Kisah Ahli Puasa yang Makamnya Diziarahi Rasulullah dan Sahabat

Jum'at, 06 November 2020 - 16:38 WIB
loading...
Kisah Ahli Puasa yang Makamnya Diziarahi Rasulullah dan Sahabat
Sahabat Abu Yusuf Yaqub mendapatkan kemuliaan diziarahi oleh Rasulullah dan para sahabat berkat amalan puasanya. Foto ilustrasi/Ist
A A A
Dalam Kitab An-Nawadir karya Syaikh Syihabuddin Ahmad ibn Salamah al-Qalyubi rahimahullah diceritakan kisah sahabat Abu Yusuf yang diziarahi Rasulullah صلى الله عليه وسلم berkat amalan puasanya .

Suatu hari Abu Yusuf Ya'qub bin Yusuf bercerita tentang salah seorang sahabatnya yang unik. Beliau dikenal seorang yang wara' dan takwa meski orang-orang mengenal karibnya itu sebagai orang fasik dan pendosa. Sudah 20 tahun Abu Yusuf melakukan tawaf di sekitar Ka'bah bersamanya. Tak seperti Abu Yusuf yang berpuasa terus menerus (istiqomah), sahabatnya ini sehari puasa sehari berbuka.

Memasuki 10 hari bulan Dzulhijjah, sahabat Abu Yusuf ini menunaikan puasa secara sempurna kendati Beliau berada di padang sahara yang tandus. Bersama Abu Yusuf, Beliau masuk Kota Thurthus dan menetap di sana untuk beberapa lama. ( )

Di tempat gersang inilah, persisnya di sebuah kawasan reruntuhan bangunan, Beliau wafat tanpa seorang pun yang tahu kecuali Abu Yusuf. Abu Yusuf pun keluar mencari kain kafan. Alangkah kagetnya tatkala dirinya kembali menyaksikan kerumunan orang berkunjung, mengafani, sekaligus menyalati jenazah sahabatnya tersebut di tempat yang semula tak berpenghuni.

Karena begitu ramainya, Abu Yusuf sampai tak bisa masuk lokasi reruntuhan bangunan itu. Para pelayat menyebut-nyebut almarhum sebagai orang yang zuhud dan termasuk dari kekasih Allah (waliyullah).

"Subhanallah, siapa yang mengumumkan kematiannya hingga orang-orang berbondong-bondong bertakziah, menyalati, dan menangisi kepergiannya?" tanya Abu Yusuf.

Setelah melalui perjuangan keras, Abu Yusuf akhirnya berhasil menghampiri jenazah sahabatnya tersebut dan terperanjat saat melihat kain kafan yang tak biasa. Pada kain itu tercantum tulisan berwarna hijau:

هذا جزاء من آثر رضا الله على رضا نفسه وأحب لقاءنا فأحببنا لقاءه

"Inilah balasan orang yang mengutamakan ridha Allah ketimbang ridha dirinya sendiri. Orang yang rindu menemui-Ku dan karenanya Aku pun rindu menemuinya."

Selepas melaksanakan salat jenazah dan mengebumikannya, rasa kantuk berat menghampiri Abu Yusuf hingga akhirnya tertidur. Di dunia mimpi inilah Abu Yusuf menyaksikan sahabatnya yang ahli puasa tersebut menunggang kuda hijau serta berpakaian hijau dengan sebuah bendera di tangannya.

Di belakangnya, ada seorang pemuda tampan berbau harum. Di belakang pemuda ini, ada dua orang tua diikuti di belakangnya lagi satu orang tua dan satu pemuda.

"Siapa mereka?" tanya Abu Yusuf. ( )

"Pemuda tampan itu adalah Nabi kita Muhammad صلى الله عليه وسلم . Dua orang tua itu adalah Sayyidina Abu Bakar dan Umar radhiyallahu 'anhuma. Sementara orang tua dan pemuda itu adalah Sayyidina Utsman dan Ali," jawab sahabat Yusuf itu.

"Dan akulah pemegang bendera di depan mereka," kata sahabatnya dalam mimpi itu.

"Hendak ke manakah mereka?" tanya Abu Yusuf.

"Mereka ingin menziarahiku."

Abu Yusuf pun kagum, "Bagaimana kau bisa mendapatkan kemuliaan semacam ini?"

"Sebab aku memprioritaskan ridha Allah Ta'ala dibanding ridha diriku sendiri dan aku berpuasa pada 10 hari Dzulhijjah," jawab sahabatnya.

Abu Yusuf pun terbangun dari tidurnya. Lalu sejak itu Beliau tak pernah meninggalkan amalan puasa itu hingga akhir hayat. Anjuran memperbanyak amal saleh pada 10 hari pertama Dzulhijjah termaktub dalam beberapa hadis.

Misalnya Hadis riwayat Ibnu 'Abbas yang ada di dalam Sunan At-Tirmidzi yang mengatakan, "Tiada ada hari lain yang dicintai Allah untuk beribadah seperti sepuluh hari ini ( Dzulhijjah )."

Meskipun disebutkan kata "sepuluh hari", puasa jika dimulai 1 Dzulhijjah cukup dijalankan sembilan hari karena tanggal 10 Dzulhijjah (juga hari tasyriq: 11, 12, 13 Dzulhijjah) adalah hari terlarang untuk berpuasa.

Semoga kisah ini menjadi hikmah dan pelajaran buat kita untuk bersemangat lagi menjalankan ibadah puasa sunnah. ( )

Sumber:
Kitab An-Nawadir karya Syaikh Syihabuddin Ahmad ibn Salamah al-Qalyubi
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1962 seconds (0.1#10.140)