Menikahlah, Katakan Tidak untuk Pacaran
loading...
A
A
A
Menjalin hubungan asmara atau berpacaran yang dilakukan dua insan berlainan jenis sudah menjadi hal yang lumrah di kalangan masyarakat muslim. Yang memilukan, kebanyakan muslim dan muslimah yang berpacaran, banyak melanggar syariat yang dilarang Allah dan Rasul-Nya. Mereka saling bersentuhan dan kadang mereka nampak asyik mengumbar yang katanya disebut sebagai sesuatu yang mesra itu.
(Baca juga : Berperangai Buruk kepada Suami, Dosa Besar yang Sering Diremehkan )
Tidak segan oleh mereka berdua-duaan baik di tempat umum bahkan di tempat yang jauh dari keramaian . Padahal, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak boleh antara laki-laki dan wanita berduaan kecuali disertai oleh muhrimnya, dan seorang wanita tidak boleh bepergian kecuali ditemani oleh muhrimnya.” (HR. Muslim)
Kesepakatan para ulama salaf maupun khalaf, tidak pernah dibenarkan adanya hubungan pacaran yang menjurus pada pelanggaran syariat di dalam Islam. Justru sebaliknya, Islam melarang adanya pacaran di antara mereka yang bukan muhrim karena dapat menimbulkan berbagai fitnah dan dosa.
(Baca juga : Menanamkan Jiwa Kreatif Anak Sesuai Syariat )
Jadi, pelarangan berpacaran di sini adalah untuk mencegah adanya dosa yang ditimbulkan. Pacaran lebih baik dihindari karena bisa menimbulkan saling ber-khalwat (berduaan). Dan, khalwat itu mendekati zina. Hal ini merupakan bahaya pasti yang disebabkan oleh pacaran.
Padahal, laki-laki diharuskan menjaga pandangannya dari perempuan, dan perempuan pun harus sadar diri akan keberadaannya di hadapan laki-laki yang bukan mahramnya. Hadis dari Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, mengatakan:
“Rasulullah SAW berkata kepada Ali: Hai Ali, janganlah ikuti pandangan pertama dengan pandangan kedua. Karena pandangan pertama untukmu (dimaafkan) dan pandangan kedua tidak untukmu (tidak dimaafkan).” (HR. Abu Dawud).
(Baca juga : Penjelasan Al-Qur'an dan Doa Nabi Tentang Angin Kencang )
Karena itu, Islam memberi anjuran agar muslim dan muslimah terhindar dari bahaya dosa khalwat, maka solusinya adalah menikah dengan terlebih dahulu proses ta'aruf (saling mengenal) di antara para keluarga.
Dinukilkan dari Ibnu Hazm rahimahullah dalam kitab al-Muhalla, fadhilatusy syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, memberi contoh mulia, gadis muda yang menghindari berpacaran dan jalinan asmara diikat dengan pernikahan adalah Aisyah radhiyallahu anha yang menerima pinangan Rasulullah Rasulullah shalllallahu alaihi wa sallam.
(Baca juga : Ancaman Klaster Sekolah, Skema Perlindungan Guru dan Murid Harus Disiapkan )
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan, yang kita ketahui dengan yakin, andai Aisyah radhiyallahu anha dimintai izinnya oleh sang ayah untuk dinikahkan dengan Rasulullah Rasulullah shalllallahu alaihi wa sallam, niscaya Aisyah tidak akan menolak.
Dalam kitab asy-Syarhul Mumti’ diterangkan, perempuan seperti Aisyah, andai dimintai izin pertama kali untuk dinikahkan dengan Rasulullah shalllallahu alaihi wa sallam, tidak mungkin berkata tidak. Jadi Islam, menganjurkan agar setiap insan berhati-hati ketika berhubungan dengan jalinan asmara.
(Baca juga : Bos BI Melihat Secuil Harapan Perbaikan Ekonomi di Kuartal IV/2020 )
Dalam memilih pasangan hidup, terkadang seorang perempuan tidak paham hakikat yang ada. Atau, bisa jadi dia mengerti, tetapi dikalahkan oleh perasaannya. Akibatnya, ketika telah melangkah, bisa jadi dia menuai akibat yang buruk dan kenyataan yang pahit. Sudah berpacaran lama dan hubungan sudah terlalu jauh, malah ditinggal oleh si pria.
Jadi, ketika perempaun dan pria sudah masuk usia nikah, maka yang paling afdhal adalah menikahkan ketika dirasa sudah mampu. Hindari pacaran. Dan perempuan segera minta izin walinya untuk dinikahkan.
(Baca juga : Vaksin COVID-19 Tiba, DPR Minta Pemerintah Komunikasi dengan Ormas dan Tokoh )
Rasulullah shalllallahu alaihi wa sallam bersabda :
(Baca juga : Berperangai Buruk kepada Suami, Dosa Besar yang Sering Diremehkan )
Tidak segan oleh mereka berdua-duaan baik di tempat umum bahkan di tempat yang jauh dari keramaian . Padahal, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak boleh antara laki-laki dan wanita berduaan kecuali disertai oleh muhrimnya, dan seorang wanita tidak boleh bepergian kecuali ditemani oleh muhrimnya.” (HR. Muslim)
Kesepakatan para ulama salaf maupun khalaf, tidak pernah dibenarkan adanya hubungan pacaran yang menjurus pada pelanggaran syariat di dalam Islam. Justru sebaliknya, Islam melarang adanya pacaran di antara mereka yang bukan muhrim karena dapat menimbulkan berbagai fitnah dan dosa.
(Baca juga : Menanamkan Jiwa Kreatif Anak Sesuai Syariat )
Jadi, pelarangan berpacaran di sini adalah untuk mencegah adanya dosa yang ditimbulkan. Pacaran lebih baik dihindari karena bisa menimbulkan saling ber-khalwat (berduaan). Dan, khalwat itu mendekati zina. Hal ini merupakan bahaya pasti yang disebabkan oleh pacaran.
Padahal, laki-laki diharuskan menjaga pandangannya dari perempuan, dan perempuan pun harus sadar diri akan keberadaannya di hadapan laki-laki yang bukan mahramnya. Hadis dari Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, mengatakan:
“Rasulullah SAW berkata kepada Ali: Hai Ali, janganlah ikuti pandangan pertama dengan pandangan kedua. Karena pandangan pertama untukmu (dimaafkan) dan pandangan kedua tidak untukmu (tidak dimaafkan).” (HR. Abu Dawud).
(Baca juga : Penjelasan Al-Qur'an dan Doa Nabi Tentang Angin Kencang )
Karena itu, Islam memberi anjuran agar muslim dan muslimah terhindar dari bahaya dosa khalwat, maka solusinya adalah menikah dengan terlebih dahulu proses ta'aruf (saling mengenal) di antara para keluarga.
Dinukilkan dari Ibnu Hazm rahimahullah dalam kitab al-Muhalla, fadhilatusy syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, memberi contoh mulia, gadis muda yang menghindari berpacaran dan jalinan asmara diikat dengan pernikahan adalah Aisyah radhiyallahu anha yang menerima pinangan Rasulullah Rasulullah shalllallahu alaihi wa sallam.
(Baca juga : Ancaman Klaster Sekolah, Skema Perlindungan Guru dan Murid Harus Disiapkan )
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan, yang kita ketahui dengan yakin, andai Aisyah radhiyallahu anha dimintai izinnya oleh sang ayah untuk dinikahkan dengan Rasulullah Rasulullah shalllallahu alaihi wa sallam, niscaya Aisyah tidak akan menolak.
Dalam kitab asy-Syarhul Mumti’ diterangkan, perempuan seperti Aisyah, andai dimintai izin pertama kali untuk dinikahkan dengan Rasulullah shalllallahu alaihi wa sallam, tidak mungkin berkata tidak. Jadi Islam, menganjurkan agar setiap insan berhati-hati ketika berhubungan dengan jalinan asmara.
(Baca juga : Bos BI Melihat Secuil Harapan Perbaikan Ekonomi di Kuartal IV/2020 )
Dalam memilih pasangan hidup, terkadang seorang perempuan tidak paham hakikat yang ada. Atau, bisa jadi dia mengerti, tetapi dikalahkan oleh perasaannya. Akibatnya, ketika telah melangkah, bisa jadi dia menuai akibat yang buruk dan kenyataan yang pahit. Sudah berpacaran lama dan hubungan sudah terlalu jauh, malah ditinggal oleh si pria.
Jadi, ketika perempaun dan pria sudah masuk usia nikah, maka yang paling afdhal adalah menikahkan ketika dirasa sudah mampu. Hindari pacaran. Dan perempuan segera minta izin walinya untuk dinikahkan.
(Baca juga : Vaksin COVID-19 Tiba, DPR Minta Pemerintah Komunikasi dengan Ormas dan Tokoh )
Rasulullah shalllallahu alaihi wa sallam bersabda :