Panduan Salat Malam di Bulan Ramadhan dan Bacaannya

Selasa, 12 Mei 2020 - 20:45 WIB
loading...
Panduan Salat Malam di Bulan Ramadhan dan Bacaannya
Qiyam Ramadhan merupakan ibadah yang sangat dianjurkan Rasulullah mengingat fadhillahnya yang luar biasa. Foto/Ist
A A A
Qiyamul Lail adalah salat malam yang dikerjakan setelah salat fardhu Isya hingga terbit fajar. Di bulan Ramadhan, salat malam ini disebut dengan istilah Qiyam Ramadhan di antaranya salat Tarawih, Witir, Tahajjud dan salat sunnah lainnya.

Qiyam Ramadhan merupakan ibadah yang sangat dianjurkan Rasulullah mengingat fadhillahnya yang luar biasa. Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Siapa yang salat malam di bulan Ramadhan dengan penuh iman dan mengharap ridha Allah maka akan diampuni dosanya yang telah lalu". (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Ulama Saudi Arabia, Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid menjelaskan panduan bacaan saat Qiyam Ramadhan . Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bacaannya salat malam, terkadang bacaannya pendek dan terkadang panjang. Terkadang Nabi membaca pada satu rakaat sekitar (Surat ya ayyuhal muzzammil) yaitu dua puluh ayat. Terkadang lima puluh ayat. Dan beliau berkata:

من صلى في ليلة بمائة آية لم يكتب من الغافلين (وفي حديث آخر) .. بمائتي آية فإنه يُكتب من القانتين المخلصين.

"Barangsiapa salat malam dengan membaca seratus ayat, maka tidak akan ditulis sebagai golongan orang-orang yang lalai." Dalam hadits lain; "... dengan dua ratus ayat, maka dia akan ditulis di antara (golongan) orang-orang qanitin (ta'at beribadah) yang ikhlas". (Baca Juga: Anjuran Berjamaah Saat Qiyamul Lail di Bulan Ramadhan)

Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam membaca waktu Qiyam ketika dalam kondisi sakit tujuh Surat panjang yaitu Surat Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisaa’, Al-Maidah, Al-An’am, Al-A’raf dan At-taubah.

Dalam kisah salat Hudzaifah bin Al-Yaman di belakang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau sallallahu ‘alaihi wa sallam membaca dalam satu rakaat surat Al-Baqarah kemudian An-Nisaa' kemudian Ali Imran. Dan beliau membacanya dalam kondisi tenang dan pelan.

Terdapat riwayat dengan sanad paling sahih, Umar radhiallahu'anhu memerintahkan Ubay bin Ka'ab radhiallahu'anhu (mengimami) orang-orang dalam salat dengan sebelas rakaat di bulan Ramadhan. Saat itu Ubay membaca dua ratus (ayat), sampai orang yang di belakangnya bersandar dengan tongkat karena lamanya berdiri. Mereka baru selesai salat menjelang fajar.

Juga terdapat riwayat sahih dari Umar radhiallahu’anhu bahwa beliau mengundang para qurra (pembaca Al-Qur'an), lalu meminta yang paling cepat bacaanya untuk membaca tiga puluh ayat, yang pertengahan membaca dua puluh lima ayat, dan yang lambat, dua puluh ayat. (Baca Juga: Selain Puasa, Inilah Amalan Utama di Bulan Ramadhan)

Kesimpulannya, kata Syeikh Muhammad bin Shalih kalau seseorang salat (qiyam) seorang diri, dipersilakan baginya memanjangkan bacaan sesuai keinginannya, begitu juga jika bersamanya orang sepakat. Semakin panjang bacaannya, semakin baik. Namun, jangan sampai terlalu panjang hingga seluruh malam semuanya untuk salat dan tersisa sedikit sekali. Sebagai upaya meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bersabda: "Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad".

Adapun kalau dia salat (sebagai) imam, maka dia dibolehkan memperpanjang (salat) yang tidak sampai memberatkan orang yang ada di belakangnya. Berdasarkan sabda Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إذا قام أحدكم للناس فليخفف الصلاة ، فإن فيهم الصغير والكبير وفيهم الضعيف ، والمريض ، وذا الحاجة ، وإذا قام وحده فليُطل صلاته ما شاء .

"Jika jika seseorang menjadi imam salat, maka ringankan shalatnya. Karena di sana ada anak kecil, orang tua, dan juga ada orang lemah, orang sakit dan orang yang mempunyai keperluan. Kalau dia salat sendiri, maka silakan panjangkan salatnya sesukanya."

Waktu Qiyamul Lail
Waktu qiyamul-lail dimulai setelah salat Isya hingga fajar. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِنَّ اللهَ زَادَكُمْ صَلاَةً ، وَهِيَ الْوِتْرُ ، فَصَلُّوْهَا بَيْنَ صَلاَةِ الْعِشَاءِ إِلَى صَلاَةِ الْفَجْرِ

"Sesungguhnya Allah memberikan kalian bekal berupa shalat. Yaitu (salat) Witir, maka salatlah antara Isya hingga shalat fajar." (Baca Juga: Rahasia Salat Malam di Bulan Ramadhan, Mestikah Diawali dengan Tidur?)

Salat di pengujung malam lebih baik bagi yang mudah melakukannya, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ خَافَ أَن لاَ يَقُوْمَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ أَوَّلَهُ ، وَمَنْ طَمَعَ أَنْ يَقُومَ آخِرَهُ فَلْيُوتِرْ آخِرَ اللَّيْلِ ، فَإِنَّ صَلاَةَ آخِرِ اللَّيْلِ مَشْهُودَةٌ ، وَذَلِكَ أَفْضَلُ.

"Siapa yang khawatir tidak dapat menunaikan salat di pengujung malam, maka salat witirlah di awal malam. Dan siapa yang dapat menunaikannya di pengujung malam, maka hendaklah dia salat Witir di akhir malam. Karena salat akhir malam itu disaksikan (Malaikat) dan itu adalah yang paling baik."

Mana yang lebih baik, salat awal malam dengan berjamaah atau salat akhir malam sendirian? Maka salat berjamaah (meskipun di awal malam) lebih baik. Karena hal tersebut dinilai Qiyamul-Lail secara sempurna. Seperti inilah yang amalan para sahabat yang berlaku di masa Umar radhiallahu’anhu.

Abdurrhaman bin Abdun Al-Qari berkata: "Suatu malam di bulan Ramadhan , saya bersama Umar berangkat menuju ke masjid. Ternyata orang-orang salat berpencar-pencar. Ada yang salat seorang diri, dan ada yang salat dengan sejumlah orang yang mengikuti. Maka beliau berkata: "Demi Allah, sesungguhnya aku berpandangan, lebih baik kalau mereka dikumpulkan di belakang satu qari (imam). Setelah keinginan beliau bulat, mereka dikumpulkan dengan imam Ubay bin Ka'b. Kemudian saya keluar lagi bersama Umar pada malam lain. Sementara (kini) orang-orang menunaikan shalat dengan satu qari (imam).

Maka Umar berkomentar: "Inilah sebaik-baik bid’ah (sesuatu yang baru) adalah ini, waktu yang mereka gunakan untuk tidur (akhir malam) lebih baik dibandingkan waktu yang mereka gunakan untuk salat –maksudnya akhir malam-. Pada awalnya, orang-orang waktu itu menunaikan salat pada awal malam.

Zaid bin Wahb berkata: Dahulu Abdullah salat bersama kami di bulan Ramadhan dan baru selesai di waktu malam.”

Larangan Salat Witir Menyerupai Salat Maghrib
Ketika Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam melarang salat witir tiga rakaat, beliau menyebutkan illat-nya (sebabnya) dengan berkata: "Jangan kalian menyerupai (Witir) dengan salat Magrib". Oleh karena itu, bagi orang yang menunaikan salat Witir tiga rakaat, maka harus menghindari praktek yang menyerupai (salat Maghrib).

Hal yang dapat dilakukan yaitu dengan dua cara: Salah satunya adalah, salam antara (bilangan) genap dan ganjil. Ini yang lebih kuat dan lebih baik. Yang lainnya adalah agar tidak duduk di antara yang genap dan yang ganjil. Wallahu a'lam

Bacaan dalam 3 Rakaat Salat Witir:
Termasuk sunnah pada tiga rakaat salat Witir, pada rakaat pertama membaca 'Sabbihisma rabbika al-a’la' (surat Al-A’la). Pada rakaat kedua membaca Qul ya ayyuhal kafirun (surat Al-Kafirun). Dan pada rakaat ketiga (membaca) qul huwallahu ahad (surat Al-Ikhlas). Terkadang ditambah (dengan membaca) qul a’udzubi robbil falaq (surat Al-Falaq) dan qul a’udzu birabbin nass (surat an-nass).

Terdapat riwayat yang sahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau pernah membaca dalam rakaat witir seratus ayat dari surat An-Nisaa’.

Anjuran Membaca Doa Qunut
Membaca doa Qunut (dalam shalat Witir) dengan doa yang diajarkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kepada cucunya Hasan bin Ali radhiallahu’anhuma, yaitu:

اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيْمَنْ هَدَيْت وَعَافِنِي فِيْمَنْ عَافَيْت وَتَوَلَّنِي فِيْمَنْ تَوَلَّيْت ، وَبَارِكْ لِي فِيْمَا أَعْطَيت ، وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْت ، فَإِنَّكَ تَقْضِي وَلاَ يُقْضَى عَلَيْك ، وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيت ، وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيت ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْت ، لاَ مَنْجَا مِنْكَ إِلاَّ إِلَيْكَ )

"Ya Allah, berilah aku petunjuk sebagaimana orang-orang yang Engkau beri petunjuk, berilah aku perlindungan sebagaimana orang yang telah Engkau lindungi, uruslah aku sebagaimana orang yang telah Engkau urus. Berilah berkah apa yang Engkau berikan kepadaku, jauhkan aku dari kejelekan apa yang Engkau tetapkan. Sesungguhnya Engkau yang menjatuhkan qada’ (ketetapan), dan tidak ada orang yang membe-rikan hukuman kepada-Mu. Sesungguhnya orang yang Engkau cintai tidak akan hina dan orang yang Engkau musuhi tidak akan mulia. Maha Suci Engkau, wahai Rabb kami dan Maha Tinggi Engkau."

Terkadang setelahnya bersalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak mengapa ditambah dengan doa yang dianjurkan dan baik.

Tidak mengapa menjadikan qunut setelah ruku, ditambah dengan melaknat orang-orang kafir, salawat kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan berdoa untuk umat Islam pada pertengahan kedua di bulan Ramadan. Karena hal ini terdapat riwayat bahwa hal ini dilakukan para imam zaman Umar radhiallahu’anhu.

Terdapat di pengujung hadits Abdurrahman bin Abdun Al-Qari tadi: “Mereka melaknat orang-orang kafir pada pertengahan (Ramadan), Ya Allah, perangilah orang-orang kafir yang menghalangi jalan-Mu, dan mendustakan utusan-utusan-Mu, dan tidak mengimani janji-Mu, cerai beraikan pendapat-pendapat mereka. Dan turunkan ketakutan di hati mereka, dan berikan balasan dan siksa-Mu kepada mereka, (Engkau adalah) Tuhan yang benar. Kemudian bershalawat kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dan berdoa untuk (kebaikan) umat Islam semampunya. Kemudian memohon ampunan untuk orang-orang mukmin.

Setelah selesai melaknat orang-orang kafir dan shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam serta memohon ampunan dan permintaan kepada orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan (mereka membaca): "Ya Allah hanya kepada-Mu kami menyembah, hanya KepadaMu kami salat dan bersujud, hanya kepadaMu kami bersegera dan, kami memohon rahmat-Mu wahai Tuhan kami. Dan kami takut akan siksa-Mu yang keras. Sesungguhnya siksa-Mu bagi orang-orang yang memusuhi-Mu pasti akan mengenai.” Kemudian takbir dan turun dalam kondisi sujud."

Apa yang Dibaca di Akhir Witir?
Termasuk sunah di pengujung witir (sebelum atau sesudah salam) membaca:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ ، وَبِمَعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ ، لاَ أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ ، أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ

"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan rida-Mu dari kemurkaan-Mu, dengan ampunan-Mu dari siksaan-Mu, dan saya berlindung denganMu dan dariMu. Saya tidak bisa menghitung (untuk) memujiMu. Engkau sebagaimana yang telah Engkau puji pada diriMu."

Ketika salam dari Witir mengucapkan:

سُبْحَانَ الْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ ، سُبْحَانَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ ، سُبْحَانَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ ( ثلاثاً )

"Maha suci (Engkau) Raja yang Suci, Maha suci (Engkau) Raja yang Suci, Maha suci (Engkau) Raja yang Suci.” Dibaca tiga kali, dan pada bacaan yang ketiga suaranya dipanjangkan dan ditinggikan".

Dua Rakaat Setelahnya
Dibolehkan melakukan shalat dua rakaat (setelah witir jika dia mau), karena telah ada ketetapan dari contoh perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan (beliau) bersabda:

إن هذا السفر جهد وثقل ، فإذا أوتر أحدكم ، فليركع ركعتين ، فإن استيقظ وإلا كانتا له.

"Sesungguhnya perjalanan ini memayahkan dan berat, kalau salah satu di antara kalian (telah) menunaikan witir, maka ruku’lah dua rakaat, kalau dia dapat bangun (dia dapat shalat malam). Kalau tidak, maka dua rakaat tadi cukup baginya."

Di antara sunnahnya, membaca di (dua rakaat) tadi: idza zulzilatil ardhu (surat Az-Zalzalah) dan qul yaa ayyuhal kafirun (surat Al-Kafirun). (Baca Juga: Tutorial Ustaz Abdul Somad tentang Ibadah Ramadhan di Rumah Saja)

Wallahu A'lam Bish Showab
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1515 seconds (0.1#10.140)