Sahabat Nabi Si Kocak Nu’aiman, Bisa Jadi Inspirator Abu Nawas

Rabu, 13 Mei 2020 - 16:48 WIB
loading...
Sahabat Nabi Si Kocak Nu’aiman, Bisa Jadi Inspirator Abu Nawas
Senyum, tawa, tidak hanya membuat jiwa menjadi cerah dan perasaan lega, ia juga mengembalikan kita sebagai manusia. Foto/Ist
A A A
RASULULLAH Shalallahu Alaihi Wassalam (SAW) punya sahabat nan kocak, jahil, konyol, tapi kreatif. Dialah Nu’aiman bin Amr bin Rafa’ah. Sahabat dari kalangan Anshar, alias warga Madinah asli ini, sering membuat Rasulullah tertawa terpingkal-pingkal.

Boleh jadi, dia adalah inspirator Abu Ali Al Hasan bin Hani Al Hakami atau Abu Nawas yang cerdik, kocal dan hidup pada zaman Khalifah Harun Al-Rasyid di Baghdad (806-814 M).

Nu’aiman memang gemar usil dan melucu, namun dia juga seorang mujahid sejati. Namanya tercatat sebagai Ashabul Badr karena ikut terlibat dalam Perang Badar bersama Rasulullah dan para sahabat yang lainnya. ( )

Nuaiman pernah menjadi pemabuk yang ketagihan arak semasa zaman Rasulullah SAW. Beliau telah ditangkap dan Nabi telah mengarahkannya dipukul. Beliau telah ditangkap dua kali dan kemudian dipukul lagi. Karena tidak juga kapok, Nabi mengarahkan supaya dipukul dengan kasut. Apabila beliau masih saja tidak berhenti minum, Rasulullah akhirnya berkata, “ Jika dia kembali (meminum arak) maka bunuhlah dia.”

Walaupun sangat tegas, Rasulullah SAW masih menaruh harapan untuk Nuaiman memperbaiki diri. Akhirnya Nuaiman bertaubat juga mengakui kesalahannya. Ia memohon ampun kepada Allah SWT.

Hadiah untuk Nabi
Nuaiman banyak melakukan hal-hal konyol dan jahil hingga membuat Rasulullah dan para sahabat lainnya terpikal-pikal, tidak kuat menahan tawa. Target keusilannya bukan hanya para sahabat, tapi bahkan juga Rasulullah SAW.

Suatu ketika ia melihat penjual madu yang kepanasaan dan kelihatan letih setelah berkeliling menjajakan madunya. Nuaiman menjumpai penjual madu itu. Ia mengajaknya dan menyuruh mengantarkan madunya itu menuju rumah Rasulullah SAW.

“Nanti kamu minta juga duitnya,” ujar Nuaiman kepada penjual madu.

Penjual madu gembira karena barang dagangannya laku. Ia akhirnya menuruti apa yang diucapkan Nuaiman. Ia datang menghadap Rasulullah dengan membawa seguci madu, hadiah dari Nu'aiman. Tentu saja Rasulullah senang karena mendapatakan hadiah madu dari sahabatnya.

Namun keriangan Rasulullah itu langsung berubah menjadi sebuah keterkejutan ketika penjual madu juga menyodorkan tagihan. “Ini madunya Rasulullah. Harganya sekian,” kata pejual madu.

Rasulullah langsung sadar telah dikerjai Nu'aiman. Mau tidak mau, beliau akhirnya membayar harga madu itu. Jadilah Rasulullah mendapatkan hadiah madu, sekaligus tagihan harganya.

Beberapa saat setelah kejadian itu, Rasulullah memanggil Nuaiman. Ia bertanya kepada sahabatnya itu mengapa melakukan hal itu.

“Saya ingin berbuat baik kepada Anda ya Rasulullah. Tetapi saya tidak punya apa-apa,” jawab Nu'aiman. Rasulullah pun tersenyum.

Menjual Teman
Pernah suatu saat Nu’aiman berangkat bersama Sayyidina Abu Bakar ke Basrah untuk berniaga. Bersama mereka ikut pula Suwaibith bin Harmalah, yang bertugas membawa perbekalan. Nu’aiman meminta kepada Suwaibith agar diberi makanan, tapi ditolaknya karena bos mereka sedang tidak di tempat. “Tunggulah sampai Abu Bakar datang,” katanya.

Nu’aiman jengkel, lalu mengeluarkan ‘ancaman’, “Tunggu pembalasanku!”

Nu’aiman lantas menemui beberapa orang, menawarkan budaknya dengan harga sangat murah, sambil membocorkan kelemahannya, yaitu budaknya sering mengaku dirinya seorang merdeka. Yang ditawari setuju, lalu bersama Nu’aiman mereka menuju ke tempat Suwaibith duduk.

Nu’aiman menunjuk kepadanya. Tentu saja Suwaibith berontak sambil mengatakan dirinya bukan budak. Tapi si pembeli berkeras mengikatnya dan berkata, “Kami sudah paham sifatmu.”

Untung Abu Bakar segera datang dan urusan jadi gamblang. ( )

Ketika peristiwa tersebut diceritakan kepada Nabi, beliau tertawa, bahkan setiap beliau ingat atau diingatkan. Nu’aiman adalah pembawa kegembiraan. Mungkin karena itu, Nabi pernah berkata, “Nu’aiman akan masuk surga sambil tertawa, karena ia sering membuatku tertawa.”

Peristiwa lucu ini terjadi setahun sebelum wafatnya Baginda SAW.

Nuaiman sering menghibur, bahkan ketika sakit sekalipun. Seperti ketika suatu hari Nu’aiman dikabarkan sakit mata, Nabi menengoknya. Ternyata Nu’aiman sedang asyik makan kurma. “Apa boleh makan kurma, matamu kan sedang sakit?” tanya Nabi.

Dengan santai Nu’aiman menjawab, “Saya mengunyah dari arah mata yang tidak sakit, Nabi.” Konon, jawaban tersebut membuat Nabi tertawa sampai terlihat gigi gerahamnya.

Daging Unta
Cerita lainnya. Suatu ketika para sahabat berkata kepada Nu’aiman bahwa sudah lama tidak makan daging unta. Mereka lantas memiliki ide untuk menyembelih unta seseorang yang tengah bertamu kepada Rasulullah.

Nu’aiman langsung saja menyambut ide tersebut. Unta tamu Rasulullah tersebut akhirnya jadi disembelih Nu’aiman. Sudah barang tentu, begitu tamu itu mengetahui untanya disembelih, langsung mengadu kepada Rasulullah.

Setelah ditanya, para sahabat yang memiliki ide makan daging unta tersebut menjawab bahwa yang melakukan itu adalah Nu’aiman.

Salah seorang dari mereka lalu menunjukkan kepada Rasulullah dan tamunya tempat persembunyian Nu’aiman. Saat ditanya Rasulullah mengapa melakukan itu, jawaban Nu’aiman malah membuat Rasulullah tersenyum. “Tanyakan saja kepada orang yang menunjukkan kepadamu tempat persembunyianku,” jawab Nu’aiman.

Rasulullah lalu memberikan ganti rugi kepada pemilik unta tersebut dengan jumlah yang lebih dari pada cukup.

Sikap Rasulullah
Dari beberapa kisah tentang Nu’aiman di buku Yang Jenaka dari M Quraish Shihab (Quraish Shihab, 2014) dan buku Dari Canda Nabi & Sufi Sampai Kelucuan Kita (A Mustofa Bisri, 2016), kita bisa menarik beberapa kesimpulan tentang sikap Rasulullah terhadap Nu’aiman.

Pertama, memakluminya. Pada umumnya Rasulullah dan para sahabat maklum tentang karakter Nu’aiman yang suka melucu. Rasulullah juga biasa saja ketika menjadi sasaran kejahilan Nu’aiman dalam membuat lelucon. Selama tingkah polah Nu’aiman tidak melanggar ajaran agama Islam, mungkin selama itu pula akan dimaklumi.

Kedua, melarang sahabat lain mencela Nu’aiman. Tidak semua orang suka dan maklum dengan tingkah Nu’aiman yang jahil dan usil seperti itu. Pasti ada saja pihak-pihak yang jengkel dan tidak suka dengan tingkah laku Nu’aiman. Terkait hal ini, Rasulullah sudah memberikan rambu-rambu. Rasulullah melarang para sahabatnya untuk mencela Nu’aiman. “Jangan lakukan itu (mencela Nu’aiman) karena dia mencintai Allah dan Rasul-Nya,” kata Rasulullah.

Cerita tentang Nuaiman memberi tahu kita bahwa Nabi adalah pribadi yang ceria. Suka tertawa, bercanda, dan tidak melulu bersikap resmi. Ia biasa bersenda gurau dengan para sahabat dan istri-istrinya. Sayangnya, riwayat-riwayat tentang sisi manusiawi ini jarang diedarkan. Nabi dihadirkan sebagai sosok yang lurus, kaku, dan hanya suka memberikan perintah atau gemar melarang-larang saja.

Sebagai umat Nabi, kita berhasrat meneladaninya secara penuh. Kita meninggalkan sesuatu yang dibenci Nabi dan berusaha menyukai apa saja yang dia senangi. Tapi kita sering melupakan sikap lapang dada dan humorisnya. Jadilah kita sedikit-sedikit merasa dihina, dilecehkan, lalu murka.

Senyum, tawa, tidak hanya membuat jiwa menjadi cerah dan perasaan lega, ia juga mengembalikan kita sebagai manusia. Cuma manusia yang bisa melakukannya. Dan, kita sudah rasakan, hari-hari ini, kebahagiaan dan keceriaan makin mahal harganya.
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1790 seconds (0.1#10.140)