, dengan cara menambahkan apa yang tidak sepantasnya.”

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin dalam kitabnya al-Qaulul Mufid, memberikan definisi yang semakna dengan apa yang dinyatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Dr Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan dalam kitab "Syarah Masail al-Jahiliah" mengatakan, secara syariat ghuluw berarti berlebihan dalam mengangkat seseorang lebih dari kedudukan yang sepantasnya, seperti mengangkat seorang nabi atau orang-orang saleh ke martabat rububiyyah dan uluhiyyah (ketuhanan). ( )

Ghuluw dengan makna di atas telah dijelaskan oleh Allah SWT pada dua tempat:

Pertama, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

يَٰٓأَهۡلَ ٱلۡكِتَٰبِ لَا تَغۡلُواْ فِي دِينِكُمۡ وَلَا تَقُولُواْ عَلَى ٱللَّهِ إِلَّا ٱلۡحَقَّۚ

“Wahai sekalian ahli kitab, janganlah kalian melampaui batas dalam agama kalian dan janganlah kalian mengucapkan atas nama Allah melainkan yang benar.” (QS an-Nisa’: 171)

Kedua, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

قُلۡ يَٰٓأَهۡلَ ٱلۡكِتَٰبِ لَا تَغۡلُواْ فِي دِينِكُمۡ غَيۡرَ ٱلۡحَقِّ

“Katakanlah (wahai Muhammad), ‘Wahai ahli kitab, janganlah kalian melampaui batas di dalam agama kalian dengan cara tidak benar’.” (QS al-Maidah: 77)

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan dalam syarahnya terhadap Kitab at-Tauhid mengatakan, “Sekalipun yang diajak berbicara oleh Allah Ta’ala adalah ahli kitab , namun arahannya umum untuk setiap umat sebagai suatu bentuk peringatan dari sifat ghuluw, sebagaimana perbuatan Nasrani terhadap Nabi ‘Isa ‘alaihissalam dan perbuatan orang Yahudi terhadap ‘Uzair.” (Fathul Majid, 1/371)

Dari dua ayat di atas, jelaslah bahwa ghuluw dalam beragama, menyikapi sesuatu atau seorang yang alim dengan cara berlebihan sehingga meletakkannya pada martabat lebih dari kedudukannya sebagai manusia, merupakan perbuatan yang dibenci oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. ( )

Jahiliyah
Sikap ghuluw merupakan salah satu ciri agama jahiliah dan merupakan asas kesesatan orang-orang Nasrani. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam banyak kesempatan—bahkan ketika di akhir hayat—dengan tegas mengingatkan umatnya dari hal tersebut.

Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadis dari ‘ Umar ibnul Khaththab radhiallahu ‘anhu:

لاَ تُطْرُوْنِيْ كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى عِيْسَى بْنِ مَرْيَمَ، إِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ فَقُوْلُوْا عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ

“Janganlah kalian memujiku sebagaimana orang-orang Nasrani memuji ‘Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku adalah seorang hamba, maka katakanlah: hamba Allah dan rasul-Nya.” (Sahih, HR. al-Bukhari no. 3445 dan 6830, Muslim no. 1691, at-Tirmidzi no. 284)

Rasulullah SWA bersabda:

إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّيْنِ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ اَلْغُلُوُّ فِي الدِّيْنِ.

“Jauhkanlah diri kalian dari ghuluw (berlebih-lebihan) dalam agama, karena sesungguhnya sikap ghuluw ini telah membinasakan orang-orang sebelum kalian.” (HR. Ahmad (I/215, 347), an-Nasa-i (V/268), Ibnu Majah (no. 3029), Ibnu Khu-zaimah (no. 2867) dan lainnya, dari Sahabat Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma. Sanad hadits ini shahih menurut syarat Muslim. Dishahihkan oleh Imam an-Nawawi dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah)

Kufur
Dalam kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Yazid bin Abdul Qadir Jawas menulis salah satu sebab yang membuat seseorang menjadi kufur adalah sikap ghuluw dalam beragama, baik kepada orang saleh atau dianggap wali, maupun ghuluw kepada kuburan para wali, hingga mereka minta dan berdo’a kepadanya. ( )

Sedangkan ithra’ artinya melampaui batas (berlebih-lebihan) dalam memuji serta berbohong karenanya.

Menurut Yazid, yang dimaksud dengan ghuluw dalam hak Nabi SAW adalah melampaui batas dalam menyanjungnya, sehingga mengangkatnya di atas derajatnya sebagai hamba dan Rasul (utusan) Allah, menisbatkan kepadanya sebagian dari sifat-sifat Ilahiyyah. Dan yang dimaksud dengan ithra’ dalam hak Nabi SAW adalah berlebih-lebihan dalam memujinya, padahal beliau telah melarang hal tersebut. ( )

‘Abdullah bin asy-Syikhkhir Radhiyallahu anhu berkata, “Ketika aku pergi bersama delegasi Bani ‘Amir untuk menemui Rasulullah SAW, kami berkata kepada beliau, “Engkau adalah sayyid (penguasa) kami!”
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1654 seconds (0.1#10.140)