Pertemuan Mengharukan Dua Saudara Sepersusuan
loading...
A
A
A
Syaima as-Sa'diyah adalah saudara sepersusuan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Ia merupakan anak kandung Halimah as-Sa'diyah yang tiada lain adalah ibu susu atau ibu asuh Nabi Muhammad saat masih kecil. Rasulullah kecil sempat tinggal beberapa tahun bersama keluarga Halimah Bersama ibunya, Syaima’ juga ikut merawat dan mengasuh Rasulullah saat kecil.
Ketika Rasulullah berusia 5 tahun, beliau memutuskan untuk meninggalkan rumah Halimah dan hidup bersama ibu kandungnya, Aminah. Berhentinya Halimah menjadi ibu susu Rasulullah membuat Syaima’ pun tak lagi berjumpa dengan beliau.
(Baca juga : Perawatan Islami agar Tetap Terlihat Awet Muda )
Setelah puluhan tahun berlalu, Rasulullah akhirnya dipertemukan kembali dengan Syaima dalam sebuah peristiwa . Kisah pertemuan saudara sepersusuan ini dijelaskan dalam e-book karya Gema Insani dengan judul “Perempuan-perempuan Mulia di Sekitar Rasulullah SAW”. Dikisahkan saat itu, pada tahun ke-8 Hijriah tepatnya sebulan setelah terjadinya Fathu Makkah, pasukan muslimim berhadapan dengan kaum Hawazin dalam pertempuran Hunain.
Pada pertempuran itu kaum muslimin yang dipimpin oleh Rasulullah hampir mengalami kekalahan lantaran banyaknya pasukan yang melarikan diri karena dahsyatnya serangan maut dari kaum Hawazin dan Tsaqif.
(Baca juga : Istri yang Tak Menikah Lagi untuk Merawat Anak, Mendapat Keutamaan di Akhirat )
Akan tetapi teriakkan ‘Abbas yang mengema hingga ke dinding lembah terdengar oleh kaum muslimin yang sedang terpojok karena gemuruh musuh. Mereka kemudian teringat pada Rasulullah tentang jihad mereka, hingga akhirnya mereka menyadari bahwa kekalahan pertempuran ini akan membawa akibat kehancuran bagi kaum muslim. Akhirnya mereka kembali bergabung dalam pasukan, dan atas pertolongan Allah, perlahan demi perlahan pasukan Rasalullah mampu merangsek ke tengah medan.
Peperangan terasa semakin memanas, hingga membuat kaum Hawazin dan Tsaqif merasa yakin bahwa mereka berada di tengah-tengah kebinasaan. Maka, tanpa membuang waktu, kaum Hawazin dan Tsaqif melarikan diri dalam keadaan kalah dengan meninggalkan harta benda yang kemudian menjadi harta rampasan perang (ghanimah) kaum muslimin. Selain itu, para perempuan kaum Hawazin pun menjadi tawanan pasukan muslimin. Salah satu perempuan yang jatuh sebagai tawanan pasukan muslimin, yakni Syaima.
(Baca juga : Jadikan Sifat Tawadhu sebagai Modal Kebahagiaan )
Nasib tak beruntung menimpa para perempuan yang menjadi tawanan, mereka diperlakukan dengan keras dan kasar oleh para pasukan muslimin. Tak terkecuali Syaima’, saudara sepersusuan Rasulullah pun ikut merasakan hal yang sama ketika diarak menuju ke hadapan Rasulullah. Merasa diperlakukan dengan tidak manusiawi, Syaima’ kemudian memprotes dan mengatakan bahwa dirinya adalah saudara sepersusuan Nabi Muhammad.
“Aku ini saudara perempuan teman kalian (Rasulullah),” ucap Syaima’.
Para pasukan yang mendengar pernyataan Syaima’ pun tak lantas percaya mendengar hal itu. Mereka menganggap bahwa apa yang dikatakan oleh Syaima’ adalah siasat agar perempuan itu dapat diperlakukan dengan baik.
(Baca juga : Pemerintah Tak Larang Perusahaan yang Perpanjang Liburan )
Setibanya di hadapan Rasulullah, Syaima' kembali mengaku bahwa dirinya merupakan saudara sepersusuannya. Nabi Muhammad pun tak langsung mempercayai apa yang dikatakan oleh Syaima’ dan meminta bukti dari perkataan Syaima’ itu. Hal ini terjadi lantaran sudah lebih dari 50 tahun Rasulullah tidak bertemu dengan saudarinya, hingga ia tak mengenalinya.
Syaima’ pun mulai meyakinkan Rasulullah dengan mencoba menggugah ingatan Nabi Muhammad dengan kenangan masa kecil mereka. “Ingatkah kau, Nabi Allah, ketika aku memukul pangkal pahamu, kita bermain di dekat tenda, tenda keluarga kita Bani Sa’ad. Ketika kau naik ke punggungku dan menggigitku dengan gigitan kasih sayang?” ungkap Syaima’.
(Baca juga : Semeru Erupsi, Khofifah Instruksikan Percepat Pengiriman Bantuan Warga Terdampak )
Mendengar hal itu, seketika ingatan Rasulullah dibawa kembali pada masa kecilnya ketika ia hidup bersama keluarga Halimah. Rasulullah memang selalu mengingat segala perlakuan baik dan kenangan indah bersama Halimah dan keluarganya, termasuk dengan Syaima’. Karena saat kacil Syaima’ juga turut mengasuh Rasulullah, maka tak heran jika Rasulullah memiliki kenangan masa kecil bersamanya.
Banyak hal yang pernah dilakukan oleh Syaima’ ketika mengasuh Rasulullah. Bahkan Syaimah pernah melantunkan sebuah syair:
“Duhai, Rabb kami tetapkanlah Muhammad bersama kami hingga kulihat dia sebagai pemuda yang tumbuh dewasa lalu kulihat dia menjadi pemimpin yang begitu mulia. Kalahkanlah musuh-musuh dan orang yang dengki kepadanya serta limpahkan kemuliaan yang kekal selamanya.”
(Baca juga : Dipangkas Tiga Hari, Pemerintah Tegaskan Tak Akan Ada Pengganti Hari Libur )
Ketika mengasuh Rasulullah, Syaima’ bahkan sering mengendongnya. Hingga suatu hari, Muhammad kecil menggigit punggung Syaima’ hingga meninggalkan bekas.
Melihat bekas gigitan yang ada di punggung Syaima’ serta datangnya kepingan kenangan masa kecil bersama Syaima’ dalam ingatannya, membuat keraguan yang tadi menghinggapi hati Rasulullah perlahan-lahan menghilang. Hingga akhirnya beliau percaya bahwa sosok tawanan di yang berada di hadapannya itu adalah saudara sepersusuannya, dari Halimah.
Rasa haru sekaligus bahagia menghinggapi hati Rasulullah setelah menyadari fakta tersebut. Puluhan tahun telah berpisah akhirnya beliau kembali dipertemukan dengan saudariny, namun dalam keadaan yang tidak mengenakkan. Merasa sebelumnya telah menyakiti hati Syaima’ karena melupakan wajahnya, seketika itu juga Rasulullah menyambut dan memperlakukan Syaima’ dengan penuh hormat. Beliau bahkan langsung membentangkan sorban yang dipakainya dan mempersilahkan Syaima’ duduk di atasnya.
(Baca juga : Jaga Kediaman Habib Rizieq di Petamburan, Jawara: Tank Kite Adepin )
Dengan suara bergetar karena diliputi rasa haru, Rasulullah berkata kepadanya,
“Kalau kamu ingin pulang ke kaummu, aku akan mengantarmu. Atau dengan penuh hormat, silahkan kamu menetap di sini,” ucap Rasulullah.
Syaima’ pun menjawab pertanyaan Rasulullah, “Tidak, saya ingin pulang ke kaumku.”
Rasulullah tak menuntut banyak, ia pun menyetujui keputusan Syaima’ untuk kembali kepada kaumnya, namun sebelum itu, Syaima’ memutuskan untuk masuk ke dalam agama Islam.
(Baca juga : Polri Ungkap Penyalahgunaan Kotak Amal di Minimarket untuk Kelompok Teroris )
Sebelum melepas saudarinya pulang, Rasulullah memberikan hadiah seekor unta dan empat orang budak untuk melayani Syaima’.
Wallahu A'lam
Ketika Rasulullah berusia 5 tahun, beliau memutuskan untuk meninggalkan rumah Halimah dan hidup bersama ibu kandungnya, Aminah. Berhentinya Halimah menjadi ibu susu Rasulullah membuat Syaima’ pun tak lagi berjumpa dengan beliau.
(Baca juga : Perawatan Islami agar Tetap Terlihat Awet Muda )
Setelah puluhan tahun berlalu, Rasulullah akhirnya dipertemukan kembali dengan Syaima dalam sebuah peristiwa . Kisah pertemuan saudara sepersusuan ini dijelaskan dalam e-book karya Gema Insani dengan judul “Perempuan-perempuan Mulia di Sekitar Rasulullah SAW”. Dikisahkan saat itu, pada tahun ke-8 Hijriah tepatnya sebulan setelah terjadinya Fathu Makkah, pasukan muslimim berhadapan dengan kaum Hawazin dalam pertempuran Hunain.
Pada pertempuran itu kaum muslimin yang dipimpin oleh Rasulullah hampir mengalami kekalahan lantaran banyaknya pasukan yang melarikan diri karena dahsyatnya serangan maut dari kaum Hawazin dan Tsaqif.
(Baca juga : Istri yang Tak Menikah Lagi untuk Merawat Anak, Mendapat Keutamaan di Akhirat )
Akan tetapi teriakkan ‘Abbas yang mengema hingga ke dinding lembah terdengar oleh kaum muslimin yang sedang terpojok karena gemuruh musuh. Mereka kemudian teringat pada Rasulullah tentang jihad mereka, hingga akhirnya mereka menyadari bahwa kekalahan pertempuran ini akan membawa akibat kehancuran bagi kaum muslim. Akhirnya mereka kembali bergabung dalam pasukan, dan atas pertolongan Allah, perlahan demi perlahan pasukan Rasalullah mampu merangsek ke tengah medan.
Peperangan terasa semakin memanas, hingga membuat kaum Hawazin dan Tsaqif merasa yakin bahwa mereka berada di tengah-tengah kebinasaan. Maka, tanpa membuang waktu, kaum Hawazin dan Tsaqif melarikan diri dalam keadaan kalah dengan meninggalkan harta benda yang kemudian menjadi harta rampasan perang (ghanimah) kaum muslimin. Selain itu, para perempuan kaum Hawazin pun menjadi tawanan pasukan muslimin. Salah satu perempuan yang jatuh sebagai tawanan pasukan muslimin, yakni Syaima.
(Baca juga : Jadikan Sifat Tawadhu sebagai Modal Kebahagiaan )
Nasib tak beruntung menimpa para perempuan yang menjadi tawanan, mereka diperlakukan dengan keras dan kasar oleh para pasukan muslimin. Tak terkecuali Syaima’, saudara sepersusuan Rasulullah pun ikut merasakan hal yang sama ketika diarak menuju ke hadapan Rasulullah. Merasa diperlakukan dengan tidak manusiawi, Syaima’ kemudian memprotes dan mengatakan bahwa dirinya adalah saudara sepersusuan Nabi Muhammad.
“Aku ini saudara perempuan teman kalian (Rasulullah),” ucap Syaima’.
Para pasukan yang mendengar pernyataan Syaima’ pun tak lantas percaya mendengar hal itu. Mereka menganggap bahwa apa yang dikatakan oleh Syaima’ adalah siasat agar perempuan itu dapat diperlakukan dengan baik.
(Baca juga : Pemerintah Tak Larang Perusahaan yang Perpanjang Liburan )
Setibanya di hadapan Rasulullah, Syaima' kembali mengaku bahwa dirinya merupakan saudara sepersusuannya. Nabi Muhammad pun tak langsung mempercayai apa yang dikatakan oleh Syaima’ dan meminta bukti dari perkataan Syaima’ itu. Hal ini terjadi lantaran sudah lebih dari 50 tahun Rasulullah tidak bertemu dengan saudarinya, hingga ia tak mengenalinya.
Syaima’ pun mulai meyakinkan Rasulullah dengan mencoba menggugah ingatan Nabi Muhammad dengan kenangan masa kecil mereka. “Ingatkah kau, Nabi Allah, ketika aku memukul pangkal pahamu, kita bermain di dekat tenda, tenda keluarga kita Bani Sa’ad. Ketika kau naik ke punggungku dan menggigitku dengan gigitan kasih sayang?” ungkap Syaima’.
(Baca juga : Semeru Erupsi, Khofifah Instruksikan Percepat Pengiriman Bantuan Warga Terdampak )
Mendengar hal itu, seketika ingatan Rasulullah dibawa kembali pada masa kecilnya ketika ia hidup bersama keluarga Halimah. Rasulullah memang selalu mengingat segala perlakuan baik dan kenangan indah bersama Halimah dan keluarganya, termasuk dengan Syaima’. Karena saat kacil Syaima’ juga turut mengasuh Rasulullah, maka tak heran jika Rasulullah memiliki kenangan masa kecil bersamanya.
Banyak hal yang pernah dilakukan oleh Syaima’ ketika mengasuh Rasulullah. Bahkan Syaimah pernah melantunkan sebuah syair:
“Duhai, Rabb kami tetapkanlah Muhammad bersama kami hingga kulihat dia sebagai pemuda yang tumbuh dewasa lalu kulihat dia menjadi pemimpin yang begitu mulia. Kalahkanlah musuh-musuh dan orang yang dengki kepadanya serta limpahkan kemuliaan yang kekal selamanya.”
(Baca juga : Dipangkas Tiga Hari, Pemerintah Tegaskan Tak Akan Ada Pengganti Hari Libur )
Ketika mengasuh Rasulullah, Syaima’ bahkan sering mengendongnya. Hingga suatu hari, Muhammad kecil menggigit punggung Syaima’ hingga meninggalkan bekas.
Melihat bekas gigitan yang ada di punggung Syaima’ serta datangnya kepingan kenangan masa kecil bersama Syaima’ dalam ingatannya, membuat keraguan yang tadi menghinggapi hati Rasulullah perlahan-lahan menghilang. Hingga akhirnya beliau percaya bahwa sosok tawanan di yang berada di hadapannya itu adalah saudara sepersusuannya, dari Halimah.
Rasa haru sekaligus bahagia menghinggapi hati Rasulullah setelah menyadari fakta tersebut. Puluhan tahun telah berpisah akhirnya beliau kembali dipertemukan dengan saudariny, namun dalam keadaan yang tidak mengenakkan. Merasa sebelumnya telah menyakiti hati Syaima’ karena melupakan wajahnya, seketika itu juga Rasulullah menyambut dan memperlakukan Syaima’ dengan penuh hormat. Beliau bahkan langsung membentangkan sorban yang dipakainya dan mempersilahkan Syaima’ duduk di atasnya.
(Baca juga : Jaga Kediaman Habib Rizieq di Petamburan, Jawara: Tank Kite Adepin )
Dengan suara bergetar karena diliputi rasa haru, Rasulullah berkata kepadanya,
“Kalau kamu ingin pulang ke kaummu, aku akan mengantarmu. Atau dengan penuh hormat, silahkan kamu menetap di sini,” ucap Rasulullah.
Syaima’ pun menjawab pertanyaan Rasulullah, “Tidak, saya ingin pulang ke kaumku.”
Rasulullah tak menuntut banyak, ia pun menyetujui keputusan Syaima’ untuk kembali kepada kaumnya, namun sebelum itu, Syaima’ memutuskan untuk masuk ke dalam agama Islam.
(Baca juga : Polri Ungkap Penyalahgunaan Kotak Amal di Minimarket untuk Kelompok Teroris )
Sebelum melepas saudarinya pulang, Rasulullah memberikan hadiah seekor unta dan empat orang budak untuk melayani Syaima’.
Wallahu A'lam
(wid)