Ditawari Jadi Menteri Oleh Baginda, Abu Nawas Malah Konsultasi dengan Burung
loading...
A
A
A
ABU Nawas mendengar selentingan, Baginda Harun Ar-Rasyid berencana merombak kabinetnya. Secara informal Baginda juga pernah mengatakan kepada Abu Nawas akan menempatkan dirinya pada salah satu pos kementerian. Seperti kita tahu, Abu Nawas sangat tidak suka jabatan. Baginya, jabatan adalah musibah. Apalagi jabatan menteri. (
)
Semasa hidupnya, ayah Abu Nawas, Syaikh Maulana adalah seorang kadi. Ketika ayahnya meninggal, Baginda ingin menunjuk Abu Nawas sebagai penggantinya. Kala itu, Abu Nawas tak berani menolak sehingga ia berlagak gila. Akibatnya, gagallah rencana Baginda itu. Begitu sudah dianggap waras, maka Baginda mengangkat Abu Nawas menjadi semacam staf khusus. Jabatan tinggi tanpa pekerjaan yang njelimet.
Mengapa Abu Nawas menolak jabatan? Ini karena pesan ayahnya ketika sakit parah. Kala itu, sang ayah memanggil Abu Nawas. "Hai anakku, aku sudah hampir mati. Sekarang ciumlah telinga kanan dan telinga kiriku."
Abu Nawas segera menuruti permintaan terakhir ayahnya. la cium telinga kanan sang ayah, ternyata berbau harum, sedangkan yang sebelah kiri berbau sangat busuk. "Bagamaina anakku? Sudah kau cium?" ( )
"Benar ayah! "
"Ceritakankan dengan sejujurnya, baunya kedua telingaku."
"Aduh Ayah, sungguh mengherankan, telinga Ayah yang sebelah kanan berbau harum sekali. Tapi yang sebelah kiri kok baunya amat busuk?" ujar Abu Nawas.
"Hai anakku Abu Nawas, tahukah apa sebabnya bisa terjadi begini?"
"Wahai ayahku, cobalah ceritakan kepada anakmu ini." ( )
Berkata Syaikh Maulana "Pada suatu hari datang dua orang mengadukan masalahnya kepadaku. Yang seorang aku dengarkan keluhannya. Tapi yang seorang lagi karena aku tak suka maka tak kudengar pengaduannya. Inilah risiko menjadi Kadi. Jika kelak kau menjadi Kadi maka kau akan mengalami hal yang sama, namun jika kau tidak suka menjadi Kadi maka buatlah alasan yang masuk akal agar kau tidak dipilih sebagai Kadi oleh Sultan Harun Al Rasyid."
Nan, itulah sebabnya Abu Nawas pura-pura menjadi gila dalam menolak permintaan Baginda menjadi kadi. Seorang kadi atau penghulu pada masa itu kedudukannya seperti hakim yang memutus suatu perkara. ( )
Walaupun Abu Nawas tidak menjadi kadi namun dia sering diajak konsultasi oleh sang Raja untuk memutus suatu perkara. Bahkan ia kerap kali dipaksa datang ke istana hanya sekadar untuk menjawab pertanyaan Baginda Raja yang aneh-aneh dan tidak masuk akal. Jabatan Abu Nawas ya semacam staf khusus itu.
Nah, kini bagaimana cara menolak permintaan Baginda agar dirinya menjadi menteri, membuat Abu Nawas bingung. Salah satu jalan adalah menghindar bertemu Baginda. Abu Nawas bersembunyi di rumah. Kepada istrinya dia berpesan, jika ada utusan Baginda datang, "Katakan saya sedang uzlah di gunung." Uzlah adalah mengasingkan diri.
Benar saja, utusan Baginda datang ke rumah setelah selama sepekan lebih Abu Nawas menghilang. Ketika utusan itu datang, si cerdik ini bersembunyi di kolong tempat tidur. Istrinya yang lugu ini mengatakan pesan Abu Nawas kepada utusan Baginda. "Bapak sedang menyepi di gunung," katanya. ( )
"Gunung mana?"
"Nggak tahu. Dia bilang di gunung. Begitu saja."
Utusan Baginda bingung setengah mati. Apa yang akan disampaikan kepada Baginda nanti.
Benar saja. Baginda marah-marah begitu menerima laporan utusannya. "Cari, di mana Abu Nawas. Harus ketemu," titahnya.
Sementara itu, Abu Nawas langsung berangkat ke hutan begitu utusan itu balik ke istana. Dia berpesan kepada istrinya jika utusan itu datang lagi bilang saja, "saya di hutan sana".
Utusan disertai beberapa pengawal Baginda datang juga ke rumah. Istrinya pun menunjukkan di mana suaminya berada.
Abu Nawas sedang duduk di mulut sebuah gua di hutan sambil bicara sendiri ketika utusan dan pengawal datang. "Hai Abu Nawas, Baginda mencarimu. Cepatlah..!" kata utusan Baginda.
Semasa hidupnya, ayah Abu Nawas, Syaikh Maulana adalah seorang kadi. Ketika ayahnya meninggal, Baginda ingin menunjuk Abu Nawas sebagai penggantinya. Kala itu, Abu Nawas tak berani menolak sehingga ia berlagak gila. Akibatnya, gagallah rencana Baginda itu. Begitu sudah dianggap waras, maka Baginda mengangkat Abu Nawas menjadi semacam staf khusus. Jabatan tinggi tanpa pekerjaan yang njelimet.
Mengapa Abu Nawas menolak jabatan? Ini karena pesan ayahnya ketika sakit parah. Kala itu, sang ayah memanggil Abu Nawas. "Hai anakku, aku sudah hampir mati. Sekarang ciumlah telinga kanan dan telinga kiriku."
Abu Nawas segera menuruti permintaan terakhir ayahnya. la cium telinga kanan sang ayah, ternyata berbau harum, sedangkan yang sebelah kiri berbau sangat busuk. "Bagamaina anakku? Sudah kau cium?" ( )
"Benar ayah! "
"Ceritakankan dengan sejujurnya, baunya kedua telingaku."
"Aduh Ayah, sungguh mengherankan, telinga Ayah yang sebelah kanan berbau harum sekali. Tapi yang sebelah kiri kok baunya amat busuk?" ujar Abu Nawas.
"Hai anakku Abu Nawas, tahukah apa sebabnya bisa terjadi begini?"
"Wahai ayahku, cobalah ceritakan kepada anakmu ini." ( )
Berkata Syaikh Maulana "Pada suatu hari datang dua orang mengadukan masalahnya kepadaku. Yang seorang aku dengarkan keluhannya. Tapi yang seorang lagi karena aku tak suka maka tak kudengar pengaduannya. Inilah risiko menjadi Kadi. Jika kelak kau menjadi Kadi maka kau akan mengalami hal yang sama, namun jika kau tidak suka menjadi Kadi maka buatlah alasan yang masuk akal agar kau tidak dipilih sebagai Kadi oleh Sultan Harun Al Rasyid."
Nan, itulah sebabnya Abu Nawas pura-pura menjadi gila dalam menolak permintaan Baginda menjadi kadi. Seorang kadi atau penghulu pada masa itu kedudukannya seperti hakim yang memutus suatu perkara. ( )
Walaupun Abu Nawas tidak menjadi kadi namun dia sering diajak konsultasi oleh sang Raja untuk memutus suatu perkara. Bahkan ia kerap kali dipaksa datang ke istana hanya sekadar untuk menjawab pertanyaan Baginda Raja yang aneh-aneh dan tidak masuk akal. Jabatan Abu Nawas ya semacam staf khusus itu.
Nah, kini bagaimana cara menolak permintaan Baginda agar dirinya menjadi menteri, membuat Abu Nawas bingung. Salah satu jalan adalah menghindar bertemu Baginda. Abu Nawas bersembunyi di rumah. Kepada istrinya dia berpesan, jika ada utusan Baginda datang, "Katakan saya sedang uzlah di gunung." Uzlah adalah mengasingkan diri.
Benar saja, utusan Baginda datang ke rumah setelah selama sepekan lebih Abu Nawas menghilang. Ketika utusan itu datang, si cerdik ini bersembunyi di kolong tempat tidur. Istrinya yang lugu ini mengatakan pesan Abu Nawas kepada utusan Baginda. "Bapak sedang menyepi di gunung," katanya. ( )
"Gunung mana?"
"Nggak tahu. Dia bilang di gunung. Begitu saja."
Utusan Baginda bingung setengah mati. Apa yang akan disampaikan kepada Baginda nanti.
Benar saja. Baginda marah-marah begitu menerima laporan utusannya. "Cari, di mana Abu Nawas. Harus ketemu," titahnya.
Sementara itu, Abu Nawas langsung berangkat ke hutan begitu utusan itu balik ke istana. Dia berpesan kepada istrinya jika utusan itu datang lagi bilang saja, "saya di hutan sana".
Utusan disertai beberapa pengawal Baginda datang juga ke rumah. Istrinya pun menunjukkan di mana suaminya berada.
Abu Nawas sedang duduk di mulut sebuah gua di hutan sambil bicara sendiri ketika utusan dan pengawal datang. "Hai Abu Nawas, Baginda mencarimu. Cepatlah..!" kata utusan Baginda.