Kisah Sunan Gresik: Ketika Kakek Bantal Menaklukkan Dewa Hujan
loading...
A
A
A
“Allah adalah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi beserta segala isinya. Termasuk yang menciptakan kita semua,” balas Sunan Gresik.
“Sudah! Jangan bicara! Jika kau memang bisa menurunkan hujan cepat lakukan saja!” bentak pendeta tua.
“Boleh saja, tapi dengan syarat, jika kami bisa menurunkan hujan aras izin Allah, maka kalian harus membebaskan gadis itu!” kata Sunan Gresik.
“Untuk apa?” tukas pendeta tua. ”Kedua orang tua gadis itu sudah mati. Dia tak punya sanak kadang, sudah pantas jika dia terpilih sebagai persembahan untuk Dewa Hujan!”
Sunan Gresik menghadap ke arah kerumunan orang-orang desa, kemudian bertanya, “Kalau kami dapat menurunkan hujan. Maukah kalian membebaskan gadis itu?”
“Mauuuuu …… !” jawab orang-orang desa dengan serentak.
“Terima kasih,” jawab Sunan Gresik. ”Dalam ajaran agama kami, seorang anak yang ditinggal mati kedua orang tuanya disebut yatim piatu. Tidak boleh disia-siakan dan ditelantarkan, melainkan harus disantuni dan diperhatikan nasibnya. Bukannya dikorbankan kepada Dewa Hujan!”
Para penduduk desa nampak tercenung mendengar ucapan Sunan Gresik. Sementara Sunan Gresik dan kelima muridnya yang selalu berusaha dalam keadaan suci (tak batal wudhu’nya) segera melaksanakan shalat istisqo’ dan berdoá dengan khusyu’nya.
Tak berapa lama kemudian, langit tiba-tiba berubah menjadi hitam oleh mendung yang berarak. Dan hujan turun dengan derasnya. Membasahi bumi yang kering kerontang. Semua orang yang berkumpul langsung bersorak-sorai kegirangan. Hanya pendeta tua dan keempat lelaki yang masih memegangi tangan dan kaki gadis yang berdiam diri dalam
keangkuhannya.
“Sihir! Pasti kalian mempergunakan ilmu sihir,“ teriak pendeta tua, “Hujan itu tidak nyata, hanya khayalan saja!”
Sunan Gresik segera menghampiri pendeta tua sembari berkata, “Kisanak, sihir itu terlarang bagi orang Islam. Kami tidak boleh mempelajarinya apalagi mengamalkannya. Hujan ini adalah nyata rahmat dari Allah yang menciptakan langit dan bumi!”
Agaknya pendeta tua itu tak mau mengakui kenyataan yang ada. Dia memberi isyarat kepada keempat anak buahnya untuk mengikuti langkahnya pergi meninggalkan desa itu.
Ketika hujan sudah reda, orang-orang yang bersorak sorai kegirangan segera menjatuhkan diri berlutut di hadapan Sunan Gresik dan kelima muridnya. Termasuk si gadis yang hampir saja dikorbankan nyawanya oleh pendeta tua.
“Bangunlah Kisanak semua !” kata Sunan Gresik. “kalian tidak boleh bersujud kepada sesama manusia. Hanya Tuhan Allah yang pantas kalian sembah dalam sujud.”
Setelah mendengar ucapan Sunan Gresik, semua orang segera bangkit untuk bersila, salah seorang dari mereka yang nampaknya berusia lanjut berkata, “Kami sangat berterima kasih kepada Tuan, karena Tuan telah menolong kami menurunkan hujan yang telah lama kami tunggu-tunggu. Bolehkah kami minta diajarkan tata cara meminta hujan seperti tadi?”
“Ya!” sahut penduduk lainnya. “Ajarkan kepada kami cara menurunkan hujan tanpa mengorbankan manusia!”
Sunan Gresik tersenyum arif. Orang-orang desa itu telah manaruh simpati kepadanya. Rasa simpati itulah modal utama untuk memperkenalkan ajaran Islam kepada mereka.
“Kalau kalian ingin diajari cara minta hujan seperti tadi,” kata Sunan Gresik, “Maka kalian harus mengenal dan mempelajari dulu agama Islam. Maukah kalian?”
“Mauuuuuu ..! jawab para penduduk dengan serentak.
Demikianlah, selama beberapa hari Sunan Gresik tinggal di desa itu. Membimbing para penduduk desa untuk mempelajari agama Islam sesuai dengan tingkat pemahaman mereka selaku orang awam.
“Sudah! Jangan bicara! Jika kau memang bisa menurunkan hujan cepat lakukan saja!” bentak pendeta tua.
“Boleh saja, tapi dengan syarat, jika kami bisa menurunkan hujan aras izin Allah, maka kalian harus membebaskan gadis itu!” kata Sunan Gresik.
“Untuk apa?” tukas pendeta tua. ”Kedua orang tua gadis itu sudah mati. Dia tak punya sanak kadang, sudah pantas jika dia terpilih sebagai persembahan untuk Dewa Hujan!”
Sunan Gresik menghadap ke arah kerumunan orang-orang desa, kemudian bertanya, “Kalau kami dapat menurunkan hujan. Maukah kalian membebaskan gadis itu?”
“Mauuuuu …… !” jawab orang-orang desa dengan serentak.
“Terima kasih,” jawab Sunan Gresik. ”Dalam ajaran agama kami, seorang anak yang ditinggal mati kedua orang tuanya disebut yatim piatu. Tidak boleh disia-siakan dan ditelantarkan, melainkan harus disantuni dan diperhatikan nasibnya. Bukannya dikorbankan kepada Dewa Hujan!”
Para penduduk desa nampak tercenung mendengar ucapan Sunan Gresik. Sementara Sunan Gresik dan kelima muridnya yang selalu berusaha dalam keadaan suci (tak batal wudhu’nya) segera melaksanakan shalat istisqo’ dan berdoá dengan khusyu’nya.
Tak berapa lama kemudian, langit tiba-tiba berubah menjadi hitam oleh mendung yang berarak. Dan hujan turun dengan derasnya. Membasahi bumi yang kering kerontang. Semua orang yang berkumpul langsung bersorak-sorai kegirangan. Hanya pendeta tua dan keempat lelaki yang masih memegangi tangan dan kaki gadis yang berdiam diri dalam
keangkuhannya.
“Sihir! Pasti kalian mempergunakan ilmu sihir,“ teriak pendeta tua, “Hujan itu tidak nyata, hanya khayalan saja!”
Sunan Gresik segera menghampiri pendeta tua sembari berkata, “Kisanak, sihir itu terlarang bagi orang Islam. Kami tidak boleh mempelajarinya apalagi mengamalkannya. Hujan ini adalah nyata rahmat dari Allah yang menciptakan langit dan bumi!”
Agaknya pendeta tua itu tak mau mengakui kenyataan yang ada. Dia memberi isyarat kepada keempat anak buahnya untuk mengikuti langkahnya pergi meninggalkan desa itu.
Ketika hujan sudah reda, orang-orang yang bersorak sorai kegirangan segera menjatuhkan diri berlutut di hadapan Sunan Gresik dan kelima muridnya. Termasuk si gadis yang hampir saja dikorbankan nyawanya oleh pendeta tua.
“Bangunlah Kisanak semua !” kata Sunan Gresik. “kalian tidak boleh bersujud kepada sesama manusia. Hanya Tuhan Allah yang pantas kalian sembah dalam sujud.”
Setelah mendengar ucapan Sunan Gresik, semua orang segera bangkit untuk bersila, salah seorang dari mereka yang nampaknya berusia lanjut berkata, “Kami sangat berterima kasih kepada Tuan, karena Tuan telah menolong kami menurunkan hujan yang telah lama kami tunggu-tunggu. Bolehkah kami minta diajarkan tata cara meminta hujan seperti tadi?”
“Ya!” sahut penduduk lainnya. “Ajarkan kepada kami cara menurunkan hujan tanpa mengorbankan manusia!”
Sunan Gresik tersenyum arif. Orang-orang desa itu telah manaruh simpati kepadanya. Rasa simpati itulah modal utama untuk memperkenalkan ajaran Islam kepada mereka.
“Kalau kalian ingin diajari cara minta hujan seperti tadi,” kata Sunan Gresik, “Maka kalian harus mengenal dan mempelajari dulu agama Islam. Maukah kalian?”
“Mauuuuuu ..! jawab para penduduk dengan serentak.
Demikianlah, selama beberapa hari Sunan Gresik tinggal di desa itu. Membimbing para penduduk desa untuk mempelajari agama Islam sesuai dengan tingkat pemahaman mereka selaku orang awam.