Begini Sikap Badal Jika Terkena Musibah Menurut Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani
loading...
A
A
A
JIKA kau ditimpa musibah, berupayalah bersabar – ini merupakan hal yang rendah – dan bersabarlah, ini merupakan hal yang lebih tinggi dari yang lain.
Mintalah agar kau bisa ridha dengan takdir -Nya, bersesuaianlah dengan kehendak-Nya, dan akhirnya luruhlah di dalam kehendak-Nya. "Inilah keadaan para badal dan rohaniwan, orang yang tahu perihal Allah yang Mahakuasa lagi Mahaagung. Bila kau terahmati, bersyukurlah, baik melalui lidah, hati maupun anasir tubuh," ujar Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani dalam kitabnya berjudul Futuh Al-Ghaib . ( )
Beliau memberi nasehat bahwa bersyukurnya lidah berupa pengakuan bahwa rahmat berasal dari Allah dan penghindaran dari menisbahkannya kepada orang lain, yang melalui tangan-tangan mereka rahmat sampai. "Sebab kau sendiri dan mereka hanyalah sarana-sarana sampainya rahmat," tambahnya.
Pemberi dan pencipta sejati rahmat yaitu Allah, Yang Mahakuasa lagi mahaagung. Maka Dia lebih patut disyukuri daripada yang lain. Misal, orang tak memandang budak yang membawa sebuah hadiah, sebagai pengirim hadiah itu, tetapi orang memandang pengirimnya adalah tuannya.
Allah berfirman tentang orang yang tak bersikap selayaknya: “Mereka mengetahui lahiriah kehidupan duniawi, sedang mengenai akhirat, mereka sungguh lalai.” (QS 30:7)
Barangsiapa memandang lahiriah dan penyebab, sedang pengetahuannya tak melebihi ini, kata Syaikh Abdul Qadir, adalah jahil dan rusak pikiran. ( )
Istilah 'pikiran’ digunakan untuk orang yang memahami akhir sesuatu. "Bersyukurnya hati terletak pada keyakinan kukuh bahwa segala rahmat, kesenangan dan milikan yang kau punyai, berasal dari Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung, bukan dari selain-Nya," tuturnya.
Dan rasa syukurmu melalui lidah menyatakan isi hatimu, sebagaimana firman-Nya: “Dan apa pun nikmat yang ada padamu, berasal dari Allah.” (QS 16:53)
“Dan (Ia) telah menyempurnakan nikmat-Nya padamu lahir dan batin.” (QS 31:20)
“Dan jika kamu menghitung nikmat-nikmat Allah, kamu takkan mampu menghinggakannya.” (QS 14:34)
Nah, dengan semua pernyataan ini, maka tiada pemberi karunia selain Allah. Dan bersyukurnya anasir tubuh terletak pada penggunaan anasir tubuh untuk mematuhi perintah-perintah-Nya guna menjauh dari ciptaan-Nya.
"Maka janganlah menimpali makhluk, sebab di situ terdapat penentangan terhadap Allah; ciptaan termasuk dirimu sendiri, keinginanmu, maksudmu, kehendakmu dan segalanya," ujarnya. ( )
Patuhlah kepada Allah sepatuh-patuhnya. Jika kau bertindak lain, lanjut Syaikh Abdul Qadir, berarti kau menyimpang dari jalan lurus, menjadi aniaya, berperilaku tanpa perintah Allah yang diturunkan bagi hamba-hamba beriman-Nya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan para saleh.
Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung berfirman: “Barangsiapa tak menentukan dengan yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orangorang yang zalim.” (QS 5:45)
Dengan begitu, kau menuju neraka, yang bahan bakarnya manusia dan batu. Bila kau tak tahan demam, untuk satu jam, di dunia ini, maka bagaimana kau bisa tahan, untuk selamanya, neraka bersama penghuni-penghuninya?
"Menjauhlah, menjauhlah; segeralah, segeralah, berlindunglah kepada Allah," serunya.
"Jagalah keadaan-keadaan di atas dengan segala kondisinya, sebab kau tak bisa lepas dari keduannya sepanjang hayat –baik keadaan ditimpa musibah maupun keadaan bahagia. Bersabarlah dan bersyukurlah dalam kedua keadaan itu, sesuai dengan yang telah kuterangkan kepadamu," lanjutnya. ( )
Nah, jangan mengeluh, bila ditimpa musibah, kepada sesamamu, jangan manunjukkan kegundahanmu kepada siapa pun, jangan salahkan Tuhanmu di dalam benakmu, dan jangan ragukan kebijaksanaan dan pilihan-Nya akan yang terbaik bagimu di dalam kehidupanmu di dunia dan di akhirat.
Dan jangan lari kepada orang guna mendapatkan jalan keluar, sebab, dengan begitu, kau berarti menyekutukan-Nya. Tak satu pun berhak atas milikan-Nya, tak satu pun mempu memberikan mudharat, manfaat, atau menjauhkan kesulitan, menyebabkan sakit dan bencana, menyembuhkan dan memberi sesuatu kebaikan, kecuali Dia. Jangan menjerat oleh ciptaan, bauik secara lahiriah maupun batiniah, sebab mereka takkan menguntungkanmu.
Bersabar dan ridhalah selalu kepada Allah, dan luruhlah ke dalam kehendak-Nya. Jika rahmat tercabut darimu, maka wajib bagimu minta tolong kepada-Nya. Menunjukkan kerendahdirian, mengakui dosa-dosamu, mengeluh kepada-Nya akan kejahatan dirimu dan akan penjauhanmu dari kebenaran. Mengesakan-Nya, mengakui rahmat-rahmat-Nya dan menyatakan keselarasanmu, sampai berakhirnya musibah dan berganti dengan karunia-Nya, kemudahan dan kebahagiaan, sebagaimana hal itu terjadi pada diri Nabi Ayub. Bak berlalunya gelapnya malam dan datangnya cerahnya siang, dan berlalunya dingin musim dingin, diganti sepoi musim semi dengan aroma harumnya. Sebab bagi segalanya ada pertentangan dan akhir. Maka kesabaran adalah kuncinya, awalnya, akhirnya dan jaminan kebahagiaannya. ( )
Inilah yang terungkap dalam Sunnah Nabi saw. “Kesabaran adalah keseluruhan iman.”
"Ambillah pelajaran dari yang telah kusebutkan kepadamu, jika Allah Yang Mahamulia menghendaki, maka kau akan terbimbing," demikian Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.
Mintalah agar kau bisa ridha dengan takdir -Nya, bersesuaianlah dengan kehendak-Nya, dan akhirnya luruhlah di dalam kehendak-Nya. "Inilah keadaan para badal dan rohaniwan, orang yang tahu perihal Allah yang Mahakuasa lagi Mahaagung. Bila kau terahmati, bersyukurlah, baik melalui lidah, hati maupun anasir tubuh," ujar Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani dalam kitabnya berjudul Futuh Al-Ghaib . ( )
Beliau memberi nasehat bahwa bersyukurnya lidah berupa pengakuan bahwa rahmat berasal dari Allah dan penghindaran dari menisbahkannya kepada orang lain, yang melalui tangan-tangan mereka rahmat sampai. "Sebab kau sendiri dan mereka hanyalah sarana-sarana sampainya rahmat," tambahnya.
Pemberi dan pencipta sejati rahmat yaitu Allah, Yang Mahakuasa lagi mahaagung. Maka Dia lebih patut disyukuri daripada yang lain. Misal, orang tak memandang budak yang membawa sebuah hadiah, sebagai pengirim hadiah itu, tetapi orang memandang pengirimnya adalah tuannya.
Allah berfirman tentang orang yang tak bersikap selayaknya: “Mereka mengetahui lahiriah kehidupan duniawi, sedang mengenai akhirat, mereka sungguh lalai.” (QS 30:7)
Barangsiapa memandang lahiriah dan penyebab, sedang pengetahuannya tak melebihi ini, kata Syaikh Abdul Qadir, adalah jahil dan rusak pikiran. ( )
Istilah 'pikiran’ digunakan untuk orang yang memahami akhir sesuatu. "Bersyukurnya hati terletak pada keyakinan kukuh bahwa segala rahmat, kesenangan dan milikan yang kau punyai, berasal dari Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung, bukan dari selain-Nya," tuturnya.
Dan rasa syukurmu melalui lidah menyatakan isi hatimu, sebagaimana firman-Nya: “Dan apa pun nikmat yang ada padamu, berasal dari Allah.” (QS 16:53)
“Dan (Ia) telah menyempurnakan nikmat-Nya padamu lahir dan batin.” (QS 31:20)
“Dan jika kamu menghitung nikmat-nikmat Allah, kamu takkan mampu menghinggakannya.” (QS 14:34)
Nah, dengan semua pernyataan ini, maka tiada pemberi karunia selain Allah. Dan bersyukurnya anasir tubuh terletak pada penggunaan anasir tubuh untuk mematuhi perintah-perintah-Nya guna menjauh dari ciptaan-Nya.
"Maka janganlah menimpali makhluk, sebab di situ terdapat penentangan terhadap Allah; ciptaan termasuk dirimu sendiri, keinginanmu, maksudmu, kehendakmu dan segalanya," ujarnya. ( )
Patuhlah kepada Allah sepatuh-patuhnya. Jika kau bertindak lain, lanjut Syaikh Abdul Qadir, berarti kau menyimpang dari jalan lurus, menjadi aniaya, berperilaku tanpa perintah Allah yang diturunkan bagi hamba-hamba beriman-Nya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan para saleh.
Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung berfirman: “Barangsiapa tak menentukan dengan yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orangorang yang zalim.” (QS 5:45)
Dengan begitu, kau menuju neraka, yang bahan bakarnya manusia dan batu. Bila kau tak tahan demam, untuk satu jam, di dunia ini, maka bagaimana kau bisa tahan, untuk selamanya, neraka bersama penghuni-penghuninya?
"Menjauhlah, menjauhlah; segeralah, segeralah, berlindunglah kepada Allah," serunya.
"Jagalah keadaan-keadaan di atas dengan segala kondisinya, sebab kau tak bisa lepas dari keduannya sepanjang hayat –baik keadaan ditimpa musibah maupun keadaan bahagia. Bersabarlah dan bersyukurlah dalam kedua keadaan itu, sesuai dengan yang telah kuterangkan kepadamu," lanjutnya. ( )
Nah, jangan mengeluh, bila ditimpa musibah, kepada sesamamu, jangan manunjukkan kegundahanmu kepada siapa pun, jangan salahkan Tuhanmu di dalam benakmu, dan jangan ragukan kebijaksanaan dan pilihan-Nya akan yang terbaik bagimu di dalam kehidupanmu di dunia dan di akhirat.
Dan jangan lari kepada orang guna mendapatkan jalan keluar, sebab, dengan begitu, kau berarti menyekutukan-Nya. Tak satu pun berhak atas milikan-Nya, tak satu pun mempu memberikan mudharat, manfaat, atau menjauhkan kesulitan, menyebabkan sakit dan bencana, menyembuhkan dan memberi sesuatu kebaikan, kecuali Dia. Jangan menjerat oleh ciptaan, bauik secara lahiriah maupun batiniah, sebab mereka takkan menguntungkanmu.
Bersabar dan ridhalah selalu kepada Allah, dan luruhlah ke dalam kehendak-Nya. Jika rahmat tercabut darimu, maka wajib bagimu minta tolong kepada-Nya. Menunjukkan kerendahdirian, mengakui dosa-dosamu, mengeluh kepada-Nya akan kejahatan dirimu dan akan penjauhanmu dari kebenaran. Mengesakan-Nya, mengakui rahmat-rahmat-Nya dan menyatakan keselarasanmu, sampai berakhirnya musibah dan berganti dengan karunia-Nya, kemudahan dan kebahagiaan, sebagaimana hal itu terjadi pada diri Nabi Ayub. Bak berlalunya gelapnya malam dan datangnya cerahnya siang, dan berlalunya dingin musim dingin, diganti sepoi musim semi dengan aroma harumnya. Sebab bagi segalanya ada pertentangan dan akhir. Maka kesabaran adalah kuncinya, awalnya, akhirnya dan jaminan kebahagiaannya. ( )
Inilah yang terungkap dalam Sunnah Nabi saw. “Kesabaran adalah keseluruhan iman.”
"Ambillah pelajaran dari yang telah kusebutkan kepadamu, jika Allah Yang Mahamulia menghendaki, maka kau akan terbimbing," demikian Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.
(mhy)