Thiyarah: Berpikir Sial yang Sangat Berbahaya

Selasa, 12 Mei 2020 - 04:14 WIB
loading...
A A A
Sebaliknya, manakala tertimpa kejelekan berupa kekeringan, bencana dan musibah, mereka bertathayyur kepada Musa Alaihissallam dan orang-orang yang besertanya, yakni melemparkan penyebabnya kepada Musa dan orang-orangnya.

Mereka mengatakan: ‘Sejak kedatangan Musa, kita kehilangan kemakmuran, kesuburan dan tertimpa krisis.’” Ibnu Jarir ath-Thabari berkata: “Allah Azza wa Jalla menyebutkan bahwa keberuntungan, kemakmuran, dan keburukan serta bencana kaum Fir’aun dan yang lainnya tidak lain adalah ketetapan yang baik dan yang buruk semuanya dari Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui sehingga mereka menuduh Musa AS dan pengikutnya sebagai penyebabnya.”

( )

Thiyarah termasuk syirik yang menafikkan kesempurnaan tauhid , karena ia berasal dari apa yang disampaikan setan berupa godaan dan bisikannya.

اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ، اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ، اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ، وَمَا مِنَّا إِلاَّ، وَلَكِنَّ اللهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ.

“Thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik dan setiap orang pasti (pernah terlintas dalam hatinya sesuatu dari hal ini). Hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal kepada-Nya.”

Hadis tersebut diriwayatkan Al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad (no. 909), Abu Dawud (no. 3910), at-Tirmidzi (no. 1614), Ibnu Majah (no. 3538), Ahmad (I/389, 438, 440), Ibnu Hibban (Mawaariduzh Zham’aan no. 1427), at-Ta’liiqatul Hisaan ‘alaa Shahiih Ibni Hibban (no. 6089) dan al-Hakim (I/17-18). Lafazh ini milik Abu Dawud, dari Sahabat Ibnu Mas’ud. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 429). [8]. HR. Muslim (no. 537).

Dalam Shahiih Muslim disebutkan, dari Mu’awiyah bin al-Hakam as-Sulami Radhiyallahu anhu, bahwasanya ia berkata kepada Rasulullah SAW: “Di antara kami ada orang-orang yang bertathayyur.”

Lalu beliau SAWbersabda: “Itu adalah sesuatu yang akan kalian temui dalam diri kalian, akan tetapi janganlah engkau jadikan ia sebagai penghalang bagimu.’” HR. Muslim (no. 537).

Dengan ini beliau mengabarkan bahwa rasa sial dan nasib malang yang ditimbulkan dari sikap tathayyur ini hanya pada diri dan keyakinannya, bukan pada sesuatu yang ditathayyurkan. Maka prasangka, rasa takut dan kemusyrikannya itulah yang membuatnya bertathayyur dan menghalangi dirinya untuk berbuat sesuatu yang bermanfaat, bukan apa yang dilihat dan didengarnya.

Rasulullah SAW kemudian menerangkan permasalahan tersebut kepada umatnya tentang kesesatan tathayyur supaya mereka mengetahui bahwa Allah SWT tidak memberikan kepada mereka suatu alamat atau tanda atas kesialan, atau menjadikannya sebab bagi apa yang mereka takutkan dan khawatirkan.

Supaya hati mereka menjadi tenang dan jiwa mereka menjadi damai di hadapan Allah Yang Mahasuci.

Telah diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhuma, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَةٍ فَقَدْ أَشْرَكَ، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا كَفَّارَةُ ذَلِكَ؟ قَالَ: أَنْ يَقُوْلَ أَحَدُهُمْ :اَللَّهُمَّ لاَ خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُكَ وَلاَ طَيْرَ إِلاَّ طَيْرُكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ.

‘Barangsiapa mengurungkan niatnya karena thiyarah, maka ia telah berbuat syirik.” Para Sahabat bertanya: “Lalu apakah tebusannya?” Beliau SAW menjawab: “Hendaklah ia mengucapkan: ‘Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan dari Engkau, tiadalah burung itu (yang dijadikan objek tathayyur) melainkan makhluk-Mu dan tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Engkau.’” (HR Ahmad (II/220), dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Muhammad Syakir da-lam Tahqiiq Musnad Imam Ahmad (no. 7045). Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 1065).

Seorang mukmin seharusnya memiliki integritas pribadi yang baik, yakni jujur dan dapat dipercaya, bertanggung jawab serta setia pada nilai-nilai moral yang ada.

Allah SWT melengkapi manusia dengan segala potensinya masing-masing. Sekaligus adanya suatu tantangan untuk mencapai kesuksesannya. Kemampuan akal sebagai alat berfikir untuk memilih dan memilah, selanjutnya dapat memutuskan terhadap langkah berikutnya yang harus dilakukan.

Seperti orang yang sedang bermain catur, konsentrasi dan waspada terhadap berbagai keadaan, juga memiliki strategi untuk dapat tetap survive dalam menjalani kehidupan.

Dengan potensi masing-masing tersebut, diharapkan tidak ada manusia yang terpuruk dan tidak bisa bangkit lagi. Al-Islam mengajarkan untuk kita selalu berusaha (ikhtiar) dengan mengerahkan segala potensi tersebut.

Kesabaran untuk mengikuti tahapan-tahapan menuju keberhasilan harus selalu diupayakan, kadang jalan ini sangat licin untuk dilalui, jika tidak berhati-hati bisa jadi terpeleset dan bahkan terpelanting.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3019 seconds (0.1#10.140)