Syaikh Abdul Qadir AL-Jilani: Tiada Maqam Setelah Wali dan Badal Selain Maqam Nabi
loading...
A
A
A
BILA hamba Allah telah lepas dari ciptaan, keinginan, diri, tujuan dan kehendak akan dunia dan akhirat , maka ia tak menghendaki sesuatu pun selain Allah yang Mahaperkasa lagi Mahaagung, dan segala suatu sirna dari hatinya. Maka ia menjadi pilihan-Nya, dicintai oleh ciptaan, dekat kepada-Nya dan menerima karunia-Nya melalui rahmat-Nya. (
)
Dibukakan-Nya baginya pintu-pintu kasih dan janji-Nya, dan Ia tak pernah menutup pintu-pintu itu terhadapnya. "Sang hamba memilih Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung, berkehendak melalui kehendak-Nya, ridha dengan keridhaan-Nya, melaksanakan perintahNya dan tak melihat suatu kemaujudan pun selain kemaujudan-Nya yang Mahakuasa lagi Mahaagung," tutur Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani dalam kitabnya berjudul Futuh Al-Ghaib .
Allah menjanjikan kepadanya dan tak memenuhi hamba-Nya, dan yang didambakan sama hamba dalam hal ini tak datang kepadanya, karena keterpisahan lenyap dengan lenyapnya kehendak, tujuan dan pengupayaan kenikmatan.
Maka keseluruhan dirinya menjadi kehendak Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung. Maka tiada janji atau pun pengingkaran janji dalam hal ini, karena hal ini ada pada orang yang berkeinginan.
Pada maqam ini, janji Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung terhadap orang semacam itu, dapat digambarkan dengan contoh seorang yang berkehendak di dalam dirinya sendiri untuk melakukan sesuatu, lalu berubah kehendak terhadap sesuatu yang lain. ( )
Begitu pula, kata Syaikh Abdul Qadir, Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung telah menurunkan kepada Nabi Muhammad SAW wahyu-wahyu yang membatalkan dan yang terbatalkan, sebagaimana firman-Nya: “Wahyu yang kami hapuskan atau jadikan terlupakan, Kami gantikan dengan yang lebih baik. Tidakkah kau tahu bahwa Allah kuasa atas segala-nya?” (QS.2:106)
Ketika Nabi SAW lepas dari keinginan dan kehendak, kecuali pada saat-saat tertentu, sebagaimana telah disebutkan oleh Allah di dalam Al-Quran Suci , sehubungan dengan tawanan perang Badar , sebagai berikut: ”Kamu menginginkan barang-barang lemah dunia ini, sedang Allah menghendaki bagimu akhirat ; dan Ia Mahakuasa lagi Mahabijaksana. Andaikan bukan karena hukum Allah yang telah berlaku, sesungguhnya akan menimpamu siksaan yang besar atas yang kau lakukan.” (QS.8:67-68)
Nabi SAW adalah kekasih Allah, yang Ia senantiasa menempatkannya pada ketentuan-Nya dan memberikan kendali-Nya kepadanya; maka Ia menggerakkannya di tengah-tengah ketentuanNya dan senantiasa memperingatkannya dengan firman-firman-Nya: “Tidakkah kau tahu bahwa Allah Mahakuasa atas segalanya?” (QS.2:106)
Dengan kata lain, menurut Syaikh Abdul Qadir, kamu berada di samudra ketentuan-Nya, yang gelombangnya mengombang-ambingkan kamu, kadang ke sini, kadang ke sana. "Dengan demikian setelah wali ialah Nabi. Tiada maqam setelah wali dan badal selain maqam Nabi," demikian Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani. ( )
Dibukakan-Nya baginya pintu-pintu kasih dan janji-Nya, dan Ia tak pernah menutup pintu-pintu itu terhadapnya. "Sang hamba memilih Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung, berkehendak melalui kehendak-Nya, ridha dengan keridhaan-Nya, melaksanakan perintahNya dan tak melihat suatu kemaujudan pun selain kemaujudan-Nya yang Mahakuasa lagi Mahaagung," tutur Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani dalam kitabnya berjudul Futuh Al-Ghaib .
Allah menjanjikan kepadanya dan tak memenuhi hamba-Nya, dan yang didambakan sama hamba dalam hal ini tak datang kepadanya, karena keterpisahan lenyap dengan lenyapnya kehendak, tujuan dan pengupayaan kenikmatan.
Maka keseluruhan dirinya menjadi kehendak Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung. Maka tiada janji atau pun pengingkaran janji dalam hal ini, karena hal ini ada pada orang yang berkeinginan.
Pada maqam ini, janji Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung terhadap orang semacam itu, dapat digambarkan dengan contoh seorang yang berkehendak di dalam dirinya sendiri untuk melakukan sesuatu, lalu berubah kehendak terhadap sesuatu yang lain. ( )
Begitu pula, kata Syaikh Abdul Qadir, Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung telah menurunkan kepada Nabi Muhammad SAW wahyu-wahyu yang membatalkan dan yang terbatalkan, sebagaimana firman-Nya: “Wahyu yang kami hapuskan atau jadikan terlupakan, Kami gantikan dengan yang lebih baik. Tidakkah kau tahu bahwa Allah kuasa atas segala-nya?” (QS.2:106)
Ketika Nabi SAW lepas dari keinginan dan kehendak, kecuali pada saat-saat tertentu, sebagaimana telah disebutkan oleh Allah di dalam Al-Quran Suci , sehubungan dengan tawanan perang Badar , sebagai berikut: ”Kamu menginginkan barang-barang lemah dunia ini, sedang Allah menghendaki bagimu akhirat ; dan Ia Mahakuasa lagi Mahabijaksana. Andaikan bukan karena hukum Allah yang telah berlaku, sesungguhnya akan menimpamu siksaan yang besar atas yang kau lakukan.” (QS.8:67-68)
Baca Juga
Nabi SAW adalah kekasih Allah, yang Ia senantiasa menempatkannya pada ketentuan-Nya dan memberikan kendali-Nya kepadanya; maka Ia menggerakkannya di tengah-tengah ketentuanNya dan senantiasa memperingatkannya dengan firman-firman-Nya: “Tidakkah kau tahu bahwa Allah Mahakuasa atas segalanya?” (QS.2:106)
Dengan kata lain, menurut Syaikh Abdul Qadir, kamu berada di samudra ketentuan-Nya, yang gelombangnya mengombang-ambingkan kamu, kadang ke sini, kadang ke sana. "Dengan demikian setelah wali ialah Nabi. Tiada maqam setelah wali dan badal selain maqam Nabi," demikian Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani. ( )
(mhy)