Adakah Jihad Perempuan di Era Kekinian?
loading...
A
A
A
Berjihad atau jihad merupakan salah satu perintah Allah Subhanahu wa ta'ala kepada hambanya. Di dalam Al Qur'an, kata jihad ini berkali-kali disebutkan, yakni sebanyak 41 kali. Jihad memiliki makna yang sangat beragam dan tidak bermakna sempit. Pemaknaan jihad melalui perang baru muncul setelah turun ayat mengenai kebolehan berperang jika dizalimi.
Lantas bagaimana dengan kaum perempuan? Benarkah dianjurkan pula untuk berjihad? Jihad seperti apa yang harus dilakukan bagi mereka? Di zaman Rasulullah Shallallau alaihi wa sallam, perempuan tidak berjihad langsung dengan pedang. Meskipun demikian, para perempuan tetap ikut ke medan perang untuk menyiapkan makanan dan mengobati pasukan yang terluka.
(Baca juga: Tiga Amalan Agar Terhindar Dari Penyakit Malas Beribadah )
Rubai’ binti Muawwidz pernah bercerita bahwa para perempuan dahulu ikut berjihad bersama Rasulullah. Mereka memberi minum, mengobati orang yang terluka dan mengurusi jenazah untuk dipulangkan ke Madinah.
Perempuan tidak diwajibkan berjihad dengan makna khusus pada saat itu, yakni berperang. Karena sebagian besar perempuan pada saat itu tidak memiliki keahlian untuk berperang dan menghadapi musuh. Oleh karena itu, pelaksanaan jihad lebih identik dilaksanakan oleh laki-laki.
(Baca juga: Anak pun Harus Dijaga Perasaannya! )
Meskipun demikian, bukan berarti perempuan tidak dapat berjihad. Memerangi musuh Islam dengan jalan perang hanyalah salah satu cara pengertian jihad. Terbukti dengan adanya ayat jihad yang tidak bermakna perang atau pembunuhan, firman Allah menyebutkan:
وَلَوْ شِئْنا لَبَعَثْنا فِي كُلِّ قَرْيَةٍ نَذِيراً فَلا تُطِعِ الْكافِرِينَ وَجاهِدْهُمْ بِهِ جِهاداً كَبِيراً وَما أَرْسَلْناكَ إِلَّا مُبَشِّراً وَنَذِيراً
"Jika mau, kami utus di setiap perkampungan seorang pemberi peringatan. Jangan patuhi orng-orang yang kafir. Dan jihadi mereka dengannya dengan jihad besar. Dan kami tidak mengutusmu kecuali sebagai pemberi kabar bahagia dan peringatan".
(QS Al Furqan :52)
( )
Berdasarkan ragam tautan tadi, Islam lantas mengartikan jihad sebagai perjuangan dengan mengerahkan segenap potensi dan kemampuan diri untuk sebuah tujuan. Prof Zaitunah Subhan menguraikan tujuan tersebut terdiri dari kebenaran, kebaikan, kemuliaan dan kedamaian.
Hanya saja, sulit dimungkiri bahwa Al-Qur'an juga mengaitkan makna jihad dengan peperangan, atau perjuangan fisik. Hal ini tertera pada sejumlah kata yang merujuk arti perang, yakni qital, harb, siyar dan ghazwah. ''Ini tidak terlepas dari latar belakang perkembangan Islam itu sendiri,'' tutur Zaitunah Subhan dalam buku Fiqh Pemberdayaan Perempuan.
(Baca juga: Beri Semangat Kaum Perempuan, Sri Mulyani: Hidup Enggak Selalu Beruntung )
Di sinilah kemudian jihad menjadi lebih identik dengan kaum lelaki. Bila terjadi pertempuran melawan kaum kafir, pasukan pimpinan Rasulullah hampir seluruhnya terdiri dari para pria. Lantas, di mana kedudukan kaum Muslimah? Menurutnya, saat ini paradigma kesetaraan manusia dan keadilan, telah memberikan ruang bagi perempuan untuk turut berjihad dalam ranah sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan.
Jihad Perempuan Zaman Ini
Perihal jihadnya seorang perempuan dalam Islam, Ali Ibn Abi Thalib menjelaskan bahwa ketaatan yang baik kepada suami adalah bernilai jihad bagi perempuan. Dalam kitab “Hikam Ali Ib Abi Thalib” disebutkan:
الصلاة قربان كل تقي والحج جهاد كل ضعيف ولكل شيئ زكاة وزكاة البدن الصيام وجهاد المرأة حسن التعبل
"Salat adalah upaya mendekatkan diri bagi setiap oaring yang bertaqwa, haji adalah jihad bagi setiap orang yang lemah, segala sesuatu ada zakatnya, dan zakatnya tubuh adalah puasa, dan jihadnya seorang perempuan adalah ketaatan yang baik kepada suami".
(Baca juga: Hari ini, Jarak Jupiter dan Saturnus Sangat Dekat )
Kemudian hadis dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِى الْجَنَّةَ مِنْ أَىِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Jika seorang wanita selalu menjaga salat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadis ini shahih)
Hadis tersebut menerangkan bahwa perempuan yang taat dalam beragama dan juga taat kepada suami akan mendapatkan hak untuk masuk surga lewat pintu manapun yang ia mau. Pahala tersebut sebanding dengan pahala mujahid yang telah gugur di medan perang pada zamannya. Untuk itu, bagi setiap perempuan yang ingin berjihad atau ingin mendapatkan pahala yang sebanding dengan jihad, maka taatlah kepada suami.
(Baca juga: Keluarga 6 Laskar FPI Harap Komnas HAM Investigasi Penuh Tragedi KM 50 )
Selain itu, di era masa kini pintu jihad bagi para perempuan masih tetap terbuka. Apalagi di zaman yang dipenuhi kehidupan yang serba keras ini. Salah satunya, merekamenempati posisi strategis untuk menjadi benteng-benteng keluarga.Di saat para suami sibuk mencari kehidupan nafkah untuk keluarga, mereka mempunyai tanggung jawab mendidik mental dan akhlak anak-anaknya agar tidak turut terseret arus yang terus menyeretnya ke tubir kehancuran. Inilah bentuk tanggung jawab kaum ibu yang tidak ringan.
Bentuk tanggung jawab ini tidak jauh beratnya dengan para pasukan yang harus menghadapi musuh secara langsung di medan peperangan. Bila kehadiran pasukan musuh dan hiruk pikuk gelombang kedatangannya mampu menggelorakan jiwa untuk melawan–pada kondisi seperti itu kita bisa menumbuhkan semangat perlawanan sebesar-besarnya. Akan tetapi musuh-musuh sekarang sudah dibungkus dan masuk dalam kemasan-kemasan menarik. Mereka masuk ke dalam sela-sela kehidupan rumah tangga dengan senjata yang menawan.
(Baca juga: Menelisik Masa Depan Industri dan Cukai Hasil Tembakau )
Televisi, video, media sosial tidak bisa disangkal mempunyai nilai-nilai manfaat didalamnya. Akan tetapi tingkat kemudharatannya jauh lebih besar dan berbahaya, jika kita bisa menggunakan secara tepat..
Ibu-ibu yang baik adalah mereka yang menyadari bahwa bentuk-bentuk tontotan seperti itu, kini bukan semata sebagai hiburan, akan tetapi sudah menjelma menjadi musuh. Mereka secara pelan telah menggerogoti pikiran dan hati putra-putri kita, agar mereka menjadi liar dan hidup di luar kendali agama.
Dari rumahlah, kita kendalikan musuh agar kesewenang-wenangannya tidak terus merajalela. Dengan segala kesederhanaan kita ciptakan lingkungan yang Islami di lingkungan rumah masing masing dengan mengawal pemikiran anak-anak, mengawal mainan dan tontonan dan mengajarkan anak-anak pendidikan dan akhlak mulia, membudayakan membaca Al-Qur’an di lingkungan keluarga termasuk salat berjamaah.
Wallahu A'lam
Lantas bagaimana dengan kaum perempuan? Benarkah dianjurkan pula untuk berjihad? Jihad seperti apa yang harus dilakukan bagi mereka? Di zaman Rasulullah Shallallau alaihi wa sallam, perempuan tidak berjihad langsung dengan pedang. Meskipun demikian, para perempuan tetap ikut ke medan perang untuk menyiapkan makanan dan mengobati pasukan yang terluka.
(Baca juga: Tiga Amalan Agar Terhindar Dari Penyakit Malas Beribadah )
Rubai’ binti Muawwidz pernah bercerita bahwa para perempuan dahulu ikut berjihad bersama Rasulullah. Mereka memberi minum, mengobati orang yang terluka dan mengurusi jenazah untuk dipulangkan ke Madinah.
Perempuan tidak diwajibkan berjihad dengan makna khusus pada saat itu, yakni berperang. Karena sebagian besar perempuan pada saat itu tidak memiliki keahlian untuk berperang dan menghadapi musuh. Oleh karena itu, pelaksanaan jihad lebih identik dilaksanakan oleh laki-laki.
(Baca juga: Anak pun Harus Dijaga Perasaannya! )
Meskipun demikian, bukan berarti perempuan tidak dapat berjihad. Memerangi musuh Islam dengan jalan perang hanyalah salah satu cara pengertian jihad. Terbukti dengan adanya ayat jihad yang tidak bermakna perang atau pembunuhan, firman Allah menyebutkan:
وَلَوْ شِئْنا لَبَعَثْنا فِي كُلِّ قَرْيَةٍ نَذِيراً فَلا تُطِعِ الْكافِرِينَ وَجاهِدْهُمْ بِهِ جِهاداً كَبِيراً وَما أَرْسَلْناكَ إِلَّا مُبَشِّراً وَنَذِيراً
"Jika mau, kami utus di setiap perkampungan seorang pemberi peringatan. Jangan patuhi orng-orang yang kafir. Dan jihadi mereka dengannya dengan jihad besar. Dan kami tidak mengutusmu kecuali sebagai pemberi kabar bahagia dan peringatan".
(QS Al Furqan :52)
( )
Berdasarkan ragam tautan tadi, Islam lantas mengartikan jihad sebagai perjuangan dengan mengerahkan segenap potensi dan kemampuan diri untuk sebuah tujuan. Prof Zaitunah Subhan menguraikan tujuan tersebut terdiri dari kebenaran, kebaikan, kemuliaan dan kedamaian.
Hanya saja, sulit dimungkiri bahwa Al-Qur'an juga mengaitkan makna jihad dengan peperangan, atau perjuangan fisik. Hal ini tertera pada sejumlah kata yang merujuk arti perang, yakni qital, harb, siyar dan ghazwah. ''Ini tidak terlepas dari latar belakang perkembangan Islam itu sendiri,'' tutur Zaitunah Subhan dalam buku Fiqh Pemberdayaan Perempuan.
(Baca juga: Beri Semangat Kaum Perempuan, Sri Mulyani: Hidup Enggak Selalu Beruntung )
Di sinilah kemudian jihad menjadi lebih identik dengan kaum lelaki. Bila terjadi pertempuran melawan kaum kafir, pasukan pimpinan Rasulullah hampir seluruhnya terdiri dari para pria. Lantas, di mana kedudukan kaum Muslimah? Menurutnya, saat ini paradigma kesetaraan manusia dan keadilan, telah memberikan ruang bagi perempuan untuk turut berjihad dalam ranah sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan.
Jihad Perempuan Zaman Ini
Perihal jihadnya seorang perempuan dalam Islam, Ali Ibn Abi Thalib menjelaskan bahwa ketaatan yang baik kepada suami adalah bernilai jihad bagi perempuan. Dalam kitab “Hikam Ali Ib Abi Thalib” disebutkan:
الصلاة قربان كل تقي والحج جهاد كل ضعيف ولكل شيئ زكاة وزكاة البدن الصيام وجهاد المرأة حسن التعبل
"Salat adalah upaya mendekatkan diri bagi setiap oaring yang bertaqwa, haji adalah jihad bagi setiap orang yang lemah, segala sesuatu ada zakatnya, dan zakatnya tubuh adalah puasa, dan jihadnya seorang perempuan adalah ketaatan yang baik kepada suami".
(Baca juga: Hari ini, Jarak Jupiter dan Saturnus Sangat Dekat )
Kemudian hadis dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِى الْجَنَّةَ مِنْ أَىِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Jika seorang wanita selalu menjaga salat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadis ini shahih)
Hadis tersebut menerangkan bahwa perempuan yang taat dalam beragama dan juga taat kepada suami akan mendapatkan hak untuk masuk surga lewat pintu manapun yang ia mau. Pahala tersebut sebanding dengan pahala mujahid yang telah gugur di medan perang pada zamannya. Untuk itu, bagi setiap perempuan yang ingin berjihad atau ingin mendapatkan pahala yang sebanding dengan jihad, maka taatlah kepada suami.
(Baca juga: Keluarga 6 Laskar FPI Harap Komnas HAM Investigasi Penuh Tragedi KM 50 )
Selain itu, di era masa kini pintu jihad bagi para perempuan masih tetap terbuka. Apalagi di zaman yang dipenuhi kehidupan yang serba keras ini. Salah satunya, merekamenempati posisi strategis untuk menjadi benteng-benteng keluarga.Di saat para suami sibuk mencari kehidupan nafkah untuk keluarga, mereka mempunyai tanggung jawab mendidik mental dan akhlak anak-anaknya agar tidak turut terseret arus yang terus menyeretnya ke tubir kehancuran. Inilah bentuk tanggung jawab kaum ibu yang tidak ringan.
Bentuk tanggung jawab ini tidak jauh beratnya dengan para pasukan yang harus menghadapi musuh secara langsung di medan peperangan. Bila kehadiran pasukan musuh dan hiruk pikuk gelombang kedatangannya mampu menggelorakan jiwa untuk melawan–pada kondisi seperti itu kita bisa menumbuhkan semangat perlawanan sebesar-besarnya. Akan tetapi musuh-musuh sekarang sudah dibungkus dan masuk dalam kemasan-kemasan menarik. Mereka masuk ke dalam sela-sela kehidupan rumah tangga dengan senjata yang menawan.
(Baca juga: Menelisik Masa Depan Industri dan Cukai Hasil Tembakau )
Televisi, video, media sosial tidak bisa disangkal mempunyai nilai-nilai manfaat didalamnya. Akan tetapi tingkat kemudharatannya jauh lebih besar dan berbahaya, jika kita bisa menggunakan secara tepat..
Ibu-ibu yang baik adalah mereka yang menyadari bahwa bentuk-bentuk tontotan seperti itu, kini bukan semata sebagai hiburan, akan tetapi sudah menjelma menjadi musuh. Mereka secara pelan telah menggerogoti pikiran dan hati putra-putri kita, agar mereka menjadi liar dan hidup di luar kendali agama.
Dari rumahlah, kita kendalikan musuh agar kesewenang-wenangannya tidak terus merajalela. Dengan segala kesederhanaan kita ciptakan lingkungan yang Islami di lingkungan rumah masing masing dengan mengawal pemikiran anak-anak, mengawal mainan dan tontonan dan mengajarkan anak-anak pendidikan dan akhlak mulia, membudayakan membaca Al-Qur’an di lingkungan keluarga termasuk salat berjamaah.
Wallahu A'lam
(wid)