Hadapi Muslim, Pasukan Persia Anggap Berperang dengan Jin
loading...
A
A
A
Ya! Itulah mukjizat pasukan Muslimin yang menyeberangi Sungai Tigris. Mereka berdiri di tepi Sungai itu melihat air yang sedang bergolak.
Sa’ad bin Abi Waqqash sedang memikirkan cara untuk menyeberanginya. Pikirannya belum memberikan jalan keluar. Ia memerintahkan stafnya membawa orang-orang dusun Persia untuk dimintai keterangan. Mereka menyarankan untuk terjun ke Sungai sampai ke dasar wadi. Tetapi dia khawatir arus yang deras akan membahayakan pasukannya. Ia lebih cenderung setiap orang tetap di tempatnya. Karena masih ragu, saran orang itu tidak dilaksanakan.
Keesokan harinya Sa’ad menerima berita bahwa Yazdigird telah memerintahkan agar segala harta simpanannya diangkut ke Hulwan. Sa’ad mengumpulkan anggota pasukannya dan berpidato di hadapan mereka. Sesudah mengucapkan hamdalah dan bersyukur kepada Allah ia berkata: "Musuh kita sekarang berlindung pada Sungai ini. Janganlah biarkan dia lolos dari sana. Mereka dapat lolos kalau mau dan akan menyerang kita dari kapal-kapal mereka itu. Kita tidak khawatir mereka akan datang dari belakang kita. Pengalaman kita dulu sudah cukup.
Mereka menyia-nyiakan pelabuhan mereka ini dan merusak pertahanan mereka sendiri. Saya berpendapat sebaiknya kita dahului menyerang musuh sebelum kita terkepung. Ya, sudah saya putuskan akan menyeberangi Sungai ini ke tempat mereka." ( )
Sikap Sa’ad itu dirasakan oleh anak buahnya tiba-tiba sekali. Bukankah kemarin ia masih ragu? Tidakkah ia khawatir pasukannya juga ragu sehingga tidak mampu menghadapi bahaya serupa itu? Tetapi ternyata mereka pun tidak ragu. Mereka sudah terpesona sekali oleh pemandangan kota Mada'in itu, di samping memang sudah tertarik oleh Istana Kisra. Mereka berani menghadapi hal yang mustahil untuk memasuki ibu kota dan mengepung Istananya. Oleh karena itu, belum selesai Sa’ad mengucapkan pidato semua mereka sudah berkata: "Allah sudah menguatkan hati kami dan hati Anda, maka marilah kita laksanakan!"
Tetapi bagaimana akan menyeberang? Kalaupun mereka menyeberang dengan menggunakan kuda, pasukan Persia di seberang pantai sudah menghadang mereka tanpa harus keluar dari tempat itu. Menyadari hal ini Sa’ad menyuruh mereka dengan mengatakan: Siapa yang akan memulai dan melindungi selat ini buat kita supaya pasukan kita dapat menyusul tanpa terhalang untuk keluar. Lalu ia memanggil Asim bin Amr, dan sesudah itu memanggil enam ratus orang yang sudah berpengalaman dalam perang, dengan pimpinan oleh Sa’ad diserahkan kepada Asim.
Setelah mereka berangkat dan sampai di pantai Tigris, Asim berkata kepada kawan-kawannya: Siapa yang akan bergabung dengan saya supaya dapat lebih dulu memasuki Sungai ini. Kita akan melindungi selat ini dari seberang sana? Ada enam puluh kesatria yang bergabung kepadanya dan dia yang di depan memimpin mereka ke tepi Sungai sambil berkata kepada mereka yang masih maju mundur: Rupanya kalian takut menghadapi air ini?! Lalu ia membacakan firman Allah: "Segala yang bernyawa tak akan mati kecuali dengan izin Allah; waktunya sudah ditentukan..." (Qur'an, 3: 145).
Kemudian ia memicu kudanya menerobos Sungai dan diikuti pula oleh sahabat-sahabatnya. Melihat regu pertama ini Qa'qa' bin Amr terus maju berenang, dan ketika ia melemparkan pandangnya ke seberang Sungai dilihatnya pihak Persia seolah sudah bersiap-siap hendak menerjang mereka, maka segera ia mengeluarkan perintah kepada sahabat-sahabatnya yang enam ratus orang untuk terjun dengan kudanya ke Sungai. Mereka mengarunginya seperti Asim dan teman-temannya.
Sekarang pihak Persia yang malah tercengang melihat apa yang dilakukan musuh mereka itu. Mereka berkata satu sama lain: "Gila! Gila!" Dan yang lain berkata: "Kalian bukan berperang dengan manusia, tetapi dengan jin!
Pasukan Persia hanya melihat kepada orang-orang yang begitu berani bertualang itu. Setelah mereka melihat Asim dan sahabat-sahabatnya sudah di tengah Sungai, mereka mengerahkan pasukan berkudanya untuk merintangi mereka jangan sampai keluar dari air dan akan mereka perangi di tengah Sungai. Mereka sudah berada di dekat Asim saat ia sudah mendekati selat.
Asim memerintahkan anak buahnya: "Panah, panah!"
Mereka segera membidik dengan sasaran mata kuda lawan. Begitu bidikan itu mengenai matanya, kuda Persia itu berbalik lari ke belakang. Para kesatria pasukan berkuda Persia itu tak berdaya menghadapi mereka yang sudah terjun menantang maut di tengah-tengah gejolak Sungai tanpa peduli lagi apa yang akan menimpa diri mereka.
Tetapi tak seorang pun dari regu yang mengerikan itu yang cedera. Bahkan Asim sendiri yang pertama mendarat ke seberang pantai. Pasukan Persia berlarian di depannya. Qa'qa' segera menyusulnya dengan regunya dan tak seorang pun lagi sekarang yang masih tinggal di pantai.
Melihat pasukan yang sudah begitu kuat di selat Mada'in, Sa’ad bin Abi Waqqas memerintahkan semua anggota pasukan berkudanya yang ribuan jumlahnya itu serentak menyerbu masuk ke sungai yang sedang bergejolak itu, seperti yang dilakukan Asim tadi. Sungai yang saat itu sudah penuh kuda tak tampak lagi airnya. Para nelayan perahu dan awak kapal orang-orang Persia diperintahkan oleh Asim untuk bertolak ke seberang Bahrasir untuk mengangkut pasukan Muslimin yang tidak menyeberang dengan kuda.
Ketika Sa’ad dengan angkatan bersenjatanya menyeberang penghuni Mada'in sudah lari semua. Yang masih tinggal hanya mereka yang bertahan di Istana Putih. Tetapi mereka tidak mengadakan perlawanan. Bahkan setuju mereka membayar jizyah. Pintu Istana pun dibuka untuk pasukan Muslimin. (Bersambung)
Sa’ad bin Abi Waqqash sedang memikirkan cara untuk menyeberanginya. Pikirannya belum memberikan jalan keluar. Ia memerintahkan stafnya membawa orang-orang dusun Persia untuk dimintai keterangan. Mereka menyarankan untuk terjun ke Sungai sampai ke dasar wadi. Tetapi dia khawatir arus yang deras akan membahayakan pasukannya. Ia lebih cenderung setiap orang tetap di tempatnya. Karena masih ragu, saran orang itu tidak dilaksanakan.
Keesokan harinya Sa’ad menerima berita bahwa Yazdigird telah memerintahkan agar segala harta simpanannya diangkut ke Hulwan. Sa’ad mengumpulkan anggota pasukannya dan berpidato di hadapan mereka. Sesudah mengucapkan hamdalah dan bersyukur kepada Allah ia berkata: "Musuh kita sekarang berlindung pada Sungai ini. Janganlah biarkan dia lolos dari sana. Mereka dapat lolos kalau mau dan akan menyerang kita dari kapal-kapal mereka itu. Kita tidak khawatir mereka akan datang dari belakang kita. Pengalaman kita dulu sudah cukup.
Mereka menyia-nyiakan pelabuhan mereka ini dan merusak pertahanan mereka sendiri. Saya berpendapat sebaiknya kita dahului menyerang musuh sebelum kita terkepung. Ya, sudah saya putuskan akan menyeberangi Sungai ini ke tempat mereka." ( )
Sikap Sa’ad itu dirasakan oleh anak buahnya tiba-tiba sekali. Bukankah kemarin ia masih ragu? Tidakkah ia khawatir pasukannya juga ragu sehingga tidak mampu menghadapi bahaya serupa itu? Tetapi ternyata mereka pun tidak ragu. Mereka sudah terpesona sekali oleh pemandangan kota Mada'in itu, di samping memang sudah tertarik oleh Istana Kisra. Mereka berani menghadapi hal yang mustahil untuk memasuki ibu kota dan mengepung Istananya. Oleh karena itu, belum selesai Sa’ad mengucapkan pidato semua mereka sudah berkata: "Allah sudah menguatkan hati kami dan hati Anda, maka marilah kita laksanakan!"
Tetapi bagaimana akan menyeberang? Kalaupun mereka menyeberang dengan menggunakan kuda, pasukan Persia di seberang pantai sudah menghadang mereka tanpa harus keluar dari tempat itu. Menyadari hal ini Sa’ad menyuruh mereka dengan mengatakan: Siapa yang akan memulai dan melindungi selat ini buat kita supaya pasukan kita dapat menyusul tanpa terhalang untuk keluar. Lalu ia memanggil Asim bin Amr, dan sesudah itu memanggil enam ratus orang yang sudah berpengalaman dalam perang, dengan pimpinan oleh Sa’ad diserahkan kepada Asim.
Setelah mereka berangkat dan sampai di pantai Tigris, Asim berkata kepada kawan-kawannya: Siapa yang akan bergabung dengan saya supaya dapat lebih dulu memasuki Sungai ini. Kita akan melindungi selat ini dari seberang sana? Ada enam puluh kesatria yang bergabung kepadanya dan dia yang di depan memimpin mereka ke tepi Sungai sambil berkata kepada mereka yang masih maju mundur: Rupanya kalian takut menghadapi air ini?! Lalu ia membacakan firman Allah: "Segala yang bernyawa tak akan mati kecuali dengan izin Allah; waktunya sudah ditentukan..." (Qur'an, 3: 145).
Kemudian ia memicu kudanya menerobos Sungai dan diikuti pula oleh sahabat-sahabatnya. Melihat regu pertama ini Qa'qa' bin Amr terus maju berenang, dan ketika ia melemparkan pandangnya ke seberang Sungai dilihatnya pihak Persia seolah sudah bersiap-siap hendak menerjang mereka, maka segera ia mengeluarkan perintah kepada sahabat-sahabatnya yang enam ratus orang untuk terjun dengan kudanya ke Sungai. Mereka mengarunginya seperti Asim dan teman-temannya.
Sekarang pihak Persia yang malah tercengang melihat apa yang dilakukan musuh mereka itu. Mereka berkata satu sama lain: "Gila! Gila!" Dan yang lain berkata: "Kalian bukan berperang dengan manusia, tetapi dengan jin!
Pasukan Persia hanya melihat kepada orang-orang yang begitu berani bertualang itu. Setelah mereka melihat Asim dan sahabat-sahabatnya sudah di tengah Sungai, mereka mengerahkan pasukan berkudanya untuk merintangi mereka jangan sampai keluar dari air dan akan mereka perangi di tengah Sungai. Mereka sudah berada di dekat Asim saat ia sudah mendekati selat.
Asim memerintahkan anak buahnya: "Panah, panah!"
Mereka segera membidik dengan sasaran mata kuda lawan. Begitu bidikan itu mengenai matanya, kuda Persia itu berbalik lari ke belakang. Para kesatria pasukan berkuda Persia itu tak berdaya menghadapi mereka yang sudah terjun menantang maut di tengah-tengah gejolak Sungai tanpa peduli lagi apa yang akan menimpa diri mereka.
Tetapi tak seorang pun dari regu yang mengerikan itu yang cedera. Bahkan Asim sendiri yang pertama mendarat ke seberang pantai. Pasukan Persia berlarian di depannya. Qa'qa' segera menyusulnya dengan regunya dan tak seorang pun lagi sekarang yang masih tinggal di pantai.
Melihat pasukan yang sudah begitu kuat di selat Mada'in, Sa’ad bin Abi Waqqas memerintahkan semua anggota pasukan berkudanya yang ribuan jumlahnya itu serentak menyerbu masuk ke sungai yang sedang bergejolak itu, seperti yang dilakukan Asim tadi. Sungai yang saat itu sudah penuh kuda tak tampak lagi airnya. Para nelayan perahu dan awak kapal orang-orang Persia diperintahkan oleh Asim untuk bertolak ke seberang Bahrasir untuk mengangkut pasukan Muslimin yang tidak menyeberang dengan kuda.
Ketika Sa’ad dengan angkatan bersenjatanya menyeberang penghuni Mada'in sudah lari semua. Yang masih tinggal hanya mereka yang bertahan di Istana Putih. Tetapi mereka tidak mengadakan perlawanan. Bahkan setuju mereka membayar jizyah. Pintu Istana pun dibuka untuk pasukan Muslimin. (Bersambung)
(mhy)