Hadapi Muslim, Pasukan Persia Anggap Berperang dengan Jin

Senin, 26 Oktober 2020 - 12:49 WIB
loading...
Hadapi Muslim, Pasukan...
Ilustrasi/Ist
A A A
TENGAH malam ketika pasukan Muslimin sudah memasuki Kota Bahrasir . Tak ada yang merintangi mereka untuk cepat-cepat pergi ke arah Tigris untuk menyeberang dan menyerbu Mada'in serta daerah-daerah sekitarnya. Tetapi jembatan untuk penyeberangan sudah tak ada lagi, juga tak ada kapal yang dapat membawa mereka. ( )

Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul " Umar bin Khattab " menyebutkan mereka berhenti di tepi sungai. Pemandangan yang mereka lihat di depannya sungguh memukau. Mereka hanya berdiri tercengang, melihat semua itu dengan mata terbelalak, dengan hati bergolak, hampir tidak percaya apa yang sedang mereka saksikan di depan mereka itu: Sebuah bangunan besar yang sungguh indah, megah dan mewah, berdiri di depan mereka di seberang pantai dengan ketinggian yang tak biasa buat mata mereka, tampak ciri warna putih, kendati dalam malam gelap pekat. ( )

Malam terasa lembut, langit bersih dan angin bertiup semilir sedap menambah kelembutan malam dan pemandangan yang begitu indah dan agung.

Pasukan itu menahan napas, mata terbelalak, mulut ternganga, karena perasaan yang sudah dikuasai rasa kagum. Berturut-turut kelompok-kelompok pasukan itu datang ke pantai sungai. Mereka berdiri masih dipengaruhi kekaguman, seolah mereka sudah terpaku di tempat masing-masing.

Pembebasan Mada'in
Sesudah kemudian datang Dirar bin Khattab dan rombongannya dan melihat seperti yang mereka lihat, ia bertakbir dengan sekuat-kuatnya: "Allahu Akbar! Inilah warna putih istana Kisra! Inikah yang dijanjikan Allah kepada Rasul-Nya?"

Ketika itulah suara takbir itu bergema dari segenap penjuru. Mereka semua yakin sekarang, bahwa mereka sudah di depan Ruang Sidang Istana Kisra, yang selama ini sering mereka dengar disebutkan dalam sajak-sajak para penyair dan menjadi buah bibir orang, sehingga mereka hanya menyerah kepada kerinduan untuk menyeberang ke Iwan Kisra, Ruang Sidang Istana itu, lalu mengelilinginya untuk memuaskan mata, kemudian memasukinya. ( )

Mereka ingin melihat Takhta Kisra di depan balairungnya yang agung itu, ingin panglima tinggi mereka duduk di atas takhta itu mengucapkan kalimat tauhid, lalu disambut dengan gema suara di segenap penjuru istana, bahwa Allah telah menepati janji-Nya: Dijadikan-Nya seruan orang kafir menyuruk jatuh sampai ke dasar dan firman Allah menjulang tinggi sampai ke puncak. Allah Mahamulia, Mahabijaksana.

Tidak heran jika pasukan Muslimin dibuat begitu tercengang melihat istana Kisra. Istana ini termasuk salah satu keajaiban dunia saat itu. Bukan tuanya yang menimbulkan kekaguman, ketika itu usianya belum begitu lama, pembangunannya belum sampai seratus tahun. Tetapi keindahan dan keagungannya itulah yang telah menimbulkan kekaguman. ( )

Dibangun oleh Kisra Anusyirwan tahun 550 M, sebuah bentuk bangunan yang telah mengalahkan bangunan Romawi dan Yunani yang paling megah sekalipun. Bagian depannya lebih dari seratus lima puluh meter dan tingginya melebihi empat puluh meter, dengan kubah-kubah yang bertengger di atas balairungnya yang lima buah menjadi mahkota yang menambah keindahan dan keagungannya.

Orang-orang Arab yang kini matanya sedang terpaku itu ingin tahu kekayaan apa yang ada di balik keindahan itu. Sudah tentu semua itu di luar yang dapat dibayangkan. Serambi yang berada di tengahnya, kubahnya yang lebih tinggi daripada semua kubah, dan sudah tentu Ruang Sidang Istana inilah yang belum pernah didengar orang ada bandingannya di seluruh dunia. ( )

Bukankah cerita-cerita sudah banyak beredar tentang Takhta Kisra serta permata berlian yang menghiasinya sehingga tak ubahnya seperti sebuah dongeng? Semua itu sekarang, Takhta, Ruang Sidang Istana dan Istananya berdiri utuh di depan pasukan itu, yang hanya dipisahkan oleh sungai, dan ini pula yang setiap saat keindahannya makin memukau. Kapan gerangan mereka akan menyeberanginya dan melihat dengan mata kepala sendiri semua isinya?

Rencana Melarikan Diri
Sementara semua ini berkecamuk dalam hati pasukan Muslimin dijalin pula oleh khayal yang subur, ditambah lagi dengan pemandangan ibu kota Mada'in yang begitu cemerlang, Kaisar Yazdigird sendiri di tengah balairung Istana itu pikirannya sedang kacau, wajahnya kusam, rasa waswas datang menderanya dari segenap penjuru.

Sungai Tigris merupakan sebuah benteng alam dengan aliran airnya yang luas, dengan arusnya yang deras melonjak-lonjak. Dengan demikian jarak pemisahnya bertambah luas dan cairan-cairan salju di puncak-puncak gunung akan menambah gejolaknya arus itu, yang bersumber dari Azerbaijan dan Mosul. Tak mungkin lagi pasukan Muslimin akan dapat melangkahinya sesudah kapal-kapal dikumpulkan semua di tepi sebelah timur Sungai. ( )

Tak dapatkah angkatan bersenjata Persia melindungi pantai itu, dan menangkis semua bahaya dari ibu kota?

Haekal mengatakan ini merupakan pemikiran biasa dalam hal seperti ini, dan sudah seharusnya pula Yazdigird berpikir ke arah itu dan memanggil angkatan bersenjatanya untuk bertukar pendapat. Dari jiwanya yang masih muda dapat ia salurkan ke dalam jiwa mereka dan jiwa semua orang penduduk ibu kota — semangat untuk mempertahankan harga diri dan kehormatan mereka.

Sekiranya mau ia melakukan itu, paling kurang itulah kewajibannya terhadap dirinya, terhadap masyarakat yang telah menyerahkan pimpinan ke tangannya, niscaya mereka akan berkumpul di sekelilingnya untuk mempertahankan keberadaannya. ( )

Tetapi kebingungannya telah membuatnya tersesat dan pikirannya jadi kacau. Akibatnya ia melihat pasukan Muslimin itu tak lain adalah jin yang tak mungkin ada kekuatan apa pun yang mampu merintangi langkahnya, dan tak akan mampu berbuat apa pun selain melarikan diri! Ya, siapa pula yang lebih berhak lari terlebih dulu daripada dia sendiri, menyelamatkan diri dan keluarganya! Oleh karena itu ia memerintahkan stafnya untuk membawa segala harta kekayaannya berikut barang-barang simpanannya.

Perempuan-perempuan dan sanak keluarganya segera diangkut menuju Hulwan. Orang-orang melihat apa yang telah dilakukan Raja mereka itu. Semangat mereka pun remuk. Kini mereka hanya berpikir untuk juga menyelamatkan diri dan keluarga mereka.

Bukankah Raja menjadi panutan rakyatnya? Mengapa keluarga kerajaan dan dayang-dayangnya lebih diutamakan daripada istri seorang prajurit atau perwira dan keluarganya?! Dengan demikian semangat hendak mengadakan perlawanan dalam hati prajurit Persia hilang sudah. Tak ada harapan lagi bagi mereka selain nasib baik yang memberi kebahagiaan kepada mereka dan sungai itu juga yang akan menjadi alat penangkis serangan lawan, atau akan tersandung sekali sehingga mereka tak lagi berkuasa, dan untuk mengadakan perlawanan sudah tidak mungkin lagi. ( )

Mukjizat di Sungai Tigris
Demikianlah, di Sungai Tigris itu kini mengalir dua macam pasukan: satu pasukan yang sudah remuk segala kekuatannya, tak lagi punya semangat, tak lagi punya kemauan. la sudah menyerahkan diri kepada nasib. Dan satu pasukan lagi semangat idealismenya begitu tinggi dan sudah mencapai kekuatan iman dan percaya diri akan menang, sehingga terbayang olehnya bahwa ia dapat memukul Sungai itu dengan tongkatnya yang akan membukakan jalan menyeberang ke Ruang Sidang Istana Kisra.

Itulah mukjizat yang diberikan Allah kepada Nabi Musa sehingga ia dan rombongannya dapat melarikan diri dari Mesir. Hal yang sama ini sekarang akan diberikan kepada pasukan Muslimin. Mereka akan menyeberangi sungai itu, akan menyerbu Mada'in dan menurunkan kedaulatan Kisra-kisra itu, kemudian menaikkan panji kebenaran di atas Ruang Sidang Istana yang agung itu. ( )
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3704 seconds (0.1#10.140)