Raih Keutamaan Sepuluh Hari Akhir Ramadhan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bulan Ramadhan telah memasuki fase 10 hari terakhir. Fase akhir ini memiliki keutamaan, yakni Allah SWT akan membebaskan hambanya yang menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya dari api neraka. Pada 10 hari terakhir ini pula terdapat malam Lailatulkadar atau dikenal pula dengan malam seribu bulan.
Sebagaimana hadis Rasulullah SAW, “Inilah bulan yang permulaannya (10 hari pertama) penuh dengan rahmat, yang pertengahannya (10 hari pertengahan) penuh dengan ampunan, dan yang terakhirnya (10 hari terakhir) Allah membebaskan hamba-Nya dari api neraka.”
Karena itu, umat muslim seyogianya tidak menyia-nyiakan kesempatan pada sepuluh malam terakhir ini untuk meraup sebanyak-banyaknya pahala. Untuk mendapatkan keutamaan dibebaskan dari api neraka, umat muslim perlu memperbanyak ibadah. Selain ibadah wajib seperti puasa dan salat fardu lima waktu, juga mengerjakan salat-salat sunah, membaca Alquran, memperbanyak zikir, dan rajin berdoa.
Selain itu, ikhtiar lain untuk mendapatkan keutamaan sepuluh hari terakhir yakni bersedekah, dan berbuat baik kepada sesama. Namun, semua ibadah ini diimbau tetap dilakukan di rumah sebagaiamana protrokol kesehatan pemerintah demi menghindari penularan virus corona. (Baca: Bagaimana Cara Mandi Wajib yang Benar)
Ketua Ikatan Sarjana Quran Hadis Indonesia Ustadz Faozan Amar mengatakan, jika hari sebelum-sebelumnya ibadah yang dilakukan belum optimal, maka fase sepuluh hari akhir inilah momentum terbaik untuk mendulang pahala demi meraih ridha Allah SWT. "Jika puasa dari awal hingga saat ini belum maksimal maka gunakan kesempatan ini sebaik mungkin," kata Fauzan kepada KORAN SINDO kemarin.
Fauzan melanjutkan, dari riwayat A'isyah dituturkan bahwa Nabi Muhammad SAW selalu mengutamakan ibadah pada fase sepuluh akhir Ramadan ini bahkan hingga menjelang akhir hayatnya. Maka itu, kata dia, teruslah memperbanyak ibadah demi meraih pahala dan keberkahan puasa.
Pada sepuluh akhir Ramadhan ini umat mulsim juga biasanya mengerjakan iktikaf atau berdiam diri di masjid demi mendapatkan malam Lailatulkadar. Namun, karena pandemi korona, iktikaf di masjid tidak lagi memungkinkan. (Baca juga: Takjub dengan Diri Sendiri Bisa Membinasakan Umat Manusia)
"Jika pun tidak memungkinkan iktikaf di masjid maka opsi ibadah lain masih banyak yang bisa di kerjakan. Seperti membaca Alquran, bersedekah dan salat malam dengan tetap berada di rumah," ujar Sekretaris Lembaga Dakwah Khusus PP Muhammadiyah ini.
Fauzan menuturkan, puasa merupakan momentum berharga untuk belajar dan mengukur keimanan diri maka orang berpuasa memiliki tiga level. Pertama puasa hanya sekadar mampu menahan diri untuk tidak makan dan minum. Lalu kedua, berpuasa dan sudah mampu menahan diri dari hawa nafsu, dan ketiga belajar diri untuk taqarrub ila Allah dengan cara banyak ibadah.
"Pertanyaan, saat ini kita sudah sampai di level yang mana? Pantaskah kita mendapatkan kemenangan di hari Fitri nanti? Tentu hanya kita yang bisa mengukur diri untuk bisa menemukan jawabannya," jelasnya.
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hawthah Al-Jindaniyah Habib Ahmad bin Novel Jindan mengatakan, berdasarkan riwayat Nabi Muhammad SAW senang menggandakan amal di bulan Ramadhan lebih dari bulan-bulan lain. “Pada masa sepuluh hari terakhir Ramadan, baginda Nabi lebih rajin lagi beramal dari pada seluruh bulan Ramadhan itu," kata yang menukil perkataan Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad dalam Kitab An-Nasoih Ad-Diniyyah.
Dia menjelaskan, para ulama berkata, kemungkinan adanya Lailatulkadar itu berlaku pada malam-malam ganjil dari sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan. Karena itu, setiap mukmin harus menyiapkan diri mencari malam tersebut pada setiap malam pada malam-malam Ramadhan.
"Hendaklah untuk malam itu memperbanyak amal saleh. Apabila tidak saja malam Lailatul Qadar, ia tetap sibuk dengan amalannya, tekun berzikir kepada Allah Ta’ala, tidak lalai, atau lupa," kata Habib Ahmad sebagaimana dikutip dari laman http://alhabibahmadnoveljindan.org. (Neneng Zubaidah/Rusman Siregar)
Lihat Juga: Sandiaga Uno Ingatkan Pentingnya Berbagi di 10 Hari Terakhir Ramadan: Tingkatkan Derajat Takwa
Sebagaimana hadis Rasulullah SAW, “Inilah bulan yang permulaannya (10 hari pertama) penuh dengan rahmat, yang pertengahannya (10 hari pertengahan) penuh dengan ampunan, dan yang terakhirnya (10 hari terakhir) Allah membebaskan hamba-Nya dari api neraka.”
Karena itu, umat muslim seyogianya tidak menyia-nyiakan kesempatan pada sepuluh malam terakhir ini untuk meraup sebanyak-banyaknya pahala. Untuk mendapatkan keutamaan dibebaskan dari api neraka, umat muslim perlu memperbanyak ibadah. Selain ibadah wajib seperti puasa dan salat fardu lima waktu, juga mengerjakan salat-salat sunah, membaca Alquran, memperbanyak zikir, dan rajin berdoa.
Selain itu, ikhtiar lain untuk mendapatkan keutamaan sepuluh hari terakhir yakni bersedekah, dan berbuat baik kepada sesama. Namun, semua ibadah ini diimbau tetap dilakukan di rumah sebagaiamana protrokol kesehatan pemerintah demi menghindari penularan virus corona. (Baca: Bagaimana Cara Mandi Wajib yang Benar)
Ketua Ikatan Sarjana Quran Hadis Indonesia Ustadz Faozan Amar mengatakan, jika hari sebelum-sebelumnya ibadah yang dilakukan belum optimal, maka fase sepuluh hari akhir inilah momentum terbaik untuk mendulang pahala demi meraih ridha Allah SWT. "Jika puasa dari awal hingga saat ini belum maksimal maka gunakan kesempatan ini sebaik mungkin," kata Fauzan kepada KORAN SINDO kemarin.
Fauzan melanjutkan, dari riwayat A'isyah dituturkan bahwa Nabi Muhammad SAW selalu mengutamakan ibadah pada fase sepuluh akhir Ramadan ini bahkan hingga menjelang akhir hayatnya. Maka itu, kata dia, teruslah memperbanyak ibadah demi meraih pahala dan keberkahan puasa.
Pada sepuluh akhir Ramadhan ini umat mulsim juga biasanya mengerjakan iktikaf atau berdiam diri di masjid demi mendapatkan malam Lailatulkadar. Namun, karena pandemi korona, iktikaf di masjid tidak lagi memungkinkan. (Baca juga: Takjub dengan Diri Sendiri Bisa Membinasakan Umat Manusia)
"Jika pun tidak memungkinkan iktikaf di masjid maka opsi ibadah lain masih banyak yang bisa di kerjakan. Seperti membaca Alquran, bersedekah dan salat malam dengan tetap berada di rumah," ujar Sekretaris Lembaga Dakwah Khusus PP Muhammadiyah ini.
Fauzan menuturkan, puasa merupakan momentum berharga untuk belajar dan mengukur keimanan diri maka orang berpuasa memiliki tiga level. Pertama puasa hanya sekadar mampu menahan diri untuk tidak makan dan minum. Lalu kedua, berpuasa dan sudah mampu menahan diri dari hawa nafsu, dan ketiga belajar diri untuk taqarrub ila Allah dengan cara banyak ibadah.
"Pertanyaan, saat ini kita sudah sampai di level yang mana? Pantaskah kita mendapatkan kemenangan di hari Fitri nanti? Tentu hanya kita yang bisa mengukur diri untuk bisa menemukan jawabannya," jelasnya.
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hawthah Al-Jindaniyah Habib Ahmad bin Novel Jindan mengatakan, berdasarkan riwayat Nabi Muhammad SAW senang menggandakan amal di bulan Ramadhan lebih dari bulan-bulan lain. “Pada masa sepuluh hari terakhir Ramadan, baginda Nabi lebih rajin lagi beramal dari pada seluruh bulan Ramadhan itu," kata yang menukil perkataan Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad dalam Kitab An-Nasoih Ad-Diniyyah.
Dia menjelaskan, para ulama berkata, kemungkinan adanya Lailatulkadar itu berlaku pada malam-malam ganjil dari sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan. Karena itu, setiap mukmin harus menyiapkan diri mencari malam tersebut pada setiap malam pada malam-malam Ramadhan.
"Hendaklah untuk malam itu memperbanyak amal saleh. Apabila tidak saja malam Lailatul Qadar, ia tetap sibuk dengan amalannya, tekun berzikir kepada Allah Ta’ala, tidak lalai, atau lupa," kata Habib Ahmad sebagaimana dikutip dari laman http://alhabibahmadnoveljindan.org. (Neneng Zubaidah/Rusman Siregar)
Lihat Juga: Sandiaga Uno Ingatkan Pentingnya Berbagi di 10 Hari Terakhir Ramadan: Tingkatkan Derajat Takwa
(ysw)