Nasehat Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani untuk Berpantang dari yang Haram

Minggu, 29 November 2020 - 05:00 WIB
loading...
Nasehat Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani untuk Berpantang dari yang Haram
Syaikh Muhammad Al-Ghazali/Foto/Ilustrasi/Ist
A A A
BERPANTANG dari segala yang haram adalah wajib. Kalau tidak, maka tali kehancuran akan menjerat. "Kau takkan lepas darinya, kecuali dengan kasih-sayang-Nya," tutur Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani dalam kitabnya yang berjudul Futuh Al-Ghaib . ( )

Nabi Suci SAW bersabda bahwa asas agama adalah keberpantangan dari segala yang haram, sedang kebinasaannya adalah kerakusan. Umar ibn Khaththab pernah berkata: “Kami biasa berpantang dari sembilan per sepuluh dari hal-hal yang halal, sebab kami khawatir kalau-kalau kami jatuh ke dalam hal-hal yang haram.”

Abu Bakar juga pernah berkata: “Kami biasa menghindari tujuh puluh pintu dari hal-hal yang halal, karena kami khawatir akan keterlibatan dalam dosa.” ( )

Menurut Syaikh Abdul Qadir, pribadi-pribadi ini berlaku demikian hanya untuk menjauh dari segala yang haram. Mereka bertindak berdasarkan sabda Nabi SAW: “Ingatlah! Sesungguhnya setiap raja memiliki sebuah padang rumput yang terjaga. Sedang padang rumput Allah ialah hal-hal yang dilarang-Nya.”

Maka, orang yang berbeda di sekitar padang itu, bisa memasukinya. Namun, orang yang memasuki benteng raja, melewati gerbang pertama, kedua dan ketiga, hingga sampai di singgasana, adalah lebih baik ketimbang orang yang berada di pintu pertama. ( )

Maka, bila pintu ketiga tertutup baginya, hal itu takkan merugikannya, sebab ia tetap berada di balik dua pintu istana, dan ia memiliki milikan raja, dan tentaranya dekat dengannya. Tapi, bagi orang yang berada di pintu pertama, jika pintu ini tertutup baginya, maka ia tetap sendirian di padang terbuka, bisa-bisa diterkam serigala dan musuh, bisa-bisa ia binasa. Begitu pula, orang yang menunaikan perintah-perintah Allah akan dijauhkan darinya pertolongan daya dan keleluasaan, dan ia akan terbebas dari kedua hal ini. ( )

Dan ia tetap berada di dalam hukum. Bila kematian merenggutnya, maka ia berada dalam kepatuhan dan pengabdian. Dan amal bajiknya akan menjadi saksi baginya. Orang yang diberi kemudahan, sedang ia tak menunaikan kewajiban-kewajibannya, jika kemudahan itu dicabut darinya dan ia terputus dari pertolongan-Nya, maka hawa nafsu akan menguasainya, dan ia akan tenggelam dalam hal-hal yang haram, keluar dari hukum, bersama dengan para setan, yang adalah musuh-musuh Allah, dan akan menyimpang dari jalan kebenaran. Maka, jika kematian merenggutnya, sedang ia belum bertobat, maka ia akan binasa, jika Allah tak mengasihinya. "Jadi, bahaya terletak pada keterlengahan, sedang keselamatan terletak pada pemenuhan kewajiban," demikian Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani. ( )
.
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3011 seconds (0.1#10.140)