Kisah Berkesan Bersama Habib Thahir Al-Kaff Dipertemukan Wali Mastur (1)

Jum'at, 04 Desember 2020 - 21:33 WIB
loading...
Kisah Berkesan Bersama Habib Thahir Al-Kaff Dipertemukan Wali Mastur (1)
Ustaz Miftah el-Banjary menemani Al-Habib Thahir bin Abdullah Al-Kaff Tegal, Jawa Tengah (kiri) makan siang di salah satu restoran di Kairo Mesir Tahun 2013 silam. Foto/Ist
A A A
Ustaz Miftah el-Banjary
Pakar Ilmu Linguistik Arab dan Tafsir Al-Qur'an
Pensyarah Kitab Dalail Khairat

Masih bergerimis hati ini, ketika tadi malam saya mendapat kabar wafatnya Adda'illallah ulama yang lurus dan tegas dalam berdakwah menyampaikan wasiat Rasulullah صلى الله عليه وسلم, Al-Habib Thahir bin Abdullah Al-Kaff Tegal, Jawa Tengah.

Terakhir saya berkomunikasi via WhatsApp dengan beliau di tahun 2019, pada acara Haul Abah Guru Sekumpul yang beliau selalu hadir membacakan doa pada haul yang dihadiri jutaan orang jamaah di sana. Namun, disebabkan waktu, saya belum sempat berjumpa lagi.

( )

Awal perkenalan saya dengan Al-Habib Thahir Al-Kaff yang juga dikenal digelari sebagai "Singa Podium" itu terjadi di kisaran tahun 2013. Ketika itu, sepulang dari Mesir, saya sempat mengajar di salah satu kampus di Samarinda. Saya dihubungi oleh bos sebuah perusahaan travel besar di Banjarmasin untuk menjadi Tour Leader serombongan jama'ah Umrah yang ingin berziarah ke Mesir dan Turki.

Saya dipercaya bersama rekan kerja saya Pak Asep; karyawan senior dari maskapai Egypt Airlines perwakilan Indonesia mengawal perjalanan group tersebut. Jadilah, selama perjalanan kami menemani Al-Habib Thahir yang ikut serta dalam jamaah umrah asal Banjarmasin itu.

Saya masih ingat ketika itu nuansa politik Mesir masih panas dan bergejolak. Kondisi stabilitas keamanan belum terlalu kondusif pasca terjadinya revolusi Mesir di tahun 2011 atas penggulingan rezim Husni Mobarak.

Dimana-mana terjadi demonstrasi besar-besaran sebagai ekspresi ketidakpuasaan rakyat terhadap pemerintahan baru Presiden Muhammad Morsi yang dianggap gagal melanjutkan cita-cita revolusi Mesir dengan membawa keadaan Mesir semakin terpuruk, baik secara ekonomi, stabilitas politik dalam dan luar negeri.

Di pihak lain, dukungan terhadap pemerintahan Mursi yang notabene didukung oleh basis Ikhawanul Muslimin juga tak tinggal diam. Mereka turut ambil bagian dalam aksi turut mendukung dan mempertahankan kedudukan Morsi sebagai presiden yang sah dengan aksi massa tandingan di basis-basis mereka.

Massa pendukung Mursi pun berkumpul ribuan orang di titik basis mereka, salah satu pusat terbesarnya di kawasan Rabiatul Adawiyyah, Nasr City. Mereka mendirikan panggung orasi setiap malamnya menyatakan dukungan sekaligus perlawanan terhadap pendukung yang menginginkan Morsi diturunkan.

Dalam kondisi genting itulah, kami tiba di Kairo tepat di musim dingin di pertengahan tahun 2013. Kami sudah booking menginap di Hotel Zosser di kawasan Giza yang jaraknya cukup lumayan jauh dengan pusat-pusat konflik.

Sebenarnya, kondisi kami aman-aman saja. Tidak akan ada gangguan yang berarti dalam wisata religi kami nantinya, selama kami tidak mendekati pusat-pusat keramaian berkumpulnya massa.

Tujuan kami yang pastinya, berziarah ke Makam Imam Bushiri dan Abu Abbas al-Mursi di Alexandria di luar Kota Kairo dengan mengambil jalur alternatif agar bisa mampir berziarah dulu ke Makam Quthub Mesir, Al-Imam Ahmad Al-Badawi.

( )

Kami tiba pagi menjelang siang. Dari Bandara Kairo, kami langsung menuju restoran untuk makan siang. Baru berselang beberapa jam tiba di Kairo, saat makan siang di salah satu restoran, saya mengambil posisi duduk satu meja makan dengan Habib Thahir Al-Kaff.

Usai makan, Habib Thahir menelepon seorang teman beliau di Mesir untuk memberitahukan bahwa beliau telah tiba di Kairo dengan selamat dan ingin membuat janji untuk bersilaturahim. Tentu, percakapan di telepon itu dengan menggunakan bahasa Arab.

Sejurus kemudian Habib Thohir bertanya pada saya: "Ente tahu yang namanya kawasan Rab'atul Adawiyyah di Nasr City?"

Kebetulan kawasan yang ditanyakan oleh Habib pada saya, kawasan yang sangat familiar dan saya kenal sekali daerah itu. Hampir semua WNI yang pernah tinggal di Mesir tahu kawasan itu. Bahkan, kawasan itu merupakan pusat aktivitas kami mahasiswa di Mesir. Selama hampir 7 tahun di Mesir, saya sering melewati jalan itu, bahkan sering bolak-balik beraktivitas di Wisma Nusantara yang berada di kawasan itu.

Ya saya katakan, "Ya, Bib saya tahu betul kawasan itu!"

"Malam ini, antarkan Habib ke sana! Habib mau jumpa teman habib di sana!" pinta Habib Thahir.

Saya teringat bahwa saat itu, kawasan Rab'ah merupakan basis titik massa berorasi dari pendukung Ikwanul Muslimin. Itu kawasan berbahaya yang harus dihindari. Akhirnya, saya sampaikan saran kurang lebih seperti ini:

"Bib, di sana titik rawan. Di sana ada demo besar-besaran malam ini!" ujar saya menjelaskan.

"Pokoknya antarkan habib jumpa teman habib. Ini silakan bicara sama teman habib!" ujar Habib Thahir memberikan handphonenya.

"Hallo Assalamualaikum.." suara lirih dari seorang yang sepuh terdengar dari speaker handphone.

"Wa 'alaikumussalam ya sidi. Min ma'aya?!" jawab saya. Saya berbicara dengan siapa?" Tanya saya kepada si penelpon.

Meskipun tidak terlalu jelas siapa dan nama yang berbicara, saya bisa menangkap peta alamat yang dimaksudkan oleh si penelpon itu. Selanjutnya terjadilah obrolan singkat dalam bahasa Arab.

Si penelpon itu menjelaskan singkat alamat dan peta rumah beliau. Saya bisa menangkap di mana alamat itu, sebab patokannya sudah disebutkan dengan jelas.

"Syarie Thayran. Fi emarah gamba gamie Rab'ah bizhabt!" Fi baqalah kidza.

Saya tahu persis posisinya. Tidak susah-susah mencari titik apartemen itu, sebab posisi apartemennya bersebelahan tepat masjid Rab'ah. Saya paham. Telepon ditutup. Kami sudah sepakat berangkat ba'da Maghrib.

Makan siang selesai. Kami bersiap menuju Hotel Bintang 5; Zooser Hotel di kawasan parawisata dunia Giza yang masih berdekatan dengan lokasi Piramida Mesir itu.

( )

(Bersambung)!
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3527 seconds (0.1#10.140)