Lima Panduan Bermuhasabah Agar Makin Dicintai Allah
loading...
A
A
A
Seseorang yang bertakwa adalah mereka yang membawa sebaik-baik bekal, dan dalam perjalanan mencari bekal tersebut tak jarang seseorang merasa lelah dan bosan yang mengakibatkannya tak mawas diri sehingga tergelincir dan terjatuh dalam futur (lemah semangat untuk melakukan amal saleh).
Muhasabah atau koreksi diri akan membantu seseorang untuk menghadapi berbagai rintangan yang ia temukan dalam pencariannya akan bekal tersebut.
(Baca juga: Gambaran Menakjubkan Perhiasan Bagi Para Penghuni Surga )
Maimun bin Mahran rahimahullah berkata:
لَا يَكُوْنُ الْعَبْدُ تَقِيًّا حَتَّى يَكُوْنَ لِنَفْسِهِ أَشَدُّ مُحَاسَبَةً مِنَ الشَّرِيْكِ الشَّحِيْحِ لِشَرِيْكِهِ
“Tidaklah seorang hamba menjadi bertaqwa sampai dia melakukan muhasabah atas dirinya lebih keras daripada seorang teman kerja yang pelit yang membuat perhitungan dengan temannya”.
Muhasabah juga merupakan salah satu perintah dari Allah Subhaanahu wa Ta’ala.
(Baca juga: Derajat Kecintaan Menurut Imam Al-Ghazali )
Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18).
(Baca juga: Nafisah binti Al Hasan, Ulama Perempuan Tersohor Cicit Rasulullah )
Lantas, bagaimana caranya bermuhasabah? Ketika seseorang melakukan muhasabah maka akan tampak jelas di hadapannya atas dosa-dosa yang dilakukan. Maka yang perlu dilakukan adalah, pertama, mengoreksi diri dalam hal wajib, apakah punya kekurangan ataukah tidak. Karena melaksanakan kewajiban itu hal pokok dalam agama ini dibandingkan dengan meninggalkan yang haram.
Kedua, mengoreksi diri dalam hal yang haram, apakah masih dilakukan ataukah tidak. Contoh, jika masih berinteraksi dengan riba, maka ia berusaha berlepas diri darinya. Jika memang pernah mengambil hak orang lain, maka dikembalikan. Kalau pernah mengghibah orang lain, maka meminta maaf dan mendoakan orang tersebut dengan doa yang baik.
(Baca juga: Hampir 2 Juta Warga Amerika Serikat telah Divaksinasi Covid-19 )
Dalam perkara lainnya yang tidak mungkin ada koreksi (melainkan harus ditinggalkan, seperti minum minuman keras dan memandang wanita yang bukan mahram), maka diperintahkan untuk bertaubat, menyesal dan bertekad tidak mau mengulangi dosa itu lagi, ditambah dengan memperbanyak amalan kebaikan yang dapat menghapus kejelekan.
Allah Ta’ala berfirman :
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ
“Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (QS. Hud: 114).
(Baca juga: Wapres Ma'ruf Amin: Pemerintah Memutuskan Melanjutkan Kartu Prakerja di 2021 )
Ketiga, mengoreksi diri atas kelalaian yang telah dilakukan. Contoh sibuk dengan permainan dan menonton yang sia-sia.
Keempat, mengoreksi diri dengan apa yang dilakukan oleh anggota badan, apa yang telah dilakukan oleh kaki, tangan, pendengaran, penglihatan dan lisan. Cara mengoreksinya adalah dengan menyibukkan anggota badan tadi dalam melakukan ketaatan.
Kelima, mengoreksi diri dalam niat, yaitu bagaimana niat kita dalam beramal, apakah lillah ataukah lighairillah (niat ikhlas karena Allah ataukah tidak). Karena niat itu biasa berubah, terombang-ambing. Karenanya hati itu disebut qalb, karena seringnya terombang-ambing.
(Baca juga: Bangun Dua Jembatan di Kawasan Istana, Pemkot Bogor Pinjam Rp194 Miliar )
Karena itulah, hendaknya setiap muslim senantiasa mengoreksi diri (bermuhasabah) dan terus meminta tolong kepada Allah agar dimudahkan dalam ibadah. Contoilah para salaf dahulu. Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu pernah menghukumi dirinya dengan mengeluarkan sedekah berupa tanah yang harganya 200.000 dirham karena luput dari shalat ‘Ashar secara berjamaah.
Lihatlah bagaimana Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu pernah suatu kali luput dari shalat berjamaah, ia malah mengganti dengan menghidupkan malam seluruhnya.
Ibnu Abi Rabi’ah rahimahullah pernah luput dari dua raka’at shalat Sunnah Fajar, untuk tebusannya, ia membebaskan seorang budak.
(Baca juga: Polri Koordinasi dengan Kominfo Selidiki Parodi Lagu Indonesia Raya )
Ibnu ‘Aun rahimahullah pernah melakukan kesalahan, ketika ibunya memanggilnya, ia malah menjawab dengan suara keras. Ia pun akhirnya membebaskan dua orang budak. (Kitab Hilyah Al-Auliya’ dan kitab A’mal Al-Qulub).
Begitulah pentingnya muhasabah dan cara melakukannya. Mungkin kita sudah banyak lalai, namun tak sadar untuk memperbaiki diri. Agar selalu timbul rasa ingin bermuhasabah, maka setiap muslim hendaknya senantiasa memperbanyak zikir dan memperbanyak shalawat pada Nabi kita Muhammad.
Wallahu 'Alam
Muhasabah atau koreksi diri akan membantu seseorang untuk menghadapi berbagai rintangan yang ia temukan dalam pencariannya akan bekal tersebut.
(Baca juga: Gambaran Menakjubkan Perhiasan Bagi Para Penghuni Surga )
Maimun bin Mahran rahimahullah berkata:
لَا يَكُوْنُ الْعَبْدُ تَقِيًّا حَتَّى يَكُوْنَ لِنَفْسِهِ أَشَدُّ مُحَاسَبَةً مِنَ الشَّرِيْكِ الشَّحِيْحِ لِشَرِيْكِهِ
“Tidaklah seorang hamba menjadi bertaqwa sampai dia melakukan muhasabah atas dirinya lebih keras daripada seorang teman kerja yang pelit yang membuat perhitungan dengan temannya”.
Muhasabah juga merupakan salah satu perintah dari Allah Subhaanahu wa Ta’ala.
(Baca juga: Derajat Kecintaan Menurut Imam Al-Ghazali )
Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18).
(Baca juga: Nafisah binti Al Hasan, Ulama Perempuan Tersohor Cicit Rasulullah )
Lantas, bagaimana caranya bermuhasabah? Ketika seseorang melakukan muhasabah maka akan tampak jelas di hadapannya atas dosa-dosa yang dilakukan. Maka yang perlu dilakukan adalah, pertama, mengoreksi diri dalam hal wajib, apakah punya kekurangan ataukah tidak. Karena melaksanakan kewajiban itu hal pokok dalam agama ini dibandingkan dengan meninggalkan yang haram.
Kedua, mengoreksi diri dalam hal yang haram, apakah masih dilakukan ataukah tidak. Contoh, jika masih berinteraksi dengan riba, maka ia berusaha berlepas diri darinya. Jika memang pernah mengambil hak orang lain, maka dikembalikan. Kalau pernah mengghibah orang lain, maka meminta maaf dan mendoakan orang tersebut dengan doa yang baik.
(Baca juga: Hampir 2 Juta Warga Amerika Serikat telah Divaksinasi Covid-19 )
Dalam perkara lainnya yang tidak mungkin ada koreksi (melainkan harus ditinggalkan, seperti minum minuman keras dan memandang wanita yang bukan mahram), maka diperintahkan untuk bertaubat, menyesal dan bertekad tidak mau mengulangi dosa itu lagi, ditambah dengan memperbanyak amalan kebaikan yang dapat menghapus kejelekan.
Allah Ta’ala berfirman :
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ
“Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (QS. Hud: 114).
(Baca juga: Wapres Ma'ruf Amin: Pemerintah Memutuskan Melanjutkan Kartu Prakerja di 2021 )
Ketiga, mengoreksi diri atas kelalaian yang telah dilakukan. Contoh sibuk dengan permainan dan menonton yang sia-sia.
Keempat, mengoreksi diri dengan apa yang dilakukan oleh anggota badan, apa yang telah dilakukan oleh kaki, tangan, pendengaran, penglihatan dan lisan. Cara mengoreksinya adalah dengan menyibukkan anggota badan tadi dalam melakukan ketaatan.
Kelima, mengoreksi diri dalam niat, yaitu bagaimana niat kita dalam beramal, apakah lillah ataukah lighairillah (niat ikhlas karena Allah ataukah tidak). Karena niat itu biasa berubah, terombang-ambing. Karenanya hati itu disebut qalb, karena seringnya terombang-ambing.
(Baca juga: Bangun Dua Jembatan di Kawasan Istana, Pemkot Bogor Pinjam Rp194 Miliar )
Karena itulah, hendaknya setiap muslim senantiasa mengoreksi diri (bermuhasabah) dan terus meminta tolong kepada Allah agar dimudahkan dalam ibadah. Contoilah para salaf dahulu. Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu pernah menghukumi dirinya dengan mengeluarkan sedekah berupa tanah yang harganya 200.000 dirham karena luput dari shalat ‘Ashar secara berjamaah.
Lihatlah bagaimana Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu pernah suatu kali luput dari shalat berjamaah, ia malah mengganti dengan menghidupkan malam seluruhnya.
Ibnu Abi Rabi’ah rahimahullah pernah luput dari dua raka’at shalat Sunnah Fajar, untuk tebusannya, ia membebaskan seorang budak.
(Baca juga: Polri Koordinasi dengan Kominfo Selidiki Parodi Lagu Indonesia Raya )
Ibnu ‘Aun rahimahullah pernah melakukan kesalahan, ketika ibunya memanggilnya, ia malah menjawab dengan suara keras. Ia pun akhirnya membebaskan dua orang budak. (Kitab Hilyah Al-Auliya’ dan kitab A’mal Al-Qulub).
Begitulah pentingnya muhasabah dan cara melakukannya. Mungkin kita sudah banyak lalai, namun tak sadar untuk memperbaiki diri. Agar selalu timbul rasa ingin bermuhasabah, maka setiap muslim hendaknya senantiasa memperbanyak zikir dan memperbanyak shalawat pada Nabi kita Muhammad.
Wallahu 'Alam
(wid)