Menanamkan Jiwa Kreatif Anak Sesuai Syariat

Senin, 07 Desember 2020 - 14:37 WIB
loading...
Menanamkan Jiwa Kreatif Anak Sesuai Syariat
Telah banyak bukti yang menunjukkan bahwa pendidikan anak yang leluasa namun terarah itu lebih dapat menciptakan generasi-generasi yang bisa diandalkan, kuat dan bertanggung jawab. Foto ilustrasi/ist
A A A
Generasi manusia terus berganti. Yang tua pergi, yang muda terus bermunculan . Begitu seterusnya dan sudah menjadi sunnatullah. Di tengah tantangan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi yang sangat pesat hari ini, maka generasi yang kreatif sangat dibutuhkan.

Generasi kreatif dibutuhkan sesuai dengan motivasi yang diberikan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam kepada kita semua,

خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.”

(Baca juga : Penjelasan Al-Qur'an dan Doa Nabi Tentang Angin Kencang )

Untuk itulah, menanamkan jiwa kreatif pada anak-anak muslim sudah menjadi keharusan yang dilakukan sejak dini. Kenapa perlu? Ustadz Abu Ihsan Al Atsary, MA, mengungkapkan, jiwa kreatif harus diberikan kepada generasi penerus agar mereka memiliki kebebasan terarah .

Islam menetapkan kewajiban orang tua agar menjaga dan menuntun generasi muda. Namun, menurut dai yang rutin mengisi kajian di kanal dakwah muslim ini, tidak berarti agama Islam meremehkan kemampuan pribadi (bakat) yang dimiliki oleh anak. Dalam menetapkan kewajiban itu, Islam tidak menghendaki orang tua berpikir seolah-olah mereka berhak mengatur seluruh hidup anaknya selama masih dinafkahi. Tentunya banyak orang tua memaksakan kehendaknya kepada anak. Sementara anak tidak punya minat dan kemampuan sebenarnya untuk itu. Ini sebenarnya menjadi percuma dan membebaninya suatu beban yang membuat dia mungkin tertekan.

(Baca juga : Pentingnya Sikap Kehati-hatian )

Islam menghendaki orang tua dan para pendidik menjaga dan membimbing generasi-generasi muda agar tidak kehilangan arah yang benar. Islam menggariskan supaya orang tua memberikan bimbingan dan pengarahan dan menjaga agar anak itu tetap di atas jalur yang benar, bisa meng-handle dan memegang amanah ilmu pengetahuan ketika dia sudah dewasa.

Telah banyak bukti yang menunjukkan bahwa pendidikan anak yang leluasa namun terarah itu lebih dapat menciptakan generasi-generasi yang bisa diandalkan, kuat dan bertanggung jawab. Ada sebuah nasihat sangat bijaksana yang mengatakan: “Bermainlah dengan anak sampai umur 7 tahun, kemudian berikan didikan disiplin selama 7 tahun berikutnya, dan dampingilah sebagai teman selama 7 tahun berikutnya, baru lepaskan dia.”

(Baca juga : Najiskah Jilbab Terkena Lumpur atau Tanah? )

Ini sebuah masukan ataupun kata-kata yang memberikan motivasi bagi para pendidik untuk memperlakukan anak itu dari sudut pandang anak, bukan dari sudut pandang orang tua.

Jadi sangat penting untuk memperkenankan anak itu mengikuti pembicaraan yang lebih dewasa daripada usianya. Kadang-kadang orang tua suka mematahkan dengan mengatakan: “Anak-anak jangan ikut campur,” padahal mungkin kita tidak tahu potensi yang ada pada anak, ide yang mereka miliki. Banyak orang tua suka mematahkan dan meremehkan anak-anak mereka dengan mengatakan: “Kamu jangan ikut campur urusan orang dewasa.”

(Baca juga : KPK Sedang On Fire, Jokowi Diingatkan Segera Reshuffle Kabinet )

Sesekali waktu, perkenankan anak untuk mengikuti pembicaraan, mempersilahkannya untuk menyampaikan pendapat, meskipun kadang-kadang pikiran itu aneh atau mungkin tidak masuk akal atau tidak memiliki sangkut paut dengan pokok pembicaraan. Tapi kadang-kadang anak itu juga mengikuti pembicaraan orang-orang yang mungkin lebih dewasa dari mereka.

Tentunya di sini kita ingin menggali lebih luas lagi apa yang ada pada anak ini, apa yang ada pada mereka. Jadi termasuk tindakan yang sangat tidak bijaksana adalah mengejek dan meremehkan anak. Ini sebenarnya tidak boleh dilakukan oleh orang tua, demikian juga para guru.

(Baca juga : 1,2 Juta Dosis Vaksin Covid-19 Tiba, Airlangga: Kedatangan Ini Momentum Awal Pelaksanaan Vaksinasi )

Jadi lebih baik orang tua itu menunjukkan kesalahan anak dalam cara berpikir atau berargumentasi. Kalau ada yang salah, itu diluruskan, bukan mematahkannya dan seolah-olah dia tidak layak untuk bicara, dia tidak layak untuk menyampaikan argumentasi ataupun pendapat.

Anak harus senantiasa didorong supaya menyampaikan apa yang dia anggap benar, walaupun mungkin salah. Kalau salah, maka kita luruskan. Kalau benar, maka berikan apresiasi dan dorong dia untuk lebih tajam lagi di dalam menyampaikan pendapat-pendapatnya.

(Baca juga : Epidemiolog Beri Sinyal Bahaya Corona Setelah Pilkada, Usul PSBB se-Jawa )
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1607 seconds (0.1#10.140)