Kelakuan Abu Nawas Biar Dianggap Konsisten Oleh Baginda Raja
loading...
A
A
A
SUATU kali Abu Nawas datang ke Istana, tanpa diundang Baginda Harun Ar-Rasyid . "Kebetulah kamu datang Abu. Saya memang sudah kangen denganmu," kata Baginda tanpa basa-basi. (
)
Abu Nawas menjadi senang bukan kepalang. Baginda makin bersahabat saja belakangan ini. "Apa yang mesti hamba lakukan, Baginda?" tanya Abu Nawas.
"Tidak ada," sergah Baginda.
"Sebentar," ujar Baginda lalu beranjak dari tempat duduknya. Begitu kembali, Baginda sudah berganti pakaian lebih bersahaja, layaknya rakyat biasa. "Saya kepingin ke rumahmu," titah Baginda. ( )
Asyiknya, Baginda tidak mau dikawal siapapun. "Untuk apa Baginda ke rumah hamba?" tanya Abu Nawas heran. Ia pantas kaget dan serba salah. Soalnya, rumah Abu Nawas sedang berantakan. Istrinya pun tak ada di rumah. Lalu siapa nanti yang menyiapkan hidangan untuk baginda? Abu Nawas jelas kebingungan.
"Pokoknya saya mau ke rumahmu," ujar Baginda dengan suara ditekan.
Karena Baginda memaksa, maka Abu Nawas pun mengalah. Mereka berdua pun berjalan kaki menuju rumah Abu Nawas, yang jaraknya tak begitu jauh.
Sesampai di rumah, Baginda tak menyangka rumah Abu Nawas sangat sederhana. Tak ada barang berharga di rumah itu. "Kamu sendiri?" tanya Baginda.
"Iya, Paduka," jawabnya. "Istri hamba sedang menjenguk orang tuanya," lanjutnya. ( )
"Kebetulan. Saya ingin belajar tentang kebijaksanaan hidup dari dirimu," kata Baginda.
Sampai di sini Abu Nawas belum paham maksud Baginda. Berpikir sejenak, Abu Nawas menyadari permintaan Baginda tidak mungkin bisa ditolak. Akhirnya ia pun menurut saja, dengan syarat bahwa kebijaksanaan hanya bisa dipelajari dengan praktik. Baginda pun tak keberatan menemani Abu Nawas dan melihat perilakunya.
Malam itu Baginda tidak kembali ke Istana. Ia berencana menginap di rumah Abu Nawas.
Abu Nawas menggosok kayu membuat api. Api kecil itu ditiup-tiupnya. "Mengapa api itu kau tiup?" tanya sang Baginda.
"Agar lebih panas dan lebih besar apinya," jawab Abu Nawas,
Setelah api besar, Abu Nawas memasak sop. Sop menjadi panas. Abu Nawas menuangkannya ke dalam dua mangkok. Ia mengambil mangkoknya, kemudian meniup-niup sopnya.
"Mengapa sop itu kau tiup?" tanya Baginda lagi.
"Agar lebih dingin dan enak dimakan," jawab Abu Nawas.
"Ah, aku rasa aku tidak jadi belajar darimu," ketus Baginda, mengagetkan Abu Nawas, "Engkau tidak bisa konsisten dengan pengetahuanmu," lanjut Baginda diiringi senyum kecut Abu Nawas.
Malam itu juga Baginda pulang ke Istana diantar Abu Nawas. Di perjalanan keduanya bicara tentang berbagai hal. "Berapa umurmu, Abu?"
"Empat puluh tahun," jawab Abu Nawas.
"Tapi beberapa tahun yang lalu, kau menyebut angka yang sama."
"Hamba konsisten." ( )
Abu Nawas menjadi senang bukan kepalang. Baginda makin bersahabat saja belakangan ini. "Apa yang mesti hamba lakukan, Baginda?" tanya Abu Nawas.
"Tidak ada," sergah Baginda.
"Sebentar," ujar Baginda lalu beranjak dari tempat duduknya. Begitu kembali, Baginda sudah berganti pakaian lebih bersahaja, layaknya rakyat biasa. "Saya kepingin ke rumahmu," titah Baginda. ( )
Asyiknya, Baginda tidak mau dikawal siapapun. "Untuk apa Baginda ke rumah hamba?" tanya Abu Nawas heran. Ia pantas kaget dan serba salah. Soalnya, rumah Abu Nawas sedang berantakan. Istrinya pun tak ada di rumah. Lalu siapa nanti yang menyiapkan hidangan untuk baginda? Abu Nawas jelas kebingungan.
"Pokoknya saya mau ke rumahmu," ujar Baginda dengan suara ditekan.
Karena Baginda memaksa, maka Abu Nawas pun mengalah. Mereka berdua pun berjalan kaki menuju rumah Abu Nawas, yang jaraknya tak begitu jauh.
Sesampai di rumah, Baginda tak menyangka rumah Abu Nawas sangat sederhana. Tak ada barang berharga di rumah itu. "Kamu sendiri?" tanya Baginda.
"Iya, Paduka," jawabnya. "Istri hamba sedang menjenguk orang tuanya," lanjutnya. ( )
"Kebetulan. Saya ingin belajar tentang kebijaksanaan hidup dari dirimu," kata Baginda.
Sampai di sini Abu Nawas belum paham maksud Baginda. Berpikir sejenak, Abu Nawas menyadari permintaan Baginda tidak mungkin bisa ditolak. Akhirnya ia pun menurut saja, dengan syarat bahwa kebijaksanaan hanya bisa dipelajari dengan praktik. Baginda pun tak keberatan menemani Abu Nawas dan melihat perilakunya.
Malam itu Baginda tidak kembali ke Istana. Ia berencana menginap di rumah Abu Nawas.
Abu Nawas menggosok kayu membuat api. Api kecil itu ditiup-tiupnya. "Mengapa api itu kau tiup?" tanya sang Baginda.
"Agar lebih panas dan lebih besar apinya," jawab Abu Nawas,
Setelah api besar, Abu Nawas memasak sop. Sop menjadi panas. Abu Nawas menuangkannya ke dalam dua mangkok. Ia mengambil mangkoknya, kemudian meniup-niup sopnya.
"Mengapa sop itu kau tiup?" tanya Baginda lagi.
"Agar lebih dingin dan enak dimakan," jawab Abu Nawas.
"Ah, aku rasa aku tidak jadi belajar darimu," ketus Baginda, mengagetkan Abu Nawas, "Engkau tidak bisa konsisten dengan pengetahuanmu," lanjut Baginda diiringi senyum kecut Abu Nawas.
Malam itu juga Baginda pulang ke Istana diantar Abu Nawas. Di perjalanan keduanya bicara tentang berbagai hal. "Berapa umurmu, Abu?"
"Empat puluh tahun," jawab Abu Nawas.
"Tapi beberapa tahun yang lalu, kau menyebut angka yang sama."
"Hamba konsisten." ( )
(mhy)